WAYANG KONTEMPORER SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL (Studi Kasus Pertunjukan Wayang Hip Hop dari Desa Ngestiharjo, Kasihan, Bantul sebagai Media Kritik Sosial)
RENI ANDIKA SUHAPSARI, Dr. Budi Irawanto, S.I.P., M.A.
2016 | Skripsi | S1 ILMU KOMUNIKASIGlobalisasi membawa konsekuensi bagi sebuah budaya. Salah satu konsekuensinya adalah hibridisasi budaya, dimana budaya global dengan budaya lokal melebur jadi satu dan melahirkan budaya baru tanpa ada salah satu budaya yang mendominasi. Kesenian Wayang Hip Hop dari Desa Ngestiharjo, Kasihan Bantul merupakan salah satu contoh kesenian kontemporer hasil hibridisasi budaya. Wayang bukan sekedar karya seni yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Lebih dari itu, wayang merupakan media komunikasi yang sarat akan kritik sosial. Dalam Wayang Hip Hop, kritik diperkuat dengan dipadukannya kesenian wayang dan Musik Hip Hop. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pertunjukan Wayang Hip Hop sebagai hasil hibridisasi budaya menjadi media kritik sosial dalam masyarakat modern. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus mendalam. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan Ki Benyek Catur Kuncoro selaku dalang Wayang Hip Hop, sehingga kritik sosial dapat dilihat melaui penuturan cerita dalang. Selain itu data juga diperoleh melalui observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa gagasan kritik dalam pertunjukan Wayang Hip Hop diperoleh dari realitas yang ada dalam masyarakat. Kritik sosial disampaikan melalui dua metode, yaitu melalui lakon atau cerita yang diangkat dan lirik lagu yang dibawakan saat pentas. Posisi kritik dalam Wayang Hip Hop tersebut bisa menjadi menu utama bisa pula hanya sebagai bumbu saat pentas. Kinerja, sifat, sikap dan perilaku pemerintah menjadi sasaran kritik yang utama. Selebihnya, pertunjukan Wayang Hip Hop ini mengajak penontonnya yang mayoritas generasi muda untuk bisa berpikir kritis.
Globalization has created many cultural consequences. One of those consequences is a cultural hibridization in which global and local culture are transformed into a new culture without any domination from one culture to another. As a contemporary art form, Wayang (shadow puppet) Hip Hop from Ngestiharjo, Kasihan, Bantul is a perfect example of cultural hibridization. Wayang is not simply a work of art or cutural heritage passed from one generation to another. Rather, it is a medium of communication embodying social criticisms. Social criticsms in Wayang Hip Hop are resulted from the mixture of the art of shadow puppet and hip hop music. Therefore, this study aims to get a better understanding of Wayang Hip Hop show as a form of cultural hibridization, which is embodied social criticisms, in contemporary Javanese society. This study employs a case study in which the primary data were collected through in-depth interviews with Ki Benyek Catur Kuncoro as a puppet master (dalang) of Wayang Hip Hop and his crews, while social criticisms were extracted from the narrative of the performance. The other data were yielded from observation and document analysis. This study shows that the core narrative of Wayang Hip Hop is deeply rooted in Javanese society. The show conveys social criticisms in two methods, namely the story is being narrated and the song lyrics is being performed. The social criticsims in Wayang Hip Hop can be found either in the main or side show. The governemnt polices and its practices are the main object of criticism. Furthermore, Wayang Hip Hop show encourages the younger generation as the major audience to think critically.
Kata Kunci : wayang, wayang kontemporer, wayang hip hop, seni pertunjukan, media, kritik sosial, studi kasus,shadow puppets, contemporary wayang, wayang hip hop, art show, medium, social criticism, case study