Persepsi Pemuda Purworejo Terhadap Kesenian Dolalak di Era Globalisasi
Taatdin, Mubarika D.F Nugraheni, S.Ant., M.A.
2024 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Dolalak merupakan tarian tradisional Purworejo yang diciptakan oleh tiga tentara Purworejo pada masa Kolonial Belanda, yaitu Rejotaruno, Duliyat, dan Ronodimejo. Dolalak mewakili akulturasi budaya antara budaya Jawa dan Belanda. Hal ini terlihat dari beberapa aksesoris dan pakaian Dolalak yang hampir mirip dengan Seragam Tentara Belanda. Pemerintah baru-baru ini mengadopsi Dolalak sebagai simbol atau ikon budaya untuk mempromosikan pariwisata di Purworejo. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dengan adanya arus globalisasi dan modernisasi, Dolalak di Kabupaten Purworejo mengalami pasang surut pada peminatnya. Dalam hal ini globalisasi menggeser nilai-nilai nasionalisme dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan budaya kita.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan minat generasi muda Purworejo terhadap Tari Dolalak di era globalisasi. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan wawancara. Penulis membaca beberapa buku dan jurnal sebagai sumber informasi dan melakukan wawancara berulang kali dengan masyarakat setempat untuk mendapatkan informasi yang akurat.
Berdasarkan hasil penelitian, Globalisasi mengakibatkan menurunnya minat generasi muda Purworejo terhadap Tari Dolalak, bahkan ada diantara mereka yang lebih memilih mengadopsi Budaya Barat dibandingkan melestarikan tari tradisional. Selain itu, mereka juga menganggap Dolalak kuno. Hal ini terjadi karena di era globalisasi, banyak budaya dari berbagai negara yang masuk dan mempengaruhi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda Purworejo.
Dolalak is a traditional dance from Purworejo that was created by three Purworejo militaries in the Dutch Colonialism era, namely Rejotaruno, Duliyat, and Ronodimejo. Dolalak represents cultural acculturation between Javanese and Dutch culture. It can be seen from several accessories and attire of Dolalak are almost similar to the Dutch Army Uniform. The government recently adopted Dolalak as a cultural symbol or icon to promote tourism at Purworejo. However, along with the times with the flow of globalization and modernization, Dolalak in Purworejo Regency has experienced ups and downs in its enthusiasts. In this case, globalization has shifted the values of nationalism and culture that exist in Indonesia. Globalization has caused various problems in the field of culture, for example: the loss of the original culture of a region, the decline in nationalism and patriotism, and a lifestyle that is not in accordance with our culture.
This thesis aims to explore the perception and interest of the young people at Purworejo towards the Dolalak Dance on globalization era. The method used is literature study and interviews. The author read some books and journals as a source of information and conducted interviews repeatedly with local people to obtain accurate information.
Based on the result of research, Globalization has resulted in a decline in the interest of the young people at Purworejo towards Dolalak Dance, and some of them prefer to adopt Western Culture rather than preserve traditional dance. Apart from that, they also consider Dolalak to be ancient. It happened because, in the globalization era, many cultures from many countries have entered and influenced Indonesian society, especially the young people at Purworejo.
Kata Kunci : Dolalak, Globalisasi, Pemuda, Budaya