Laporkan Masalah

TRANSFORMASI TEKS KANDHA DAN TEKS SINDHENAN TARI BEDHAYA DALAM NASKAH-NASKAH SKRIPTORIUM KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT: ANALISIS FILOLOGIS DAN RESEPSI

F. TJANDRASIH ADJI, Prof. Dr. Marsono, S.U.; Dr. Wisma Nugraha Christianto R., M.Hum.

2020 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORA

Penelitian ini bertujuan memahami teks kandha dan teks sindhenan tari Bedhaya Semang dan tari bedhaya lainnya dalam naskah-naskah skriptorium Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam kaitannya dengan kehidupan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tari Bedhaya Semang, mengalami perubahan yang beberapa di antaranya tampak dalam teks kandha dan teks sindhenan. Di samping teks kandha dan teks sindhenan tari Bedhaya Semang, dicermati pula beberapa teks kandha dan teks sindhenan tari-tari bedhaya yang penciptaannya dan atau reproduksinya pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana V sampai dengan Sultan Hamengkubuwana X. Objek formal penelitian ini menyangkut transformasi dua jalur yang terjadi pada teks kandha dan teks sindhenan tari Bedhaya Semang. Untuk sampai pada tujuan penelitian ini, digunakan teori resepsi dan transformasi. Teori resepsi Jaus dan teori transformasi Wayman, Tavani, dan Chomsky memunculkan bahwa perubahan itu tidak terjadi secara mekanistis tetapi terjadi atas dasar kesadaran manusia yang semakin berkembang. Intertekstual dalam penelitian ini didasarkan pada gagasan Kristeva, Plet, dan Riffatere. Inti gagasan mereka adalah intertekstual bertujuan menemukan hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Objek material penelitian ini adalah 10 naskah dan 1 buku cetak tentang teks kandha dan teks sindhenan tari Bedhaya Semang serta tari bedhaya yang lain pada masa Sultan Hamengkubuwana V- Sultan Hamengkubuwana IX serta buku Bedhaya Semang 1-2, teks ketikan materi rangkaian pergelaran tari Bedhaya Wiwaha Sangaskara dan Bedhaya Sang Amurwabhumi. Tahapan awal penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi mencakup kegiatan penelusuran, pengecekan, pemilihan, dan pembacaan awal terhadap naskah. Wawancara dilakukan dengan cara tatap muka dan atau menggunakan media komunikasi. Kedua tahapan awal ini dilakukan dalam rangka pengumpulan data primer dan sekunder. Tahap berikut adalah kerja filologis yang dilakukan untuk pembacaan mendalam atas teks dengan langkah-langkah penentuan teks, penginventarisasian naskah, pendeskripsian naskah dan teks, penyuntingan teks, penerjemahan. Dalam rangka memaparkan hasil penelitian, digunakan metode deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh temuan-temuan sebagai berikut. Temuan pertama yaitu naskah-naskah tentang tari bedhaya paling banyak muncul dan dihidupi di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kedua, berdasarkan teks kandha tari Bedhaya Semang pada masa Sultan Hamengkubuwana V dijumpai tradisi travesti yang dilakukan karena persoalan interen kehidupan keraton, persoalan politik, dan ekonomi. Ketiga, teks kandha tari Bedhaya Semang pada masa Sultan Hamengkubuwana V hingga Sultan Hamengkubuwana X cenderung sama. Perbedaan sangat sedikit dan tidak signifikan dalam pengubahan makna. Sementara itu, teks kandha tari bedhaya yang lain berbeda dengan teks kandha tari Bedhaya Semang. Perbedaan itu terutama karena dalam pergelaran tari bedhaya setiap sultan memiliki kepentingan yang berbeda. Teks kawin sekar tari Bedhaya Semang masa Sultan Hamengkubuwana V hingga Sultan Hamengkubuwana X memiliki perbedaan pilihan bait dan penari. Teks sindhenan tari Bedhaya Semang masa Sultan Hamengkubuwana V hingga Sultan Hamengkubuwana X berubah dari segi pengulangan dan penghilangan bagian-bagian tertentu yang tentu saja berpengaruh pada durasi pergelaran. Keempat, pada masa Sultan Hamengkubuwana V sampai dengan Sultan Hamengkubuwana X muncul banyak tari bedhaya yang diinspirasi tari Bedhaya Semang. Tari bedhaya yang diinspirasi tari Bedhaya Semang ini muatan teks berdasarkan maksud dan tujuan, situasi dan kondisi penciptaan. Jadi, perubahan-perubahan menyangkut aspek sosial, politik, ekonomi, edukasi, dan spiritual. Perubahan kontekstual teks kandha, kawin sekar, dan sindhenan tari Bedhaya Semang ke teks kandha, kawin sekar, dan sindhenan tari bedhaya lain dilakukan untuk menjaga harmonisasi kehidupan manusia. Kata kunci: transformasi, kandha, sindhenan, Bedhaya Semang, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

This study attempts to discuss the texts of the kandha and the sindhenan texts of the Bedhaya Semang dance and other bedhaya dances in the manuscripts of the Ngayogyakarta Hadiningrat Palace scriptorium in its context with the life of the Ngayogyakarta Hadiningrat Palace. This understanding covers the conditions of the texts containing the kandha text and the sindhenan text of the Bedhaya Semang dance, the formal forms and meanings of the kandha text and the sindhenan text of the Bedhaya Semang dance, the transformation of the two paths of kandha and the sindhenan text of the Bedhaya Semang dance. The formal object of this research concerns the two lane transformation that occurs in kandha and sindhenan texts of the Bedhaya Semang dance. To arrive at the purpose of this study, reception and transformation theory were used. Jausses reception theory and Wayman, Tavani, and Chomskyes transformation theory give rise that the change does not occur mechanically but it happens on the basis of human consciousness which is increasingly developing. The intertextual in this study is based on the ideas of Kristeva, Plet, dan Riffatere. The core of their ideas is to find meaningful relationships between two or more texts. The material objects of this study were 10 manuscripts and 1 printed book about kandha and sindhenan texts of the Bedhaya Semang dance and other bedhaya dances during the Sultan Hamengkubuwana V until Sultan Hamengkubuwana IX. The source of the supporting data is the Bedhaya Semang 1-2 book, the text typing of performances material of the Bedhaya Wiwaha Sangaskara and Bedhaya Sang Amurwabhumi dances and articles related to this research. The initial stages of this research were observation and interviews. Observations include search activities, checking, selection, and preliminary reading of the manuscripts. Interviews are conducted face-to-face and / or using communication media. The first two stages are carried out in the context of collecting primary and secondary data. The next stage is the philological work carried out for in-depth reading of the texts with steps to determine the texts, inventory of the manuscripts, description of the manuscripts and texts, editing of the texts, translation. In order to explain the results of the study, descriptive analytical methods were used. In this study the following findings were obtained. The first finding is that the manuscripts about the bedhaya dance lots appear and are live in the Ngayogyakarta Hadiningrat Palace. Second, based on the kandha text of the Bedhaya Semang dance during the Sultan Hamengkubuwana V a tradition of travesty was discovered which was carried out because of the internal problems of court life, political and economic issues. Third, the kandha text of the Bedhaya Semang dance during the time of Sultan Hamengkubuwana V until Sultan Hamengkubuwana X tended to be the same. The difference is very little and not significant in changing the meaning. Meanwhile, the other texts of the bedhaya dance differ from the kandha text of the Bedhaya Semang dance. This difference is mainly in dance performances it is believed that each sultan has different interests. The kawin sekar text of the Bedhaya Semang dance during the time of Sultan Hamengkubuwana V until Sultan Hamengkubuwana X had a different choice of stanzas and dancers. The sindhenan text of Bedhaya Semang dance during the Sultan Hamengkubuwana V period until Sultan Hamengkubuwana X changed in terms of repetition and omission of certain parts which of course had an effect on the duration of the performance. Fourth, during the time of Sultan Hamengkubuwana V to Sultan Hamengkubuwana X many bedhaya dances were inspired by the Bedhaya Semang dance. The bedhaya dance inspired by the Bedhaya Semang dance is text based on the intent and purpose, situation and conditions of creation. So, changes concerning social, political, economic, educational and spiritual aspects. The contextual changes in kandha, kawin sekar, and sindhenan texts of Bedhaya Semang dance to kandha, kawin sekar, and sindhenan texts of another bedhaya dance are carried out to maintain harmony in human life. Keywords: transformation, kandha, sindhenan, Bedhaya Semang, Ngayogyakarta Hadiningrat Palace

Kata Kunci : transformasi, kandha, sindhenan, Bedhaya Semang, Karaton

  1. S3-2020-356761-abstract.pdf  
  2. S3-2020-356761-bibliography.pdf  
  3. S3-2020-356761-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2020-356761-title.pdf