Laporkan Masalah

LINGKUNGAN CANDI ABAD IX-X MASEHI MASA MATARAM KUNA DI POROS KEDU SELATAN-PRAMBANAN

NIKEN WIRASANTI, Prof.Dr. Timbul Haryono, MSc; Prof. Dr. Sutikno

2016 | Disertasi | S3 Ilmu Lingkungan

Wilayah penelitian terletak di poros Kedu Selatan - Prambanan, yang pernah menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Kuna abad IX-X Masehi. Di wilayah penelitian candi dan lingkungan sebagai symbol kosmos mewujud dalam beragam ekspresi. Pertanyaan penelitian ini adalah : 1)bagaimana wujud candi di lingkungan lereng gunungapi, dataran dan perbukitan merepresentaikan makna ruang sacral sebagai symbol kosmos; 2) mengapa candi dan lingkungan yang menggambarkan konsep ruang sakral tampil dengan tanda yang sama namun maknanya dapat berlainan; 3) bagaimana struktur makna dari "tiga serangkai" Candi Mendut-Candi Pawon-Candi Borobudur yang terhubung dalam satu garis (imajiner). Penelitian ini bertujuan : 1) mengenali rangkaian tanda-tanda bermakna dari lingkungan candi yang memperlihatkan sifat struktural sekaligus menemukan konsep-konsep pemikiran dalam mendirikan candi, 2) menjelaskan gagasan dan pengetahuan masyarakat abad IX-X Masehi dalam mewujudkan lingkungan candi sebagai ruang sakral; 3) menafsirkan makna relasi Candi Mendut - Candi Pawon - Candi Borobudur yang berada dalam satu garis (imajiner). Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini bertumpu pada metodologi kualitatif dengan menggolongkan data penelitian menjadi data visual lingkungan fisik, data visual candi, dan data verbal berupa prasasti, naskah. Model analisisnya adalah semiotika (struktural) yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes. Analisis diawali dengan memahamitentangtanda (signifier-signified), kemudian tentang aksis tanda (sintagmatik/paradigmatik), dan tingkatan tanda (denotasi/ konotasi). Hasil penelitian menjelaskan: 1) tanda-tanda sakral candi di lereng gunungapi membentuk sistem tanda menunjuk pada konsep wanasrama, tanda-tanda sakral candi di dataran membentuk system tanda menunjuk pada konsep tata wilayah kerajaan, tanda-tanda sakral candi di perbukitan menggambarkan konsep gunung sebagai pusatkosmos; 2) makna candi di lereng gunung dapat dimaknai secara dinamis untuk Wanasarama dengan peranannya sebagai: pertapaan, padepokan, kabuyutan, kabhataran. Makna candi di dataran dapat dimaknai secara dinamis sebagai candi dalam struktur tata wilayah lingkungan kerajaan, yakni pusat kerajaan mengembangkan "tradisibesar" dan pinggiran dengan "tradisikecil". Makna candi di perbukitan dapat dimaknai secara dinamis peranannya sebagai candi untuk vihara, candi sebagai simbol perjalanan ritual keagaman ke pusat kosmos, dan candi simbol tanda kemenangan; 3) tahapan perjalanan mencapai kesempurnaan ajaran Buddha (Mahayana) dimulai dari Candi Mendut dan Candi Pawon sebagai simbol laukika (dataran) ke Candi Borobudur simbol (lokottara) di atas dunia.

Research took place in South Kedu - Prambanan axis, a region that used to be part of Ancient Mataram Kingdom between 9th and 10th century AD. In that research area, temple and environment as a cosmic symbol manifest in a variety of expressions. The questions of this research are: 1) how the temple forms on the slopes of volcanoes, plains and hills represent the meaning of the sacred space as a cosmic symbol; 2) why the temples and the environments which illustrate the concept of sacred space appear by using the same sign whose meaning can be different; 3) how is the structure of meaning of "triad" Mendut-Pawon-Borobudur which are connected in one (imaginary) line. This research is aimed at: 1) indicating and explaining the sacred signs that form a sign system which represents the sacred space of the cosmic symbol; 2) reveal the ideas and knowledge of the society in the 9th and 10th century AD in realizing the temple environment as a sacred space; 3) interpreting the meaning of relation of Mendut-Pawon-Borobudur which are located in one (imaginary)line. In order to achieve the aforementioned objectives, this research relied on qualitative methodology to classify research data into visual data of physical environment, visual data of temples, inscriptions, manuscripts, and reliefs story carved on Borobudur and Prambanan temples. It employed semiotic (structural) analysis developed by Ferdinand de Saussure and Roland Barthes. The analysis started from understanding signs (signifier-signified), axis of signs (syntagmatic/paradigmatic), and levels of signs (denotation/connotation). The results of the research explained that: 1) the sacred signs of temple on the mountain slopes formed a sign system which referred to the concept of wanasrama; the sacred signs of temple on the plains formed a sign system which referred to the concept of the spatial and regional planning of the kingdom, and the sacred signs of temple on the hills illustrated the concept of the mountain as the center of the cosmos;2) the meaning of temples on the slopes can be interpreted dynamically as Wanasarama which played roles as: hermitage, learning center (padepokan), sacred place (kabuyutan), and sacred throne (kabhataran). The meaning of temples on the plains can be interpreted dynamically as the temples in the structure of spatial and regional planning of the kingdom, namely the center of kingdom which developed "great tradition" and periphery with "little tradition". The meaning of temples on the hills can be dynamically interpreted which played roles as vihara, symbol of religious rituals to the cosmic center, and symbol of victory sign; 3) stages of journey to reach the perfection of Buddha's teachings (Mahayana) started from Mendut and Pawon as symbols of laukika (plains) to Borobudur as a symbol of lokottara above the world.

Kata Kunci : candi dan lingkungannya, sosial-budaya masyarakat abad IX-X Masehi, semiotika (struktural)

  1. S3-2016-292545-abstract.pdf  
  2. S3-2016-292545-bibliography.pdf  
  3. S3-2016-292545-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2016-292545-title.pdf