Restoran Jepang: Dari Kebutuhan Hidup Menjadi Gaya Hidup
GAIETY SABILLA AISKA, Derajad S. Widhyharto, M.si
2015 | Skripsi | S1 SOSIOLOGIABSTRAKSI Restoran Jepang beraneka macam dan memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lain. Mereka yang mengekspansi usahanya ke luar negeri mampu dikategorikan pada grobalisasi, namun jika mereka mengekspansi usahanya hanya di dalam Negara Jepang maka terkategorikan sebagai glokalisasi.Grobalisasi dan glokalisasi pun masih dapat dibagi pada dua karakter, yakni kehampaan dan keberadaan. Karakter grobalisasi dan glokalisasi restoran Jepang berdampak pada gaya hidup pemuda. Pemuda memiliki beberapa pertimbangan dalam menentukan pilihan terhadap restoran Jepang yang menggrobal dengan karakter kehampaan dan keberadaannya.Pertimbangan tidak hanya berdasar pada kebutuhan dasar, namun ada pertimbangan mengenai prestise yang berkaitan dengan nilai simbol. Penelitian ini merumuskan tiga masalah.Pertama, konstruksi restoran dalam merepresentasikan kebudayaan Jepang di Yogyakarta.Kedua, perilaku konsumsi pemuda Yogyakarta terhadap restoran Jepang. Rumusan ketiga, apa yang dikonsumsi oleh pemuda Yogyakarta di restoran Jepang. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.Lokasipenelitian ini di Yogyakarta, yaitu di Sushi Tei dan Hoka-Hoka Bento dengan melibatkan tujuh konsumen pada kedua restoran Jepang tersebut. Berdasarkan hasil peneltian, konstruksi restoran Jepang yaitu Sushi Tei dalam merepresentasikan kebudayaan Jepang berkarakter grobalisasi-keberadaan.Sementara Hoka-Hoka Bento berkarakter grobalisasi-kehampaan.Adanya aspek pembeda yang mempengaruhi perilaku konsumsi restoran Jepangdidasarkan pada modal ekonomi dan modal sosial.Aspek pembeda berdasarkan modal ekonomi dilihat dari tingginya aktivitas konsumsi.Sedangkan pada modal sosial, aspek pembeda dilihat dari relasi pertemanan.Aspek pembeda tersebut kemudian dijadikan acuan untuk menggolongkan informan menjadi kelas atas dan kelas menengah.Selanjutnya dari penggolongan kelas sosial, ditemukan perbedaan perilaku konsumsi. Pemuda kelas atas lebih sering mengkonsumsi restoran Jepang dengan brand impor dan rasanya yang khas negara asal, yang dalam penelitian ini ada pada Sushi Tei, sedangkan pemuda kelas menengah lebih memilih produk restoran Jepangbermerk dalam negeri, seperti Hoka-Hoka Bento. Kesimpulan penelitian ini adalah Sushi Tei sebagai restoran Jepang yang berkarakter grobalisasi-keberadaan lebih dipilih oleh kelas atas.Sementara, Hoka-Hoka Bento dengan karakter grobalisasi-kehampaan lebih dipilih oleh kelas menengah.Hal tersebut tidak terlepas dari pertimbangan posisi sosial pemuda di tengah masyarakat. Pemuda kelas atas lebih memilih Sushi Tei bukan hanya karena rasa akan tetapi juga karena kenyamanan dan brand dari luar. Hal tersebut dikarenakan pemuda kelas atas ingin menunjukkan kemapanannya melalui karakter grobalisasi-keberadaan Sushi Tei. Berbeda dengan pemuda kelas menengah tidak mempedulikan soal kenyamanan.Bagi mereka merk restoran Jepang yang terlekat pada suatu ruang adalah yang terpenting agar mereka dipandang seakan-akan sebagai bagian dari kelas atas. Kelas atas maupun kelas menengah, keduanya memiliki gaya hidup. Gaya Hidup mengunjungi restoran Jepang menjadi simbol untuk memperjuangkan posisi sosial dalam masyarakat.Oleh karenanya, sebuah ruang mampu mengklasifikasikan masyarakat pada kelas-kelas tertentu.
Japanese restaurant has a wide range of different characters with each other. Those who expand their business abroad capable categorized in grobalization, but if they expand their business only in Japan, it is classified as glocalization. Grobalization and glocalization can be divided on two characters, the emptiness and existence. Grobalization and glocalization character of japanese restaurants have an impact on the youth lifestyle. Youth have some consideration in determining the choice of Japanese restaurants grobalization with character emptiness and existence. The consideration not just based on the basic needs, but there are considerations about the prestige associated with the value of symbols. This research has three formulates cases. First, construction restaurant in representing Japanese culture in Yogyakarta. Second, Yogyakarta youth consumption behavior to the Japanese restaurant. The third, what is consumed by Yogyakarta youth in a Japanese restaurant. The research used a qualitative approach with description method. The research is located in Yogyakarta, in spesific at Sushi Tei and Hoka-Hoka Bento. This research is involving seven consumers in both the Japanese restaurant. Based on the research findings, the construction of a Japanese restaurant Sushi Tei in representing Japanese culture characterized grobalization-existence. In the other side, Hoka-Hoka Bento is grobalization-emptiness. Some distinguishing aspects that influence consumption behavior Japanese restaurant was based by economic capital and social capital. Distinction aspects based on economic capital was shown by consumption activity. While, in social capital, distinguishing aspects was shown by friendship relation. That differentiator aspects is then used as a reference to classify the informant be top class and middle class. Then, the classification of social class, found differences in consumption behavior. Youth in top class more consume Japanese restaurant with import brand and origin taste of typical country, which in this study is on Sushi Tei, whereas middle class youth prefers Japanese restaurant with domestic brand products, such as Hoka-Hoka Bento. The conclusion of this study is a Japanese restaurant Sushi Tei as character grobalization-existence preferred by top class. While, Hoka-Hoka Bentos character as grobalization- emptiness preferred by middle class youth. It is not independent of the social position of the youth in the community. Youth upscale prefer Sushi Tei not just because of the taste but also because of the convenience and brand from the outside. That is because the upper class youth want to show ability through character grobalization-existence Sushi Tei. Unlike the middle-class youth do not care about comfort. For those brands Japanese restaurant attached to a space is the most important thing for them is seen as a part of the upper class. Upper class and the middle class, both have the lifestyle. Lifestyle visiting Japanese restaurants has become a symbol for the struggle for social position in society. Therefore, a space is able to classify people in certain classes.
Kata Kunci : grobalisasi, glokalisasi, keberadaan, kehampaan, kelas sosial, perilaku konsumsi.