Laporkan Masalah

Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa Lost Luggage Claim (Studi Kasus Herlina Sunarti Melawan PT Lion Mentari Airlines)

ANNISSA MAHARDIKA IZZATI, Dr. Sulityowati, S.H., M.Hum.

2015 | Skripsi | S1 ILMU HUKUM

Hukum perlindungan konsumen sejatinya bukanlah cabang hukum baru. Perkembangannya telah dimulai sejak akhir abad ke 18 di Amerika Serikat saat pembentukan Liga Konsumen di tahun 1891 yang menginisiasi lahirnya sebuah gerakan konsumen global termasuk di Indonesia. Meskipun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah dibentuk sejak tahun 1973, payung hukum perlindungan konsumen di Indonesia baru lahir 25 tahun kemudian, yaitu saat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diterbitkan. Sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen, UUPK mengamanatkan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap Daerah Tingkat II di Indonesia. BPSK adalah sebuah lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang bebas biaya serta jauh dari formalitas layaknya pengadilan sehingga sengketa dapat diselesaikan dengan lebih cepat. Salah satu keberhasilan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen terlihat dalam penyelesaian perkara lost luggage claim antara Herlina Sunarti dan PT Lion Mentari Airlines di tahun 2011. Herlina Sunarti, penumpang maskapai Lion Air yang kehilangan kopernya saat menggunakan jasa maskapai tersebut, berhasil memenangkan tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Jumlah ini memang tidak setara dengan kerugian materiil yang dideritanya, namun jauh lebih besar daripada jumlah yang ditawarkan pihak Lion Air sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran BPSK Kota Semarang dalam menyelesaikan sengketa tersebut dan kendala yang dihadapi dalam menjalankan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa. Berdasarkan penelitian yang bersifat normatif empiris ini, Penulis menyimpulkan bahwa BPSK Kota Semarang telah menjalankan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang efisien, cepat, murah dan profesional sesuai amanat UUPK. Meski demikian, dalam melaksanakan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa, BPSK terkendala oleh inkonsistensi dalam UUPK yang menyatakan sifat putusan arbitrase BPSK final dan mengikat namun masih membuka kesempatan untuk mengajukan keberatan atas putusan tersebut ke Pengadilan Negeri. Dari kesimpulan tersebut, Penulis menyarankan adanya amandemen atas UUPK serta reformasi lembaga BPSK.

The consumer protection law is not necessarily a new branch of law. Its development kicked off in the 18th century in the United States of America where the Consumers League was initiated in 1891 which ignited the consumer movement all around the world including in Indonesia. Even though the Indonesian Consumers Foundation (YLKI) was already established in 1973, it took 25 years later to publish the legal protection for consumers, the Law No. 8 of 1999 regarding Consumers Protection (UUPK). As a mean to protect the consumers, UUPK instructed the establishment of the Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) in every regency in Indonesia. BPSK is a free dispute resolution body which is far from court-like formalities. This results in a faster resolution of a consumer dispute. One of the successful stories of BPSK was shown in the resolution of lost luggage claim dispute between Herlina Sunarti and PT Lion Mentari Airlines in 2011. Herlina Sunarti, a Lion Air passenger who lost her baggage while using the airline service, won her claim for compensation for as much as Rp 25.000.000 (twenty five million rupiah). This number was undoubtedly smaller than her material loss, however so much better than the number offered by Lion Air for Rp 3.000.000 (three million rupiah). This research is aimed to analyze the role of BPSK of Semarang in resolving the dispute and the obstacles faced when performing its role as a dispute resolution body. Based on this normative-empirical research, the Author concludes that BPSK of Semarang has performed its role as an efficient, fast, inexpensive, and professional dispute resolution body as instructed by UUPK. However, in performing its role as a dispute resolution body, BPSK is constrained by the inconsistency found within UUPK which stipulates the final and binding nature of BPSK arbitration verdict, and yet provides the opportunity to claim objection of the verdict to the District Court. From that conclusion, the Author recommends the amendment of UUPK as well as the reformation of BPSK as an institution.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa, PT Lion Mentari Airlines Konsumen

  1. S1-2015-316240-abstract.pdf  
  2. S1-2015-316240-bibliography.pdf  
  3. S1-2015-316240-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2015-316240-title.pdf