METAFORA DALAM ANTOLOGI GEGURITAN SESOTYA PRABANGKARA ING LANGIT NGAYOGYA
DWIKA NINGRUM, Drs. Djarot Heru Santosa, M.Hum. ; Drs. Hendrokumoro, M.Hum. ; Drs. Akhmad Nugroho, S.U.
2015 | Skripsi | S1 SASTRA NUSANTARAPengungkapan sebuah ekspresi diri salah satunya dapat diwujudkan melalui sebuah geguritan. Geguritan merupakan sebuah puisi Jawa modern yang tidak terikat oleh sebuah rima. Penciptaan geguritan tentu saja tidak menggunakan bahasa sehari-hari. Maka untuk mengindahkan bahasa geguritan, banyak sekali digunakan lambang-lambang tertentu agar terlihat lebih puitis. Lambang yang digunakan dalam geguritan dapat diwujudkan melalui sebuah metafora. Metafora merupakan ungkapan kebahasan yang tidak dapat diungkapkan secara langsung, maka harus diungkapkan melalui lambang tertentu agar maknanya tersampaikan. Pengungkapan lambang metafora dapat kita temukan dalam penelitian ini yaitu dalam antologi geguritan Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya. Penelitian geguritan ini hanya dibatasi pada karya penciptaan tahun 2013, agar data yang dianalisis lebih spesifik, mendalam, dan dapat dijadikan pijakan untuk melihat karya-karya sebelumnya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan jenis, makna, dan fungsi metafora. Metode yang digunakan yaitu dengan membaca geguritan secara penuh yang nantinya akan ditemukan metaforanya dan menggunakan metode alih bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Sedangkan untuk teori yang digunakan yaitu menggunakan teori Abdul Wahab tentang hierarkhi ruang persepsi manusia dan teori Schleiermacher tentang hermeneutika. Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu kreatifitas tujuh penggurit dalam penciptaan metafora. Dari delapan geguritan yang dianalisis, metafora yang ditemukan sebanyak 39 buah, dengan tujuh macam jenis metafora. Tujuan penggurit dalam menulis metafora yaitu untuk menegaskan kembali makna dan isi geguritan yang ingin disampaikan.
A disclosure of self-expression can be revealed through geguritan. Geguritan is a modern Javanese poetry that is not bound by a rhyme. The creation of geguritan certainly does not use everyday language either. Therefore, to beautify the language of geguritan, there are so many symbols used to make it more poetic. The symbol used in geguritan can be formed through a metaphor. Metaphor is an expression of language that cannot be revealed directly, so it has to be expressed through a particular symbol that the meaning can be conveyed. Exposure of metaphor symbol can be found in this research that is in the anthology of geguritan Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya. This geguritan research is only limited on the work of creation in 2013, in order to make the analyzed data specific, in-depth, and can be a source to see the previous works. The purpose of this research is to describe the kinds, meaning, and function of metaphor. The method used is to read the geguritan fully that will be discovered using the metaphor and translation of the source language to the target language. In addition, the theory used is Abdul Wahab's theory of the hierarchical of human spatial perception and Schleiermacher's theory of hermeneutics. The result that can be drawn from this research is the creativity of seven poets in creating the metaphor. From 8 geguritan that analyzed, there are 39 pieces total metaphor found with seven kinds of metaphor. The poet purpose in writing metaphor is that to reaffirm geguritan meaning and content to be conveyed.
Kata Kunci : metafora, geguritan, Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya / metaphor, geguritan, Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya