Laporkan Masalah

Pusat Teater dan Pedalangan Yogyakarta (Koeksistensi Pementasan Tradisional dan Kontemporer)

ZULFA NUR FADHILA, Harry Kurniawan, ST., M.Sc., Ph.D.

2025 | Skripsi | ARSITEKTUR

Pementasan drama telah lama tumbuh dan membentuk kebudayaan Yogyakarta, baik teater yang umumnya merepresentasikan kehidupan masyarakat, maupun pedalangan dengan epos dan mitologi pada wayang. Eksistensi seni pertunjukan lokal dan tradisional sering menjadi isu yang banyak diperbincangkan dan hingga kini terus diupayakan pelestariannya, terlebih dengan banyaknya budaya asing yang masuk. Mengambil contoh dari pagelaran wayang, generasi muda kurang tertarik karena dianggap kuno; mereka kurang memahami jalan cerita karena kendala bahasa; banyak yang merasa bosan karena durasi pagelaran dapat mencapai 4-5 jam. Hal-hal tersebut juga menjadi hambatan regenerasi pelaku seni.

Transformasi, kolaborasi, dan penciptaan bentuk baru pementasan teater dan pedalangan terus-menerus lahir dan berkembang membentuk beragam wujud seni kontemporer. Saat ini, sudah beberapa kali ditemukan penggabungan berbagai media dalam satu pertunjukan, atau disebut mixed-media performance. Mengikuti tren, ke depannya akan sangat memungkinkan lebih banyak variasi media yang dapat digunakan. Pada akhirnya, kolaborasi berbagai bidang pun menjadi tuntutan.

Penggabungan dua bentuk seni pertunjukan ini dalam lingkungan yang sama diharapkan mampu mendukung kebutuhan keduanya secara optimal. Semakin berkembangnya teater dan permintaan akan pertunjukan yang lebih besar membutuhkan fasilitas yang mampu menampung penonton dalam jumlah yang lebih banyak, terutama untuk acara-acara berskala internasional. Di sisi lain, popularitas dan warisan pedalangan dapat dimaksimalkan dengan kemungkinan adanya modifikasi dan adaptasi bentuk pementasan.

Mengusung konsep Interlocking Ancestral Narratives and Modern Stories, perancangan menekankan penggabung teater dan pedalangan beserta bentuk tradisional dan kontemporernya secara lebih menyatu dengan membentuk titik-titik peleburan. Upaya penggabungan dilakukan dalam bentuk adaptasi terhadap tipe kegiatan pementasan tradisional ke dalam setting perancangan yang modern. Mewadahi penciptaan hingga pementasan disertai fasilitas edukasi, perancangan berusaha mencipatakan ekosistem mikro bagi teater dan pedalangan. Terbuka untuk umum, lanskap berperan sebagai taman kota, menjadi salah satu upaya peningkatan exposure kesenian terhadap publik

Drama performance has long grown and shaped Yogyakarta's culture, both the theatre that generally represents the life of the community, as well as puppetry with epic and mythology in wayang. The existence of local and traditional performing arts is frequently discussed and continued efforts to preserve it keep being done, particularly due to the influx of foreign cultures. Taking the example of wayang, younger generations are less interested because they are considered old-fashioned; they lack understanding of the story's path due to language constraints; many are bored because the duration of the performance can reach 4-5 hours. Those things are also causing obstruction in the regeneration of artists.
Transformation, collaboration, and creation of new forms of theatre and puppetry performance are continually arising and evolving, shaping the diverse existence of contemporary art. In recent times, there have been multiple instances of combining different forms of media into a single show, commonly referred as a mixed-media performance. By staying ahead of the trend, there will be a greater opportunity to utilise a wider range of media. Ultimately, the need for collaboration arises across diverse fields.
The combination of these two forms of performing art in the same environment is expected to support the needs of both optimally. The growing theatre and demand for larger performances require facilities capable of accommodating a larger number of spectators, especially for international events. On the other hand, the potential for enhancing the popularity and long-lasting impact of puppetry lies in the possibility of modification and adaptation of the form of performance.
The design focuses on blending traditional and contemporary forms of theatre and puppetry by creating fusion points, in accordance with the concept of “Interlocking Ancestral Narratives and Modern Stories”. The integration effort was made in the form of an adaptation of the traditional type of performance activity into a modern design setting. From creation to performance along with educational facilities, this design seeks to create a micro-ecosystem for theatre and puppetry. Open to the public, the landscape serves as a city park, becoming one of the attempts to enhance artistic exposure towards the public.

Kata Kunci : teater, pedalangan, optimalisasi perkembangan seni, tradisional dan kontemporer, kolaborasi

  1. S1-2025-460118-abstract.pdf  
  2. S1-2025-460118-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-460118-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-460118-title.pdf