Posisi dan Strategi Ahmad Tohari dalam Arena Sastra Indonesia: Analisis Produksi Kultural Pierre Bourdieu
Yandi Chidlir Wildanta, Dr. Cahyaningrum Dewojati, S.S., M.Hum.
2025 | Tesis | S2 Sastra
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan (1) posisi dan strategi Ahmad Tohari dalam arena kekuasaan dan arena sastra Indonesia; dan (2) menganalisis strategi dan trajektori Ahmad Tohari dalam mencapai posisi dalam arena sastra Indonesia. Secara teoritis, penelitian ini memanfaatkan pendekatan arena produksi kultural Pierre Bourdieu, yaitu arena, habitus, modal, strategi, dan trajektori. Secara metodologis, penelitian ini menggunakan studi kepustakaan, dokumentasi, dan wawancara. Data dalam penelitian terdiri atas karya sastra, catatan media, dan dokumentasi Ahmad Tohari dalam praktik kulturalnya. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk melihat keseluruhan praktik Ahmad Tohari dalam arena sastra Indonesia.
Hasil dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima kelompok temuan. Pertama, dalam praktik kesastraannya, Tohari menghadapi dua bentuk arena kekuasaan, yaitu (1) Orde Baru yang otoritarian, sentralistik, dan militeristik; dan (2) pasca-Orde Baru yang memberikan kebebasan berekspresi, desentralisasi, dan upaya terlepas dari dominasi pusat. Kedua, pada masa Orde Baru, arena kekuasaan berada di bawah kekuasaan rezim Soeharto dan mulai melemah pada masa pasca-Orde Baru, dengan ditunjukkan oleh hadirnya ragam sastra baru seperti sastra wangi, sastra cyber, sastra islam, dan sastra populer. Dalam situasi tersebut, Tohari berada di posisi pertemuan garis sumbu antara kekuasaan otonom dan heteronom. Tohari tidak menunjukkan keberpihakannya dengan kelompok Lekra maupun Humanisme Universal. Pada masa pasca-Orde Baru, Tohari konsisten dengan tematik karya sastra humanisme-religius dan tidak terbawa arus sastra yang berada di bawah pengaruh kapital ekonomi. Ketiga, kepengarangan Ahmad Tohari dibentukoleh tiga habitus utama, yaitu habitus kultural-religius Nahdlatul Ulama, habitus lokalitas dan alam pedesaan Banyumasan, serta habitus jurnalis. Keempat, posisi Tohari dalam arena dipengaruhi oleh tiga jenis bentuk modal, yaitu (1) akumulasi modal simbolik dan kultural dalam bentuk penghargaan sastra dan pengakuan oleh agen legitimate serta masyarakat; (2) modal sosial pesantren dan jurnalis; dan (3) modal ekonomi yang dikompensasi ke dalam modal lain. Kelima, Tohari memanfaatkan tiga bentuk strategi yaitu rekonversi modal sosial-kultural menuju modal simbolik, rekonversi modal simbolik menuju lembaga sosio-institusional, dan reproduksi modal sebagai bentuk diferensiasi dalam arena kebudayaan. Konfigurasi temuan di atas menempatkan posisi Tohari sebagai sastrawan, budayawan, dan living treasure bagi arena sastra Indonesia.
Kata Kunci : arena, habitus, modal, praktik, strategi, legitimasi, posisi