Laporkan Masalah

Wacana Historis dalam Karya Sastra Peranakan Tionghoa Tahun 1900--1930

Corvi Aldhecca Russida, Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.hum.

2024 | Tesis | S2 Sastra

Gerakan Revolusi Tiongkok pada tahun 1911 sedikit banyak mempengaruhi semangat nasionalisme Tionghoa perantauan di beberapa negara, tak terkecuali di Hindia Belanda. Akibat adanya gerakan tersebut, masyarakat Tionghoa perantauan di Hindia Belanda membentuk perkumpulan sendiri sebagai media untuk mempersatukan mereka, salah satunya adalah organisasi THHK. Sebagai diaspora, masyarakat Tionghoa perantauan ini juga mengalami asimilasi dan akulturasi budaya yang dampaknya semakin memperumit identitas jati diri mereka. Dalam ranah sastra, pergulatan identitas tersebut hadir dalam beberapa karya. Karya-karya yang dihasilkan menunjukkan pengaruh berbagai teks dan wacana. Penelitian ini menggunakan tiga objek karya berjudul Lo Fen Koei, Korbannja Kong Ek, dan Dengan Doea Cent Djadi Kaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan wacana historis / discourse historial approach (DHA) Ruth Wodak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian diskursif dengan menggunakan dua cara pengumpulan data, yakni teknik observasi dan studi pustaka. Teknik analisis data melewati empat tahapan, yakni analisis konteks, analisis teks, mengungkapkan makna wacana, dan mengidentifikasi ideologi wacana.

Dalam kerangka intertekstualitas menurut Ruth Wodak, karya-karya ini tidak hanya membangun hubungan antarteks, tetapi juga memproduksi makna baru yang mencerminkan dinamika identitas Tionghoa-Indonesia di bawah kolonialisme, menjadikan mereka sebagai representasi dialog budaya yang unik dan kompleks. Menurut pendekatan interdiskursivitas Ruth Wodak, karya-karya ini tidak hanya mencerminkan tumpang tindih wacana-wacana tersebut, tetapi juga mengonstruksi makna baru yang relevan dengan realitas sosial dan historis masyarakat Tionghoa-Indonesia, menjadikannya arena dialog yang kaya antara tradisi dan perubahan. 

The Chinese Revolutionary Movement in 1911 influenced the spirit of nationalism of overseas Chinese in several countries, including the Dutch East Indies. As a result of this movement, the overseas Chinese community in the Dutch East Indies formed their own association as a medium to unite them, one of which was the THHK organization. As a diaspora, the overseas Chinese also experienced cultural assimilation and acculturation, which further complicated their identity. In the realm of literature, this identity struggle is present in several works. The resulting works show the influence of various texts and discourses. This research uses three objects of works entitled Lo Fen Koei, Korbannja Kong Ek, and Dengan Doea Cent Djadi Kaja. This research uses Ruth Wodak's discourse historical approach (DHA). The method used in this research is the discursive research method using two methods of data collection, namely observation and literature study techniques. The data analysis technique goes through four stages, namely context analysis, text analysis, revealing the meaning of discourse, and identifying discourse ideology.

Within the framework of intertextuality according to Ruth Wodak, these works not only build relationships between texts, but also produce new meanings that reflect the dynamics of Chinese-Indonesian identity under colonialism, making them a unique and complex representation of cultural dialogue. According to Ruth Wodak's interdiscursivity approach, these works not only reflect the overlap of discourses, but also construct new meanings relevant to the social and historical realities of Chinese-Indonesian society, making them a rich arena of dialogue between tradition and change. 


Kata Kunci : Peranakan Tionghoa, Konfusianisme, DHA, interdiskursivitas, intertekstualitas

  1. S2-2024-508070-abstract.pdf  
  2. S2-2024-508070-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-508070-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-508070-title.pdf