Kajian Putusan Pengadilan Yang Membatalkan Putusan Arbitrase BANI Pada Sengketa Kontrak Jasa Konstruksi
Putri Cahya Pertiwi, Arief Setiawan Budi Nugroho, S.T., M.Eng., Ph.D.; Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.
2024 | Tesis | S2 Teknik Sipil
Meningkatnya jumlah penduduk berimplikasi terhadap permintaan ketersediaan infrastruktur. Dalam pelaksanaannya, sering terjadi sengketa ketika klaim yang diajukan tidak ditangani dengan baik. Salah satu lembaga penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah BANI. Lembaga ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu waktu penyelesaian sengketa yang lebih cepat dibandingkan pengadilan, serta putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun, dalam praktiknya putusan BANI dapat diajukan permohonan pembatalan ke Pengadilan Negeri dengan menggunakan alasan unsur tipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU No. 30/1999. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis argumentasi pengadilan saat menerima permohonan pembatalan putusan BANI pada sengketa kontrak jasa konstruksi selama 12 tahun terakhir (tahun 2010-2022), serta memberikan penilaian dari perspektif hukum konstruksi terhadap pertimbangan yang digunakan oleh Pengadilan dan BANI.
Penelitian ini mengkaji 35 putusan Pengadilan Negeri terkait permohonan pembatalan putusan BANI pada sengketa kontrak jasa konstruksi. Data tersebut diperoleh dari Repository Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 kasus, 14 kasus diterima dan 21 kasus ditolak oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri menggunakan dua argumentasi dalam menerima permohonan pembatalan putusan BANI. Pertama, menggunakan Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase yang memberi kewenangan hakim untuk membatalkan putusan atas dasar tipuan, yaitu sebanyak 12 kasus. Hal ini meliputi 1 kasus terkait dokumen palsu (subkontraktor merekayasa laporan auditor mengenai pekerjaan tambah), 2 kasus menyembunyikan perubahan susunan direksi saat penandatanganan kontrak dan kontraktor menyembunyikan kontrak dengan subkontraktor/pemasok yang melarang penyesuaian harga akibat fluktuasi nilai tukar, serta 9 kasus tipu muslihat (terkait netralitas arbiter, dokumen draft yang diklaim arbiter sebagai final statement, pemberian laba ditahan, pembelian scaffolding, konfigurasi turbin uap, supply listrik, kerusakan sea water intake, penilaian progres pekerjaan kontraktor, pendapat BPKP final dan mengikat, serta perhitungan progres pekerjaan tanpa didasari oleh QS independen dan pekerjaan tambah). Kedua, menggunakan argumentasi lainnya seperti ne bis in idem (asas yang melarang seseorang untuk diadili dan dihukum lebih dari satu kali atas perbuatan yang sama) dan bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (2 kasus). Pengadilan Negeri menggunakan argumentasi di luar unsur tipuan karena terdapat kontradiksi antara ketentuan dalam Pasal 70 dan penjelasannya.
Dari 14 putusan BANI yang dibatalkan, terdapat 6 kasus terkait sengketa konstruksi dan 8 kasus hukum. Kajian hanya berfokus pada isu konstruksi. Dari 6 kasus konstruksi, BANI dinilai konsisten dengan kontrak FIDIC, JCT, dan peraturan terkait. Dari 20 subkasus konstruksi, 18 subkasus sesuai peraturan terkait, sedangkan 2 subkasus tidak. Sementara itu, pertimbangan Pengadilan hanya 1 subkasus yang sesuai dengan peraturan terkait, sisanya 19 subkasus tidak. Berdasarkan jumlah subkasus tersebut, seharusnya Pengadilan tidak mengadili substansi perkara.
The growing population has implications for the demand for available infrastructure. In its implementation, disputes often arise when submitted claims are not properly handled. One of the dispute resolution institutions through arbitration is BANI (the Indonesian National Arbitration Board). This institution has several advantages, namely a faster dispute settlement time compared to the court and a final and binding decision. However, in practice, BANI's decisions can be submitted for cancellation to the District Court on the grounds of fraud as stipulated in Article 70 of Law No. 30/1999. This study aims to analyze the court's arguments when accepting applications for cancellation of BANI's decisions in construction service contract disputes over the last 12 years (2010-2022) and provide an assessment from the perspective of construction law on the considerations used by the Court and BANI.
The research examines 35 District Court decisions related to applications for cancellation of BANI's decisions in construction service contract disputes. The data was obtained from the Supreme Court Repository. The results showed that out of 35 cases, 14 cases were accepted, and 21 cases were rejected by the District Court. The District Court used two main arguments in accepting the application for cancellation of the BANI decision. First, using Article 70 of the Arbitration Law, which gives the judge the authority to cancel the decision based on fraud, in 12 cases. This includes 1 case related to false documents, 2 cases of hiding changes in the contractor's leadership and hiding a subcontract prohibiting price adjustments, and 9 cases of fraud (related to arbitrator neutrality, document manipulation, financial irregularities, and improper work assessment). Second, using other arguments such as the principle of ne bis in idem (prohibiting double jeopardy) and contravening decency and public order (2 cases). The District Court used arguments outside the element of fraud because there was a contradiction between the provisions in Article 70 and its explanation.
Of the 14 BANI decisions that were canceled, there were 6 cases related to construction disputes and 8 legal cases. The study only focuses on construction issues. Of the 6 construction cases, BANI was considered consistent with the FIDIC, JCT, and related regulations. Of the 20 construction sub-cases, 18 were in accordance with the relevant regulations, while 2 sub-cases were not. Meanwhile, the court's considerations were only 1 sub-case that was in accordance with the relevant regulations; the remaining 19 sub-cases were not. Based on the number of sub-cases, the Court should not have adjudicated the substance of the cases.
Kata Kunci : Kapabilitas, Substansi Konstruksi, Keadilan, Arbitrase, Sengketa, Capability, Construction Substance, Justice, Arbitration, Dispute