Peroesoehan di Koedoes Karya Tan Boen Kim: Kajian New Historicism
Rosalita, Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum.
2024 | Tesis | S2 Sastra
Peroesoehan di Koedoes karya Tan Boen Kim merupakan salah satu novel
peranakan Tionghoa yang menuliskan kembali peristiwa kerusuhan anti-Tionghoa di
Kudus tahun 1918 akibat konflik etnis antara pribumi dan Tionghoa. Konflik
tersebut disebabkan karena faktor ekonomi, yaitu perebutan teritorial
perekonomian dan perebutan tenaga kerja. Walaupun memuat banyak catatan
historis, teks ini juga berjejalin dengan imajinasi dan harapan-harapan
pengarang. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan new historicism
Stephen Greenblatt untuk melihat strategi pengarang dalam menyusun dan memobilisasi
peristiwa kerusuhan Kudus 1918 ke dalam ruang kultural baru yaitu karya sastra.
Di samping itu, penelitian ini mempertimbangkan historisitas produksi teks,
serta sirkulasi energi sosial yang melingkupi pengarang. Dengan demikian, dapat
diketahui sikap pengarang terhadap sejarah dalam sebuah karya sastra.
Adapun langkah kerja new historicism pada
penelitian ini, yaitu: Pertama, menganalisis tindak kepengarangan Tan Boen Kim dengan cara
melihat representasi dan refleksi dirinya dalam teks Peroesoehan di Koedoes serta
perbandingannya dengan karya-karyanya yang lain. Kedua, tekstualitas historis
yaitu menganalisis bentuk mobilitas kultural yang dilakukan pengarang pada teks
Peroesoehan di Koedoes. Ketiga, historisitas teks yaitu
menganalisis peristiwa kesejarahan sezaman yang berkaitan dengan teks dan juga
pengarang, serta sirkulasi energi sosial yang melingkupi pengarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, tindak
kepengarangan Tan Boen Kim dalam karya-karyanya merepresentasikan bahwa ia
adalah seorang moralis. Moralitasnya tersebut dipengaruhi oleh perkembangan organisasi
pan-Tiongkok awal abad ke-20 yang mengarahkan orientasi kultural masyarakat
peranakan Tionghoa pada ajaran moral Khonghucu. Kedua, melalui teks Peroesoehan
di Koedoes, Tan Boen Kim turut hadir menyumbangkan kode-kode kultural dalam
membangun wacana kerusuhan di Kudus. Namun, di beberapa peristiwa yang dihadirkan
Tan Boen Kim dalam teks, ia cenderung menjadi problematis ketika dihadapkan
dengan identitas etnis tertentu. Tindakan praising-nya pada etnis
Tionghoa dan blaiming-nya terhadap pribumi tergolong berlebihan,
sehingga mendiskreditkan etnis lain. Hal ini mengakibatkan pembelaannya
terhadap korban kerusuhan menjadi kontraproduktif, dengan kata lain, Tan Boen
Kim membicarakan moralitas dengan cara yang kurang bermoral. Ketiga, Tan
Boen Kim hidup di zaman kolonial yang di dalamnya etnis Tionghoa sering kali mendapatkan
diskriminasi rasial dari pemerintah. Hal itu berpengaruh pada dirinya sebagai
seorang peranakan, sehingga narasi-narasinya cenderung menaruh curiga/prasangka
terhadap etnis lain. Maka dari itu, ia melakukan mobilitas kultural melalui
karya-karyanya sebagai bentuk respons terhadap struktur masyarakat kolonial dan
juga kemerosotan moral pada masa itu.
Peroesoehan di Koedoes by Tan Boen Kim is a Tionghoa Peranakan novel
that rewrites the events of the anti-Tionghoa riots in Kudus in 1918 due to
ethnic conflict between natives and Tionghoa. The conflict was caused by
economic factors, namely the struggle for economic territory and the struggle
for labor. Even though it contains many historical notes, this text is also
intertwined with the author's imagination and hopes. Therefore, this research
uses Stephen Greenblatt's new historicism to look at the author's strategy in
compiling and mobilizing the 1918 Kudus riots into a new cultural space, namely
literary works. In addition, this research considers the historicity of text
production, as well as the circulation of social energy surrounding the author.
In this way, the author's attitude towards history in a literary work can be
known.
The working steps for new historicism in this research are: First,
analyzing Tan Boen Kim's authorship by looking at his representation and
reflection in the text Peroesoehan di Koedoes and
comparing it with his other works. Second, historical textuality, namely
analyzing the form of cultural mobility carried out by the author in the text Peroesoehan
in Koedoes. Third, the historicity of the text, namely analyzing
contemporary historical events related to the text and the author, as well as
the circulation of social energy surrounding the author.
The research results show that: First, Tan Boen Kim's authorship in his
works represents that he is a moralist. This morality was influenced by the
development of pan-Tionghoa organizations in the early 20th century which
directed the cultural orientation of the Peranakan Tionghoa community towards
Confucian moral. Second, through the text Peroesoehan
in Koedoes, Tan Boen Kim was also present to contribute cultural codes in
building the discourse on the riots in Kudus. However, in several events that
Tan Boen Kim presents in the text, he tends to become problematic when faced
with certain ethnic identities. His praising of ethnic Chinese and his blaiming
of natives are considered excessive, thus discrediting other ethnicities. This
resulted in his defense of riot victims being counterproductive, in other
words, Tan Boen Kim talked about morality in a less moral way. Third, Tan Boen
Kim lived in the colonial era where ethnic Chinese often experienced racial
discrimination from the government. This affects him as a Peranakan, so his
narratives tend to be suspicious/prejudiced towards other ethnicities.
Therefore, he carried out cultural mobility through his works as a response to the
structure of colonial society and also the moral decline at that time.
Kata Kunci : Peroesoehan di Koedoes, New Historicism, Tindak Kepengarangan Tekstualitas Historis, Historisitas Teks