Perancangan Culture Corridor Kota Batu dengan Pendekatan Teori Space, Event, dan Movement
FARIS AKBAR ISMAWANTO, Harry Kurniawan, S.T., M.Sc., Ph.D.
2024 | Skripsi | ARSITEKTUR
Kebudayaan lokal menjadi suatu kebanggaan sekaligus identitas suatu daerah, begitu pula dengan Kota Batu. Kebudayaan lokal yang berupa kesenian rakyat dilestarikan dengan baik oleh masyarakat Kota Batu, dibuktikan dengan banyaknya jumlah sanggar atau padepokan seni. Masyarakat Kota Batu sadar akan kekayaan budaya yang mereka miliki, mereka mempunyai kecenderungan kuat untuk memamerkan dan merayakan kesenian dengan caranya masing-masing. Namun, sampai saat ini masih belum ada ruang dan wadah untuk menampung pameran dan perayaan kesenian rakyat Kota Batu. Masyarakat cenderung menggunakan jalanan untuk mengekspresikannya dengan cara berpawai. Jika ditinjau dari Kalender Wisata Kota Batu pada tahun 2023, dapat diketahui bahwa pawai karnaval padat dilaksanakan pada sepanjang tahun. Ketidakadaan ruang dan padatnya jadwal pawai karnaval ini tentunya menciptakan masalah baru, terutama masalah lalu lintas akibat penutupan jalan.
Dilatarbelakangi kondisi tersebut, maka dibutuhkan sebuah cultural center dengan bentuk koridor jalan yang mengakomodasi karakter kesenian rakyat Kota Batu. Melalui cultural center ini, masyarakat akan lebih mudah untuk memamerkan dan merayakan kesenian rakyat yang mereka miliki. Keberadaan cultural center juga akan memaksimalkan potensi dan nilai dari kesenian rakyat itu sendiri. Digunakan teori “space, event, dan movement” oleh Bernard Tschumi sebagai acuan proses desain guna menciptakan cultural center yang responsif terhadap karakter dan kebutuhan kesenian rakyat maupun tapak objek rancangan.
Local culture serves as both a source of pride and identity for a city, as is also the case of Batu City. Local culture, manifested in folk arts, is well preserved by the people of Batu City as evidenced by the large numbers of art studios and ”padepokan”. The people of Batu City are aware of their cultural riches, they have a strong tendency to show and celebrate the culture in their own ways. However, to date, there has been a lack of space and facilities to accommodate the showcases and celebrations of the folk arts. The people tend to use the streets as venues to show and celebrate the culture through carnival parade. Upon reviewing the 2023 Batu City Tourism Calendar, it is shown that carnival parade were tightly scheduled throughout the year. The lack of space and tight schedule certainly creates new problems, especially traffic problems due to road blockade.
Based on these conditions, a cultural center in the form of streets corridor is needed to accommodates the character of Batu City’s folk arts. Through this cultural center, the people of Batu City will find it easier to show and celebrate their culture. The presence of this cultural center will also maximize the potential and value of the folk art itself. The theory of “space, event, and movement” by Bernard Tschumi is used as a reference for the design process to create a cultural center that is responsive to the character and needs of Batu City's folk arts and the site of the design object.
Kata Kunci : Kebudayaan, kesenian rakyat, Kota Batu, koridor jalan, pawai karnaval