REVOLUSI HIJAU DAN MUSIK PETANI USING DI BANYUWANGI : PERUBAHAN MODE PERGELARAN ANGKLUNG PAGLAK DI DESA KEMIREN, BANYUWANGI, DARI MUSIK TRADISI PANEN MENJADI MUSIK TURISTIK
FRANSISKUS ASISI ARYA SETA WICAKSANA, Dr. Gabriel Roosmargo Lono Lastoro Simatupang, M.A.
2024 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Angklung paglak adalah ensambel dari etnis Using di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur. Awalnya, Angklung paglak akan dibunyikan di sawah dan dimainkan selama proses panen padi berlangsung. Penerapan revolusi hijau di Banyuwangi melalui penggunaan varietas unggul dan teknologi pertanian baru mengubah gelaran dan tradisi panen padi pada masyarakat Using, termasuk ditinggalkannya Angklung paglak dalam rangkaian proses panen. Angklung paglak mengalami pergeseran fungsi, konteks, dan penyikapannya, baik bagi petani maupun bagi penabuh. Kini, nyawa dari Angklung paglak bukanlah dari tradisi panen masyarakat Using, melainkan pariwisata budaya. Antropologi menyikapi gejala kesenian melalui pendekatan fenomenologi atau studi saintifik mengenai pengalaman manusia dalam suatu pergelaran kesenian. Teori ini dielaborasikan dengan prinsip etnomusikologi untuk mendalami proses pembentukan suatu budaya musik. Penelitian ini turut mendalami keterikatan ekologis antara petani dengan lingkungan fisik-alamnya melahirkan tradisi musik Angklung paglak. Keberlanjutan Angklung paglak dalam konteks pariwisata menjadi poin akhir dari penelitian ini, untuk memberikan gambaran statusnya, sebagai suatu tradisi otentik atau tradisi yang dibuat-buat. Etnografi musik menjadi metode dalam penelitian ini, informan terbagi dalam 3 kategori, audiens, figur kunci, dan musisi. Informan tersebut terbagi dalam dua okupasi, petani dan penabuh. Data-data diperoleh melalui wawancara mendalam, partisipasi kegiatan, observasi, pengambilan gambar, dan perekaman audio-video. Hasil penelitian menunjukkan Angklung paglak pra-revolusi hijau bergantung pada ekologi kegiatan panen yang dilakukan oleh masyarkat Using sehingga, musik tersebut dapat terjaga, terkonstruksi, dan dialami kembali dalam kerangka pergelaran panen. Sementara itu, revolusi hijau menghilangkan ketergantungan Angklung paglak dengan tradisi panen menjadi pariwisata, sehingga saat ini penabuh dan petani memiliki pengalaman yang berbeda dari konteks panen.
Angklung paglak is an ensemble from the Using ethnic group in Kemiren Village, Banyuwangi, East Java. Traditionally, Angklung paglak was played in the rice fields during the harvest process. The implementation of the Green Revolution in Banyuwangi, through the use of high-yield varieties and new agricultural technologies, altered the harvest rituals and traditions of the Using community, leading to the abandonment of Angklung paglak in the harvest process. This study examines the shift in the function, context, and perception of Angklung paglak among both farmers and musicians. Today, the essence of Angklung paglak lies not in the traditional harvest rituals, but in cultural tourism. This phenomenon is analyzed through a phenomenological approach in anthropology, complemented by ethnomusicological principles to explore the formation of musical culture. The research delves into the ecological ties between farmers and their physical environment, which gave rise to the musical tradition of Angklung paglak. The sustainability of Angklung paglak in the context of tourism is the focal point of this study, aiming to determine whether it remains an authentic tradition or a constructed one. Ethnomusicology serves as the method for this research, with informants categorized into three groups: audience, key figures, and musicians, further divided into farmers and musicians. Data were collected through in-depth interviews, participation in activities, observations, photography, and audio-video recordings. The findings reveal that pre-Green Revolution Angklung paglak was intertwined with the ecological activities of the Using community's harvest, ensuring its preservation, construction, and experiential recurrence within the harvest framework. However, the Green Revolution severed the dependency of Angklung paglak on the harvest tradition, resulting in distinct experiences for musicians and farmers compared to the traditional harvest context.
Kata Kunci : Angklung paglak, Revolusi Hijau, Pergelaran, Proses Pembentukan, Keberlanjutan