Laporkan Masalah

Kritik Pertunjukan Teater Satu Semalam Masa Silam Mengunjungiku dalam Perspektif Evaluasi Seni Noel Carroll

Arung Hutari Dea Premita, Dr. G.R. Lono Lastoro Simatupang, M.A.; Dr. Phil. Oki Rahadianto Sutopo, S.Sos., M.Si.

2024 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Kritik Pertunjukan Teater Satu Semalam Masa Silam Mengunjungiku dalam Perspektif Evaluasi Seni Noel Carroll

Terdapat kesenjangan yang signifikan antara jumlah pertunjukan dan ulasan pada pertunjukan Teater Satu, termasuk karya SMSM. Wacana yang dibangun oleh Teater Satu akan “hilang” tanpa kritik yang menyertai perjalanan kreatifnya. Kehadiran kritik belum mampu mengimbangi jumlah pertunjukan yang diproduksi banyak kelompok teater di Indonesia. Selain itu, karya SMSM memiliki bentuk yang khas dan berbeda dari bentuk pertunjukan teater pada umumnya. Penelitian terhadap karya SMSM bertujuan: 1) mengidentifikasi dan menganalisis bentuk pertunjukan SMSM; 2) menganalisis representasi kritik terhadap kapitalisme dalam pertunjukan SMSM; 3) mengevaluasi bentuk pertunjukan SMSM. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kritik seni, memanfaatkan teori Kritik Seni Noël Carroll dan Semiologi Roland Barthes sebagai alat analisis utama. 

Hasil penelitian mengungkapkan tiga hal utama. Pertama, pertunjukan SMSM terdiri dari setidaknya 15 puzzle penyusun yang sebagian besar berasal dari potongan karya Teater Satu sebelumnya, dengan tema berbeda tiap puzzle. SMSM diklasifikasikan sebagai teater post-dramatik dengan struktur adegan non-hierarki. Kedua, kritik terhadap kapitalisme dalam SMSM direpresentasikan melalui berbagai elemen seperti dialog, tokoh, adegan, properti, set panggung, dan layar multimedia. Kapitalisme digambarkan sebagai penyebab utama masalah sosial seperti konsumsi berlebihan, kesenjangan sosial, dan alienasi, dengan kota sebagai metafora peradaban kapitalisme. Ketiga, pertunjukan SMSM di Auditorium Teater ISI Yogyakarta menampilkan pola artistik yang menggabungkan berbagai gaya, melepaskan diri dari aliran teater tradisional. Jika mengacu pada tahun di mana karya SMSM diproduksi, sekitar tahun 2020-2022, isu yang dibangun dalam karya belum sampai pada era kapitalisme kontemporer seperti isu privasi, kapitalisasi pengawasan dan monetisasi berbagai data pribadi masyarakat. Secara artistik, pilihan multi-pendekatan yang berisiko membingungkan penonton telah diantisipasi oleh Teater Satu dengan memberikan introduksi pra-pertunjukan, yang sayangnya tidak selalu disimak oleh semua penonton. Secara keseluruhan dan kebaruannya, produksi dan pertunjukan SMSM sangat layak diapresiasi.


Critique of Teater Satu's Performance "Semalam Masa Silam Mengunjungiku" from the Perspective of Noel Carroll's Art Evaluation

There is a significant gap between the number of performances and reviews of Teater Satu's productions, including SMSM. Without critiques, the discourse created by Teater Satu risks being lost. Criticism has not kept pace with the number of performances by many Indonesian theater groups. Moreover, SMSM has a distinctive form, different from typical theater performances. This research aims to: 1) identify and analyze the structure of SMSM performances; 2) analyze the representation of criticism against capitalism in SMSM; 3) evaluate the form of SMSM performances. It employs qualitative methods with an art criticism approach, utilizing Noël Carroll's Art Criticism Theory and Roland Barthes' Semiotics as primary tools.

The research reveals three main findings. First, the SMSM performance comprises at least 15 puzzle pieces, mostly derived from previous Teater Satu works, each with a different theme. SMSM is classified as post-dramatic theater with a non-hierarchical scene structure. Second, criticism of capitalism in SMSM is represented through various elements such as dialogue, characters, scenes, props, stage sets, and multimedia screens. Capitalism is depicted as the primary cause of social issues like overconsumption, social inequality, and alienation, with the city as a metaphor for capitalist civilization. Third, the SMSM performance at the ISI Yogyakarta Theater Auditorium displays an artistic pattern that combines various styles, breaking away from traditional theater norms. Considering the period of SMSM's production, around 2020-2022, the issues addressed have not fully encompassed contemporary capitalism topics such as privacy, surveillance capitalism, and the monetization of personal data. Artistically, the multi-approach choice, which risks confusing the audience, was anticipated by Teater Satu through a pre-performance introduction, which unfortunately, not all audience members paid attention to. Overall, SMSM's production and performance are highly commendable for their novelty and execution.


Kata Kunci : kritik seni, pertunjukan teater, kapitalisme, Semalam Masa Silam Mengunjungiku (SMSM), Teater Satu

  1. S2-2024-485162-abstract.pdf  
  2. S2-2024-485162-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-485162-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-485162-title.pdf