Museum Budaya Serang dengan Pendekatan Konsep Liminalitas
Enggar Dwiarta Prasetyo, Dr. Ir. Dwita Hadi Rahmi, M.A.
2024 | Skripsi | ARSITEKTUR
Indonesia adalah negara yang penuh akan keberagaman. Setiap daerahnya memiliki keunikan dan latar belakang budaya yang khas. Islam masuk di Indonesia membawa pengaruh yang kompleks, terutama pada kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Tak jarang ditemui nilai Islam yang lebih menonjol di suatu daerah daripada daerah lainnya. Hal ini tak lepas dari peran ulama yang mendakwahkan Islam di daerah tersebut. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Serang, Banten. Bermula dari sejarah pendirian Kasultanan Banten oleh Sultan Maulana Hasanudin, putra Sunan Gunung Jati. Kabupaten Serang tumbuh dengan nilai Islam yang kental, melahirkan ulama-ulama dan syekh yang mendunia. Terutama di wilayah Kecamatan Tanara, lahir seorang ulama dan imam besar di Muharamain, beliau adalah Syekh Nawawi Al-Bantani. Salah satu karya beliau, yakni Kitab Kuning, sangat diakui dunia dan masih menjadi pokok pembelajaran kurikulum pesantren di Indonesia, dan beberapa negara Islam lain.
Serang sebagai salah satu daerah dengan potensi budaya dan nilai sejarah yang tinggi, pemerintah Kabupaten Serang berniat menjadikan wilayah Serang Pesisir, terutama Banten Lama, Tirtayasa, dan Tanara sebagai destinasi wisata religi. Hal ini yang melatarbelakangi perencanaan dan perancangan Museum Budaya Serang. Diharapkan museum dapat menjadi transisi untuk kehidupan masyarakat, mampu meningkatkan tingkat pendidikan di wilayah tersebut, mendongkrak pariwisata, serta menjadi salah satu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melalui pendekatan konsep liminalitas, Museum Budaya Serang didesain untuk menjadi sebuah intro, ambang batas, dan pengenal terhadap masyarakat bahwa mereka telah memasuki wilayah Kabupaten Serang yang sarat akan nilai Islamnya. Terciptanya interaksi sosial-budaya dan pengalaman ruang yang baru sebagai dampak dari penerapan konsep liminalitas diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah bagi museum untuk mengoptimalkan daya tariknya terhadap pengunjung museum. Penerapan konsep liminalitas secara menyeluruh terhadap museum, menciptakan bangunan yang kontekstual, menciptakan sebuah efek transisi yang mempunyai sense of belonging yang menarik, serta penggunaan publik yang inovatif.
Indonesia is a country known for its rich cultural diversity. Each region possesses its unique characteristics and cultural background. The advent of Islam in Indonesia has brought a complex influence, particularly in shaping the local cultures. It is not uncommon to observe variations in the prominence of Islamic values across different regions. This disparity can be attributed to the significant roles played by religious scholars in propagating Islam in a particular region. One such region is Serang regency in Banten, which traces its roots back to the establishment of the Sultanate of Banten by Sultan Maulana Hasanudin, the son of Sunan Gunung Jati. Serang regency has flourished with a distinct Islamic value, giving rise to renowned scholars and sheikh. Notably, the Tanara district has been the birthplace of prominent figures like Sheikh Nawawi Al-Bantani, an esteemed scholar and imam in Muharamain. His notable work, the "Kitab Kuning", holds international recognition and remains a fundamental component of the Islamic boarding school curriculum in Indonesia and other Islamic nations.
Recognizing the high cultural and historical potential of Serang, the local government of Serang regency aims to develop the northern part of Serang, specifically Banten Lama, Tirtayasa, and Tanara, as religious tourism destinations. This vision has laid the foundation for the planning and design of the Serang Cultural Museum. The museum is expected to act as a transitional space, enabling the local community to enhance their educational opportunities, boost tourism, and contribute to the overall welfare of the society.
Utilizing the concept of liminality, the design of the Serang Cultural Museum serves as an introduction, a threshold, and an emblematic representation signifying the entrance of Serang regency, characterized by its rich Islamic values. By implementing the concept of liminality comprehensively, the museum aims to facilitate social and cultural interactions and provide visitors with novel spatial experiences, thus maximizing the museum's appeal and value. The thorough application of the concept of liminality towards the museum creates a contextually appropriate architectural structure, fostering a compelling sense of belonging and embracing innovative public utilization.
Kata Kunci : wisata religi, museum, liminalitas, ambang batas, transisi