Laporkan Masalah

Nasionalisme Religius Bambang Soelarto dalam Drama Domba-Domba Revolusi, Sejarah Sastra & Bangsa Indonesia (Politik Ruang Bangsa – Sara Upstone)

YUSRIL IHZA FAUZUL AZHIM, Prof. Faruk H.T., S.U.

2024 | Tesis | S2 Sastra

Drama Domba-Domba Revolusi karya Bambang Soelarto yang berlatar peperangan pada tahun 1946 ini menceritakan sekumpulan orang yang terjebak di dalam Losmen. Sekumpulan orang ini terdiri dari Perempuan pemilik Losmen, Penyair, Politikus, Pedagang dan Petualang.  Dalam situasi perang yang serba mendesak, mereka memilih tinggal di dalam Losmen dengan tujuan berlindung dari Serdadu Kolonial. Pada kontruksi ruang bangsa dalam drama Domba-Domba Revolusi digambarkan secara berlapis dan memiliki hubungan secara metonimik sekaligus metaforik. Ruang Pertama yang berada di lapisan paling bawah dan langsung bersentuhan dengan pengalaman setiap tokoh dalam drama adalah Ruang Losmen. Adapun Ruang Kedua adalah Ruang Kota yang kerap disebut sebagai Kota Tengah. Selebihnya adalah Ruang Ketiga, yaitu ruang yang lebih luas, dan hanya disinggung secara selintas, ruang itu adalah ruang negara terjajah – tepatnya Indonesia. Selain itu, penelitian ini menggunakan teori politik ruang Sara Upstone, terutama Ruang Bangsa (Nation) sebagai pendekatan teoretis untuk mengetahui, menguraikan dan mengkaji bagaimana kontruksi ruang bangsa dan bentuk nasionalisme yang diimplikasikan oleh ruang bangsa dalam drama Domba-Domba Revolusi, serta menjelaskan konteks pascakolonialisme yang memungkinkan kontruksi ruang dan nasionalisme untuk mengungkap bagaimana ideologi, posisi, identitas, polemik, dinamika politik, maupun eksistensi Bambang Soelarto sebagai seorang penulis drama di era kejayaannya. Dalam hal ini, nasionalisme Soelarto menjadi pascakolonial, dan tentu dengan nilai humainsme universal, karena menganggap bahwa penindasan bukan hanya dilakukan pihak Belanda (Penjajah/Kolonial), tetapi juga dari pihak Pribumi sendiri. Artinya, dapat disimpulkan bahwa Bambang Soelarto dalam sejarah sastra dan bangsa Indonesia melalui karya dramanya berjudul Domba-Domba Revolusi merupakan seorang tokoh sastra (dramawan) yang berpihak kepada ideologi Militer (prinsip Militer era Revolusi dalam menghadapi ekaspansi Penjajah/Kolonial) dan berpihak kepada ideologi humanisme universal kelompok Manifes Kebudayaan (Manikebu) – ketika melihat penindasan terjadi dan dilakukan oleh saudara sebangsanya sendiri (bangsa Indonesia) – serta menunjukan adanya unsur ideology nasionalisme religius yang ditunjukan melalui eksistensi tokoh Perempuan.

Domba-Domba Revolusi by Bambang Soelarto set during the war in 1946 tells the story of a group trapped in a guesthouse. This group comprises women who own inns, poets, politicians, traders and adventurers. In an urgent war, they chose to stay in the Inn to take refuge from the Colonial Soldiers. The construction of national space in the drama Domba-Domba Revolusi is depicted in layers and has a metonymic and metaphorical relationship. Ruang Pertama, which is at the bottom layer and is directly in contact with the experiences of each character in the drama, is Ruang Losmen. Ruang Kota, which is often referred to as Kota Tengah, is called Ruang Kedua. The rest is the Ruang Ketiga, a more expansive space, and only briefly touched on namely ruang negara terjajah (the space of the colonized country; Indonesia). In addition, this research uses Sara Upstone's spatial political theory, especially Nation Space, as a theoretical approach to find out, describe and study how the construction of national space and the forms of nationalism implied by national reach in the drama of Domba-Domba Revolusi, as well as explaining the postcolonial context, which allows the construction of space and nationalism to reveal the ideology, position, identity, polemics, political dynamics and existence of Bambang Soelarto as a drama writer in his glorious era. In this case, Soelarto's nationalism becomes postcolonial and contains universal humanistic values because the idea itself bears assumption that oppression was not only carried out by the Dutch (Colonizers/Colonials) but also by the Natives themselves. In conclusion, Bambang Soelarto, in the history of Indonesian literature and the nation, was a literary figure (playwright) who sided with the Military (Military principles of the Revolutionary era in the face of Colonial Expansion) and humanism universal of Cultural Manifesto group. (Manikebu). Throughout his drama, Domba-Domba Revolusi, they witnessed the oppression and was carried out by their countrymen (the Indonesian people) - and shows the elements of religious nationalism ideology shown through the existence of female characters.

Kata Kunci : Bambang Soelarto, Sara Upstone, Ruang Bangsa, Nasionalisme, Pascakolonial.

  1. S2-2024-467154-abstract.pdf  
  2. S2-2024-467154-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-467154-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-467154-title.pdf