FENOMENA CANCEL CULTURE DI TWITTER DITINJAU DARI TEORI PUBLIC SPHERE JÜRGEN HABERMAS
Riski Islahuddyn, Drs. Agus Wahyudi, M.Si., M.A., Ph.D; Dr. Supartiningsih, S.S., M.Hum.
2023 | Skripsi | ILMU FILSAFAT
Penelitian ini mengkritisi fenomena cancel culture yang masif terjadi di media sosial, terutama di Twitter, dan telah berpengaruh terhadap bagaimana masyarakat berdinamika di ruang publik. Penelitian ini penting untuk membedah sejauh mana cancel culture berpengaruh pada dinamika masyarakat di media sosial—sebagai ruang publik—dan menguak dampak sosialnya terhadap individu yang menjadi korban pembatalan maupun individu yang khawatir menjadi korban.
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode hermeneutik-filosofis digunakan dalam penelitian ini guna merefleksikan problematika cancel culture di Twitter sebagai ruang publik. Objek material yang dikaji adalah fenomena cancel culture di Twitter, sementara teori ruang publik Jürgen habermas digunakan sebagai objek formal atau pisau analisis dalam penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan dua poin. Pertama, fenomena cancel culture membatasi kebebasan berbicara seseorang melalui tekanan sosial dan rasa takut untuk berekspresi secara terbuka di Twitter. Kedua, cancel culture mereduksi fungsi ruang publik dengan membentuk fragmentasi dan membentuk echo chamber dengan mengelompokkan individu dengan pandangan serupa yang mengakibatkan hilangnya inklusivitas partisipasi individu dan mengancam keberlangsungan demokrasi serta mencegah pembaruan sosial yang sehat.
This research criticizes the cancel culture phenomenon that has massively occurred on social media, especially on Twitter, and has influenced how the community dynamics in the public sphere. This research is important to dissect the extent to which cancel culture affects the dynamics of society in social media - as a public space - and reveal its social impact on individuals who are victims of cancellation and individuals who are worried about becoming victims.
This qualitative research using the hermeneutic-philosophical method is used in this research to reflect on the problematics of cancel culture on Twitter as a public space. The material object studied is the cancel culture phenomenon on Twitter, while Jürgen Habermas' public space theory is used as the formal object or analysis knife in this research.
The results of this study conclude two points. First, the cancel culture phenomenon limits one's freedom of speech through social pressure and fear of open expression on Twitter. Second, cancel culture reduces the function of public space by forming fragmentation and forming echo chambers by grouping individuals with similar views which results in the loss of inclusiveness of individual participation and threatens the sustainability of democracy and prevents healthy social renewal.
Kata Kunci : Cancel Culture, Media Sosial, Twitter, Ruang Publik, Kebebasan Berbicara, Demokrasi, Echo Chamber, Tekanan Sosial, Pembaruan Sosial.