MENONTON FILM DI BIOSKOP JAKARTA, 1950-an - 1960-an

GHESA RIRIAN MITALIA, Prof. Dr. Bambang Purwanto, M. A.

2023 | Tesis | S2 Sejarah

Tesis ini membahas mengenai perkembangan kota Jakarta dan kaitannya dengan pertumbuhan bioskopnya serta terbentuknya tradisi menonton film bioskop di masyarakat Jakarta selama periode 1950-an hingga 1960-an. Pada periode tersebut Jakarta mengalami perkembangan yang sangat massif sebagai sebuah ibukota. Kembalinya Jakarta menjadi ibukota Republik Indonesia membuat Jakarta menjadi pusat dari segala pusat kegiatan. Hal ini kemudian yang mendorong arus urbanisasi masyarakat dari daerah ke Jakarta karena adanya harapan akan taraf hidup yang lebih baik. Pertambahan julmlah penduduk di Jakarta akibat arus urbanisasi ini kemudian mendorong Pemerintah Kota Jakarta melakukan berbagai perkembangan kota untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat Jakarta. Termasuk perkembangan akan hiburan, seperti bioskop. Jakarta tidak hanya memiliki bioskop dengan berbagai tingkatan kelas, tetapi juga menjadi kota nomor satu di Indonesia yang memiliki jumlah bioskop terbanyak. Pertambahan jumlah bioskop di Jakarta utamanya terjadi selama periode 1950-an. Tesis ini menggunakan metode penelitian sejarah, yang dikaji dengan menggunakan sumber-sumber sejarah primer dan sekunder. Sumber-sumber tersebut berupa arsip-arsip dari berbagai institusi pemerintahan, koran, majalah, wawancara sejarah lisan dengan sejumlah informan serta sumber-sumber lain yang sezaman seperti puisi, novel dan komik.

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa perkembangan bioskop di Jakarta selama periode 1950-an hingga 1960-an tidak lepas dari massifnya perkembangan wilayah perkotaan Jakarta sebagai sebuah ibukota negara. Dalam prosesnya, perkembangan bioskop di Jakarta mengalami pasang surut sebagai akibat dari dinamika kondisi sosial yang berlangsung dalam kurun waktu 1950-an hingga 1960-an. Perkembangan Jakarta dan juga perkembangan bioskopnya berkontribusi terhadap pembentukan tradisi menonton film bioskop di masyarakat Jakarta pada periode tersebut. Euforia semangat nasionalisme menjadikan orang-orang Indonesia merasa bahwa menjadi manusia Indonesia berarti menjadi modern pada awal periode 1950-an, membentuk tren-tren yang berkembang di kalangan masyarakat. Tren-tren tersebut kemudian mengalami perubahan ketika film-film impor mulai membanjiri bioskop-bioskop di Jakarta. Masyarakat Jakarta kelas menengah-atas menjadi sering menonton film-film Barat (Hollywood) dan berupaya mengikuti tren-trennya, sedangkan masyarakat Jakarta kelas menengah-bawah menikmati film-film India dan Malaysia beserta tren-tren yang menyertainya. Hal ini pun menjadi kekhawatiran bagi pemerintah hingga kemudian pemerintah mengeluarkan larangan terhadap berbagai film-film impor termasuk tren-tren yang menyertainya. Berbagai film dan tren dari luar yang tengah populer di kalangan masyarakat Jakarta, terutama yang berasal dari Barat, pada saat itu mendapat penolakan paling keras, terutama dari kalangan kiri dan kelompok pendukung pemerintah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perkembangan wilayah perkotaan Jakarta berkelindan dengan perkembangan bioskopnya dan pembentukan tradisi menonton film bioskop di masyarakat Jakarta.

This thesis discusses about the development of Jakarta and its relation to the growth of its cinemas and the formation of the tradition of moviegoing among Jakarta society during the 1950s to 1960s. During this period, Jakarta underwent massive development as a capital city. The return of Jakarta to become the capital city of the Republic of Indonesia has made Jakarta as the center of center of all activities. This then drives the flow of urbanization of people from the other regions to Jakarta because of the hope for a better standard of living. The increasing number of Jakarta residents due to urbanization has the encouraged the Government of Jakarta City to carry out various urban developments to facilitate the needs of its people. Including the development of entertainment, such as cinemas. Jakarta not only has cinemas with various grade levels, but also become the number one city in Indonesia which has the largest number of cinemas. The increasing number of cinemas in Jakarta were mainly occurred during the 1950s. This thesis uses historical research methods which are studied using primary and secondary historical sources. The sources are like archives from various government institutions, newspapers, magazines, oral history interviews with some informants as well as other contemporaneous sources such as poetry, novels and comic.

The results of this research found that the development of cinemas in Jakarta during the 1950s to 1960s could not be separated from the massive development of the urban area of ??Jakarta as the nation's capital. In the process, the development of cinemas in Jakarta undergo ups and downs as a result of the dynamics of social conditions that happened during the period 1950s-1960s. The development of Jakarta as well as the development of its cinemas contributed to the establishment of the tradition of moviegoing in Jakarta society during this period. The euphoria of the spirit of nationalism in the early 1950s, made many Indonesians feel that being Indonesian meant being modern, and then that’s become developed trends among the people. These trends then underwent a change when imported movies began flooded cinemas in Jakarta. The upper-middle-class Jakarta people then prefer to watch Hollywood and try to follow their trends, while the lower-middle class Jakarta people enjoy Indian and Malaysian movies and their trends that following. This has become a serious concern for the government so then they issued a ban on various imported movies, including their trends that following. At that time, imported movies and  their trends, especially from The West, were very popular among the people of Jakarta, so that's made them received the strongest rejection, especially from the leftists and the groups that supporting The Government. Thus, it can be said that the development of Jakarta's urban areas is intertwined with the development of its cinemas and the establishment of a tradition of moviegoing in Jakarta society.

Kata Kunci : Jakarta, Bioskop, Tradisi Menonton Film Bioskop