Laporkan Masalah

Belanda yang Terhindiakan dalam Novel Helen dan Sukanta Karya Pidi Baiq Kajian Pascakolonial

SENJA MENTARI PUTRI EDELWAIS, Dr. Sudibyo, M.Hum.

2023 | Tesis | S2 Sastra

Pada era penjajahan Belanda terdapat interaksi antara orang-orang Belanda yang menetap di Hindia Belanda dengan penduduk lokal. Interaksi yang terjadi antara dua budaya yang berbeda tersebut membuat goyah batas identitas antara keduanya. Orang-orang Belanda yang hadir di tengah penduduk Bumiputra lambat laun semakin terkepung oleh budaya hingga adat-istiadat milik orang-orang Bumiputra. Identitas milik orang-orang Belanda semakin dipertanyakan hingga pada akhirnya mengalami perubahan akibat bersinggungan dengan orang-orang Bumiputra. Hal tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap orang-orang Bumiputra. Fenomena pertemuan dua budaya berbeda antara masyarakat Belanda dengan penduduk Bumiputra juga direpresentasikan dalam karya sastra pascakolonial. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana identitas Belanda terbentuk di Hindia Belanda. Selain itu, penelitian ini juga melihat mengapa Belanda yang telah memutuskan menjadi Hindia Belanda justru kembali lagi ke Belanda menggunakan teori Pascakolonial Homi K. Bhabha. Objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel karya Pidi Baiq berjudul Helen dan Sukanta.

Identitas yang dimiliki oleh masyarakat Belanda bersifat luwes dan supel, meskipun berasal dari golongan yang dominan. Ketika berada di wilayah jajahannya, identitas milik orang-orang Belanda menjadi goyah dan tidak utuh. Ketidakutuhan identitas yang dimiliki oleh masyarakat Belanda di Hindia Belanda terjadi akibat terbawa oleh keberadaan masyarakat Bumiputra. Orang-orang Belanda dan masyarakat Bumiputra kemudian berusaha meruntuhkan batas identitas dalam diri mereka dan melakukan hibridisasi. Proses hibridisasi yang dilakukan oleh keduanya kemudian menimbulkan peniruan atau mimikri. Peniruan yang dilakukan oleh orang-orang sebagai bentuk resistensi terhadap Belanda. Namun, dalam Helen dan Sukanta proses peniruan lebih dominan dilakukan oleh Helen yang merupakan pihak Belanda dengan tujuan terbebas dari kekangan aturan Belanda. Proses hibridisasi dan peniruan yang dilakukan oleh tokoh utama kemudian menjadikan dirinya terhindiakan. Namun, ketika sosok Belanda tersebut kehilangan tempatnya di Hindia Belanda, ia memutuskan kembali bertranslasi menjadi Belanda.

During the Dutch colonial era, there was interaction between the Dutch people who settled in the Dutch East Indies and the local population. The interaction between the two cultures makes the boundaries of identity between the two falter. The Dutch people who were present among the Bumiputra population were gradually increasingly surrounded by the culture and customs of the Bumiputra people. The identity of the Dutch people was increasingly questioned until, in the end, it changed due to contact with the Bumiputra. This also has an impact on the Bumiputra people.The phenomenon of the meeting of two different cultures between Dutch society and native people is also represented in postcolonial literature. This study aims to reveal how Dutch identity was formed in the Dutch East Indies. In addition, this research also looks at why the Netherlands, which had decided to become the Dutch East Indies, instead returned to the Netherlands using Homi K. Bhabha's postcolonial theory. The material object used in this research is Pidi Baiq's novel, Helen dan Sukanta.

The identity of the Dutch people is flexible and outgoing, even though they come from the dominant group. When they were in their colonial territory, the identity of the Dutch people became shaky and incomplete. The incomplete identity of the Dutch people as colonizers occurred as a result of being dragged by the existence of the native people. The Dutch and native people then tried to break down the identity boundaries within themselves and hybridize. The hybridization process by the two then gives rise to imitation or mimicry. People imitate a form of resistance to the Dutch. Despite, in Helen dan Sukanta, the imitation process was more dominantly carried out by Helen, a Dutch party aiming to be free from the constraints of Dutch rule. The process of hybridization and imitation by the main character then causes her to be avoided. But, when the Dutch figure lost his place in the Dutch East Indies, he returned to being Dutch.


Kata Kunci : penghindiaan, identitas, hibriditas,mimikri, translasi

  1. S2-2023-467149-abstract.pdf  
  2. S2-2023-467149-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-467149-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-467149-title.pdf