sterrotip terhadap etnis tionghoa dalam novel kancing yang terlepas karya Hendry T>M

SITI FATIMAH ASTARI, Prof. Dr. Faruk, S.U

2022 | Tesis | MAGISTER SASTRA

INTISARI Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun pada tahun 1998 membuka lembaran baru akan pengakuan multikulturalisme bangsa Indonesia. Masing-masing etnis bebas mengekspresikan tradisi dan keunikan etnisnya. Pada masa yang mengakui perbedaan ini, novel Kancing Yang Terlepas ditulis oleh Handry TM. Novel tersebut menampilkan etnis Tionghoa, dengan sudut pandang baru setelah selama 30 tahun lebih terkurung dalam wacana yang dibentuk pemerintah Orde Baru. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran baru terhadap etnis Tionghoa setelah multikulturalisme digaungkan pasca reformasi, serta apa sebab-sebab penggambaran yang demikian. Metode penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori stereotype yang dikemukakan oleh Homie K. Bhabha. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Stereotipe terhadap etnis Tionghoa menunjukkan keterbelahan. Etnis Tionghoa di satu sisi digambarkan sebagai etnis yang licik, di sisi lain ditampilkan sebagai etnis yang religius. Keterbelahan juga muncul terhadap berbagai Stereotipe lain semisal kaya raya di satu sisi, namun juga miskin di sisi lain, menguasai namun dikuasai, ekslusif namun membaur, apolitis namun juga bergerak aktif. Kondisi keterbelahan Stereotipe terjadi karena sifat dasar Stereotipe memang tidak stabil. Selain itu, multikulturalisme membuka peluang baru pada perayaan eksistensi etnis Tionghoa sehingga muncul resistensi terhadap Stereotipe. Namun multikulturalisme masih dilaksanakan secara simbolis dan retorika belaka, sehingga Stereotipe terhadap etnis Tionghoa mengalami repetisi. Kata kunci: Reformasi, Etnis Tionghoa, Multikulturalisme, Stereotype, Keterbelahan.

The reforms that were established in Indonesia in 1998 opened a new era for the nation's multiculturalism. Every ethnic group has the right to exhibit its culture and ethnic distinctiveness. Handry TM wrote the book "Kancing yang Terlepas" at a time when this distinction was acknowledged. After being imprisoned in the paradigm created by the New Order government for more than 30 years, ethnic Chinese are given a new perspective in the novel. This study tries to determine the factors behind the new depiction of the Chinese ethnicity that emerged after multiculturalism and the reformation. With the help of Homie K. Bhabha's stereotype theory, a qualitative descriptive research method will be used in this study. The results of this study suggest that divisions exist because of misconceptions about the Chinese ethnic group. On the one side, the Chinese ethnicity is characterised as a clever ethnicity, while on the other, it is shown as a pious ethnicity. Splits also develop in opposition to other stereotypes, such as wealthy on the one hand but also poor on the other, in charge but also being in charge, exclusive yet blending in, and apolitical but also active. Because stereotypes are fundamentally fragile, stereotype split situations do exist. Additionally, multiculturalism creates fresh chances to highlight the existence of the Chinese ethnicity in order to counter prejudices. However, diversity continues to be implemented symbolically and rhetorically, which causes preconceptions about the ethnic Chinese to recur. Keywords : Reformation, Ethnic Chinese, Multiculturalism, Stereotype, Separation.

Kata Kunci : Reformation, Ethnic Chinese, Multiculturalism, Stereotype, Separation.