REPRESENTASI RAHWANA DALAM NOVEL-NOVEL INDONESIA TAHUN 2000-AN
WIEKANDINI DYAH P, Prof. Dr. Ida Rochani, S.U.: Dr. Aprinus Salam, M.Hum.
2022 | Disertasi | DOKTOR ILMU-ILMU HUMANIORAINTISARI Penelitian ini menganalisis representasi Rahwana dalam novel-novel Indonesia tahun 2000-an. Rahwana adalah salah satu tokoh dalam cerita Ramayana yang dikenal sebagai tokoh antagonis dengan karakter kejam, bengis, dan jahat. Penelitian ini bermula dari tokoh Rahwana yang dihadirkan kembali secara berbeda dalam novel-novel Indonesia tahun 2000-an. Rahwana menjadi tokoh protagonis dan berperan sebagai hero atau pahlawan pelindung. Selain itu, Rahwana juga populer di media sosial tahun 2000-an sebagai lambang cinta sejati. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini meneliti bagaimanakah makna pada penggambaran tokoh Rahwana, bagaimanakah praktik kuasa dibalik representasi Rahwana dalam keempat novel tahun 2000-an yang menjadi objek penelitian, dan alasan mengapa Rahwana direpresentasikan demikian serta relevansinya dalam kehidupan tahun 2000-an. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan representasi Stuart Hall. Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer menggunakan empat novel Indonesia tahun 2000-an, yaitu novel Rahuvana Tattwa (2006) karya Agus Sunyono, Rahwana Putih (2013) karya Sri Teddy Rusdy, Rahvayana, Ada yang Tiada (2015) karya Sujiwo Tejo, dan Cinta Mati Dasamuka (2016) karya Pitoyo Amrih. Data sekunder berupa referensi yang relevan dengan fokus penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mencari kata, frasa, kalimat dalam data primer untuk menemukan tiga elemen penting representasi menurut Stuart Hall, yaitu benda, tanda, dan konsep. Analisis data penelitian melibatkan analisis teks dan analisis konteks. Data dianalisis menggunakan metode representasi dengan pendekatan konstruksionis yang dikemukakan oleh Stuart Hall. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, analisis makna terhadap Rahwana tahun 2000-an dalam tataran denotatif mempertahankan konvensi makna yang ada, yaitu merujuk pada makna menyeramkan dan seperti binatang besar yang buas. Sebaliknya, dalam tataran konotatif, merombak konvensi makna yang telah ada. Hitam pada Rahwana merujuk pada makna tidak munafik, jujur, kuat, pelindung sedangkan merah bukan merujuk pada makna marah atau murka, melainkan kelembutan dan romantisme sehingga memunculkan mitos baru. Kedua, analisis praktik kuasa dalam keempat novel tahun 2000-an memperlihatkan hubungan dikotomi antara pihak yang menguasai dan yang dikuasai. Praktik kuasa tersebut terlihat dari narasi Barat dan Timur, rasisme dan perbudakan, serta budaya Barat yang menghegemoni bangsa Timur. Representasi Rahwana dalam novel-novel tahun 2000-an untuk menunjukkan resistensi atau perlawanan dan kebangkitan bangsa Timur. Analisis praktik kuasa memperlihatkan bahwa stigma negatif Rahwana merupakan konstruksi dari power atau ambisi kekuasaan yang ingin menjatuhkan Rahwana sehingga menyebarkan knowledge atau pengetahuan yang negatif tentang Rahwana. Tujuannya untuk menjajah, menguasai, dan menaklukkan pihak yang ingin dikuasai. Ketiga, Rahwana direpresentasikan kembali dalam novel-novel tahun 2000-an secara berbeda untuk memunculkan figur pemimpin era 2000-an, menumbuhkan kembali semangat nasionalisme, serta mewakili suara kaum termarjinalkan dalam kehidupan tahun 2000-an. Penelitian ini memformulasikan teori sebagai berikut, (1) konsep budaya yang dianggap sebagai pakem karena merupakan budaya adiluhung ditafsirkan ulang dengan konsep-konsep representasi sehingga menjadi aktual atau populer kembali sesuai dengan tuntutan zaman, (2) perubahan konsep suatu konvensi yang dikonstruksikan budaya secara masif, tetap dapat berubah, (3) genre suatu karya sastra dapat berubah mengikuti selera pembaca, dalam hal ini genre serius berubah menjadi genre roman, dan (4) karya sastra digunakan sebagai media untuk mencapai kepentingan kekuasaan yang dominan. Kata kunci: representasi, Rahwana, novel Indonesia
ABSTRACT This research analyzed representation of Rahwana in 2000s Indonesian novels. Rahwana was one character in Ramayana story known as antagonist who was cruel, ruthless, and evil. This research started from the character of Rahwana re-presented different from the 2000s Indonesian novels. Rahwana has become a protagonist and protecting hero. Besides, Rahwana was also popular in social media in 2000s as a true love symbol. Thus, this research aimed to figure out the meanings to the depiction of Rahwana, authority practices behind the representation of Rahwana in four novels published in 2000s as the research objects, and the reasons why Rahwana was represented and its relevance to life in 2000s. This research was classified into a qualitative study with Stuart Hall representation approach. The research data consisted of primary and secondary data. The primary data used four Indonesian novels in 2000s consisting of the novels entitled Rahuvana Tattwa (2006) written by Agus Sunyono, Rahwana Putih (2013) by Sri Teddy Rusdy, Rahvayana, Ada yang Tiada (2015) by Sujiwo Tejo, and Cinta Mati Dasamuka (2016) by Pitoyo Amrih. The secondary data were in the forms of references relevant with the research focus. The research data were collected by obtaining words, phrases, clauses, and sentences from the primary data to find three important elements of representation referring to Stuart Hall, covering objects, signs, and concepts. The research data analysis involved both text and context analyses. The research data were then analyzed using a representation method with a constructionist approach previously developed by Stuart Hall. The research results showed that: first, the analysis of meanings on Rahwana in 2000s based on the denotative level maintained the convention of the existing meanings, referring to the frightening meanings and a beast-like animal. Conversely, based on the connotative level, it changed the existing meaning conventions. Black in Rahwana referred to the meanings of not Hypocrite, honest, strong, and protective, while red di not refer to the meanings of anger or wrathful, but tenderness and romanticism resulting in a new myth. Second, the analysis on authority practices contained in those four novels in 2000s showing the relationship dichotomized between the ruling and controlled parties. Those authority practices were shown from the west and East narrations, racism, slavery, and western culture hegemonizing the eastern nations. The representation of Rahwana in the 2000s novels was to show the resistance or opposition and revival of eastern nations. The analysis of authority practices showed that the negative stigma addressed to Rahwana was the construction of power or authority ambitions to bring Rahwana down and eventually spread the negative knowledge about Rahwana. The purpose was to colonize, rule, and conquer the possibly-controlled parties. Third, Rahwana was differently re-presented in the 2000s novels to raise the figure of leaders in the era of 2000s, re-building the spirit of nationalism, and re-presenting the voices of marginal people to the life in 2000s. This research formulated the theories as follows: (1) the concept of culture considered as the standards of high culture re-interpreted with the representation concepts and eventually became actual or popular once again in accordance with the demands of the related era, (2) a convention concept shift which was massively constructed by the culture still possibly changed, (3) a genre of literature work could change following the readers� tastes, in this case, the serious genre changed into the romantic one, and (4) literature work was used as media to reach the interests of the dominant authority. Keywords: representation, Rahwana, Indonesian novels
Kata Kunci : representasi, Rahwana, novel Indonesia