Laporkan Masalah

Konstruksi Makna Pergelaran Bedhaya Mintaraga Dalam Kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwana X

YUNDA AJENG P, Mubarika D. F. Nugraheni S.Ant., M.A.

2022 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Salah satu tradisi Keraton Yogyakarta yang masih dijaga hingga saat ini adalah bahwa setiap sultan/raja yang bertakhta selalu menciptakan tari atau mengubah tari Bedhaya, Srimpi, tarian lepas seperti Lawung, Guntur Segara, Tugu Wasesa, dan beberapa tari pasangan, serta wayang wong gagrag Mataram sebagai simbol legitimasi. Pada tanggal 10 April 2021, Bedhaya Mintaraga sebuah Yasan Dalem (ciptaan raja) dipentaskan untuk memeringati Hari Ulang Tahun Kenaikan Takhta Sri Sultan Hamengku Buwana X yang ke-32. Tarian ini merepresentasikan piwulang (ajaran) terhadap kisah Arjuna sebagai suri tauladan ideal para pemimpin dan masyarakat Jawa. Disamping itu, tokoh ini juga memiliki peran penting dalam membentuk legitimasi para pemimpin Jawa yang berimplikasi pada masyarakat Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna, nilai, dan unsur tari di dalam Bedhaya Mintaraga yang dikaitkan dengan pandangan masyarakat mengenai makna kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwana X. Teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori simbolik Clifford Geertz sebagai paradigma Antropologi untuk mengungkap fenomena budaya. Teori ini akan digunakan sebagai acuan bahwa penelitian ini berisi penjelasan makna, simbol-simbol, dan unsur lain yang ada dalam Bedhaya Mintaraga. Pemilihan teori ini dilandasi karena adanya keterkaitan pada kajian tekstual atau kajian hermeneutik sebagai kajian untuk menafsirkan, menerangkan, dan mengungkap makna dari sebuah fenomena seni. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif untuk menerangkan makna yang terkandung dalam Bedhaya Mintaraga. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa terjadi pergeseran fungsi tari Bedhaya yang pada awalnya digunakan sebagai penunjukan kekuasaan secara politis menjadi sebuah bentuk penunjukan kepemimpinan melalui seni kebudayaan. Arjuna juga merupakan tokoh yang masih dianggap strategis untuk menggambarkan seorang pemimpin ideal yang dituangkan dalam karya adiluhung raja. Fungsi pengangkatan bagian kisah hidup tokoh Arjuna beserta istri-istrinya merupakan bentuk piwulang (ajaran) tentang laku kehidupan. Bedhaya Mintaraga dengan kisah Arjuna di dalamnya adalah simbol kekuatan karakter sebuah kepemimpinan yang dirasa tepat untuk difungsikan sebagai sarana penyampaian makna kepemimpinan untuk mendapatkan legitimasi masyarakat melalui kebudayaan dalam tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.

One of the traditions of the Yogyakarta Palace that still preserved into this day is that every reigning Sultan/King always creates dance or change the Bedhaya dance, Srimpi, Lawung dance, Guntur Segara, Tugu Wasesa, and several couple dances, as well as wayang wong gagrag Mataram as a symbol of legitimacy. On April 10, 2021, Bedhaya Mintaraga as Yasan Dalem (King�s dance creation) was staged to commemorate the 32nd Anniversary of the Ascension of the Throne of Sri Sultan Hamengku Buwana X. This dance represents the piwulang (teaching) of the story of Arjuna as an ideal role model for Javanese leaders and its people. Besides that, this figure also has an important role in shaping the legitimacy of Javanese leaders which has implications for Javanese society. This study aims to reveal the meaning, value, and elements of dance in Bedhaya Mintaraga which are associated with the public's view of the meaning of the leadership of Sri Sultan Hamengku Buwana X. The theory used in this study refers to the symbolic theory of Clifford Geertz as an anthropological paradigm to reveal cultural phenomena. This theory will be used as a reference that this research contains an explanation of the meaning, symbols, and other elements in Bedhaya Mintaraga. The selection of this theory is based on the relevance of textual studies or hermeneutic studies as studies to interpret, explain, and reveal the meaning of an artistic phenomenon. This study uses a descriptive-analytical method with a qualitative approach to explain the meaning contained in Bedhaya Mintaraga. From the results of this study, it was found that there was a shift in the function of the Bedhaya dance which was originally used as a political appointment of power into a form of leadership appointment through cultural arts. Arjuna is also a figure who is still considered strategic to describe an ideal leader as outlined in the king's noble work. The function of appointing the part of the life story of the character Arjuna and his wives is a form of piwulang (teaching) about the practice of life. Bedhaya Mintaraga with Arjuna's story in it is a symbol of the strength of the character of a leadership that is considered appropriate to function as a means of conveying the meaning of leadership to gain community legitimacy through culture at the local, national, and even international levels.

Kata Kunci : Bedhaya Mintaraga, Arjuna, Kepemimpinan

  1. S1-2022-428346-abstract.pdf  
  2. S1-2022-428346-bibliography.pdf  
  3. S1-2022-428346-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2022-428346-title.pdf