Suara-Suara Dari Dalam Kubur: Dari Menikmati Symptom '65 ke Politik Estetika

DWI REZKI HARDIANTO, Prof. Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA.; Dr. Aprinus Salam, M.Hum.; Dr. Pujiharto, M.Hum.; Dr. Sudibyo, M.Hum.

2021 | Tesis | MAGISTER SASTRA

Penelitian ini menggunakan novel Dari Dalam Kubur karya Soe Tjen Marching sebagai objek material. Secara garis besar novel tersebut menceritakan tentang kehidupan satu keluarga keturunan Tionghoa yang diterpa berbagai stigmatisasi dari tatanan sosialnya pasca tragedi 1965. Stigmatisasi tersebut di antaranya berupa tuduhan sebagai anggota PKI, Gerwani dan lain sebagainya. Akibatnya, mereka menjadi bagian yang terus berhadapan dengan stigmatisasi itu. Namun, kuatnya tatapan stigmatisasi itu, malah membuka ruang bagi mereka untuk berjejaring dengan orang Cina lainnya dan juga yang dianggap korban tregadi itu. Pada titik ini, '65 menjadi titik sentral wacana historis yang digaungkan dalam novel tersebut. Berkaitan dengan hal itu, maka lahirlah beberapa implikasi yang selanjutnya diformulasikan menjadi dua masalah. (1) Bagaimana relasi-relasi simbolik '65 membentuk subjek novel? (2) Bagaimana kenikmatan symptom '65 diimplikasikan membuka ruang politik estetika bagi subjek novel untuk mensubjektivikasi dirinya? Untuk memecahkan masalah tersebut, maka penelitian ini menggunakan perspektif psikoanalisis-marxisme Slavoj Zizek dan teori politik estetika Jacques Ranciere sebagai objek formal. Tujuan pemecahan masalah tersebut adalah (1) menjelaskan relasi penanda-penanda simbolik '65 melalui identifikasi imajiner dan simbolik subjek novel dalam menyembunyikan kebenaran--penanda utama--lain di balik symptom, dan (2) menjelaskan implikasi politik kenikmatan symptom '65 yang dialami subjek melalui ruang politik estetika. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menganalisis data menggunakan metode interpretasi. Metode tersebut akan dielaborasi dengan objek formal yang digunakan. Dalam penelitian ini ditemukan hasil yang dipaparkan sebagai berikut. (1) '65 sebagai symptom menjadi sebuah wacana yang secara metaforis mendistribusikan pesan-pesan rasisme bagi orang-orang Cina berdasarkan identifikasi imajiner dan simbolik subjek. Pada titik ini, subjek menikmati symptom tersebut sebagai tubuhnya. (2) Melalui politik estetika, subjek/demos menerabas distribusi sensibilitas (pesan-pesan rasisme) yang lahir dari the Big Other atau polis melalui disensus pengetahuan yang ada di sisi lain sensibilitas '65. Di sisi lain, novel tersebut berada di ruang sekaligus, yaitu sastra sekaligus bukan sastra. Hal ini tidak lain karena sastra pada dasarnya terdiri dari yang otonomi dan heteronomi. Ketika sastra tersebut lahir dari pengalaman sosial atau historis, maka di situ heteronomi hadir menggugat otonominya sendiri sebagai yang mutlak karya sastra (novel).

This research uses the novel Dari Dalam Kubur by Soe Tjen Marching as the object material. Broadly speaking, the novel tells about the life of a family of Chinese descent who was hit by various stigmatizations from the social order after the 1965 tragedy. The stigmatization included accusations of being a member of the PKI, Gerwani, and so on. As a result, they are part of the constant struggle with this stigmatization. However, their strong liking for the stigmatization has opened up space for them to network with other Chinese people as well as those who are considered victims of the tragedy. At this point, '65 became the central point of the historical discourse echoed in the novel. In this regard, several issues were born which were further formulated into two problems. (1) How do the symbolic relations of '65 shape the subject of the novel? (2) How is the enjoyment of '65 implied to open an aesthetic political space for the subject of the novel to subjectification himself? To solve those problems, this research uses the psychoanalytic-Marxist perspective of Slavoj Zizek and Jacques Ranciere's aesthetic political theory as formal objects. The purpose of solving the problems are (1) Explaining the relation of symbolic signifiers '65 through the identification of the imaginary and symbolic of the novel's subject in hiding the other truth--master signifier--behind the symptom, and (2) Explaining the political implications of the enjoyment of symptom '65 experienced by the subject through aesthetic political space. The method used is a qualitative method by analyzing the data using the interpretation method. The method will be elaborated with the formal object used. In this study found the results are presented as follows. (1) '65 as a symptom becomes a discourse that metaphorically distributes messages of racism to Chinese people based on imaginary and symbolic subjects. At this point, the subject enjoys the symptom as his body. (2) Through the aesthetic politics of knowledge, the subject/demos bypasses the distribution of sensibility (messages of racism) born from the Big Other or the police through the dissensus on the other side of the '65 sensibility. On the other hand, the novel is at the same time as literature and not literature, because literature consists of autonomy and heteronomy. When the literature is born from social or historical experience, then heteronomy is present to challenge its autonomy as an absolute literary work (novel).

Kata Kunci : Dari Dalam Kubur, subjek novel, kenikmatan symptom, '65, dan politik estetika.