KEBUTUHAN AKSESIBILITAS WISATAWAN DENGAN DISABILITAS NETRA/RABUN DAN TULI/KURANG PENDENGARAN DI MUSEUM SONOBUDOYO YOGYAKARTA
RANIKA SARASWATI, Fahmi Prihantoro,S.S,H,M.A
2021 | Skripsi | S1 PARIWISATAPenelitian ini menyajikan masalah yang berkenaan dengan layanan wisata edukasi dan budaya bagi wisatawan dengan disabilitas sensori yakni netra/rabun serta tuli/kurang pendengaran di Museum Sonobudoyo. Fokus penelitian ini adalah memberikan gambaran kebutuhan disabilitas netra/rabun dan tuli/kurang pendengaran dalam berwisata di Museum Sonobudoyo sehingga Museum Sonobudoyo dapat mengembangkan pendekatan dalam membangun citra sebagai destinasi wisata aksesibel, inklusif, dan menarik. Data-data dan informasi digali dari observasi, studi pustaka, wawancara dengan narasumber pegiat disabilitas, disabilitas daksa, netra/rabun, tuli/kurang pendengaran dan pemandu museum yang dilakukan secara daring berkenaan dengan situasi pandemik COVID-19. Dengan menggunakan Konsep Free Barrier Tourism (Pariwisata Bebas Hambatan) oleh United Nations (UN, 2003) dan 3 tingkatan aksesibilitas yang dikembangkan oleh Majewski dan Bunch ( 1998), penelitian ini menghasilkan beberapa temuan: (1) bahwa konvensi internasional yang diturunkan ke dalam undang-undang nasional maupun lokal terkait pariwisata dan disabilitas telah menjadi dasar penyelenggaran pariwisata yang inklusif; (2) Museum Sonobudoyo secara relatif telah mengakomodasikan kebutuhan mobilitas bagi disabilitas daksa yang menggunakan kursi roda, tetapi belum memenuhi aksesibilitas sebagai destinasi wisata edukasi dan budaya bagi disabilitas netra/ rabun dan tuli/kurang pendengaran; dan (3) aksesibilitas 3 tingkatan yang dikemukakan oleh Majewski dan Bunch perlu ditambah lagi dengan aksesibilitas infomasi yang dapat diperoleh sebelum pergi ke museum dalam bentuk website yang aksesibel bagi disabilitas netra/ rabun dan tuli/kurang pendengaran.
The study presents a problem of educational and cultural tourism services for tourists with blind/visual impairment and deaf/ hearing impairments at Museum Sonobudoyo. The focus of this research is to provide an overview of the needs of the blind / visual impairment and deaf / hearing impairment when visiting Museum Sonobudoyo. Hence Museum Sonobudoyo is able to develop an approach in building an image of an accessible, inclusive and attractive tourist destination. Data and information were collected by observations, and literature studies as well as interviews with informants such as disabilities activists, and people with blind/visual impairment and deaf/ hearing impairment and museum tour guides via online due to the COVID-19. By applying the concept of Free Barrier Tourism from United Nations ( 2003) and the 3 levels of accessibility developed by Majewski and Bunch (1998), this study produces several findings: (1) that international conventions which are break down into national and local laws related to tourism and disability have become the basis for the implementation of inclusive tourism policy; (2) Museum Sonobudoyo has relatively accommodated the mobility needs of people using wheelchairs, but has not yet fulfilled accessibility as an educational and cultural tourism destination for blind / visual impairment and deaf / hearing impairment; (3) Three levels of accessibility proposed by Majewski and Bunch need to be added with the accessibility of information which can be gained before going to the museum in the form of a website that is accessible for blind / low-sighted and deaf / hearing impaired persons.
Kata Kunci : Museum Sonobudoyo; wisata edukasi dan budaya; free barrier tourism; disabilitas netra/rabun dan disabilitas tuli/kurang pendengaran.