Penyandang Dwarfisme dalam Media: Misrepresentasi Disabilitas di Televisi Indonesia
NABILA ULAMY ALYA, Prof. Dr. Irwan Abdullah
2021 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYAPenyandang dwarfisme--masyarakat lebih sering menyebutnya 'orang cebol'--selalu dihadirkan melalui peran-peran yang "buruk" atau sebagai bahan candaan dalam berbagai saluran televisi di Indonesia. Kebanyakan sinetron menghadirkan sosok mereka dalam wujud 'tuyul' karena ukuran tubuhnya yang sama, misalnya Jin dan Jun (1996), Tuyul Millenium (2017), Tuyul dan Mbak Yul (1997), Disini Ada Tuyul (2014), Aladdin (2012), Jenderal Kancil (2013), dan Aladin dan Alakadam (2016). Dalam sinetron yang lain, mereka digambarkan sebagai sosok yang jahil dan/atau jahat, misalnya dalam sinetron Si Kembar (2004), dan Kembar (2016). Sejauh ini belum ada gerakan aktivisme yang peduli pada cara-cara orang kerdil ditampilkan dalam media, demikian pula belum ada kajian yang memberikan perhatian pada peran-peran buruk yang dikenakan pada kelompok disable ini. Di Indonesia, tulisan mengenai penyandang dwarfisme masih sangat minim, baik dari perspektif kesehatan maupun perspektif sosial. Selama ini kita terlalu terbiasa dengan pemandangan orang kerdil di dalam televisi Indonesia dan menganggapnya sebagai baik-baik saja. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan menonton 40 episode dari dua sinetron; 20 episode dari sinetron Si Kembar (2004) dan 20 episode dari sinetron Tuyul dan Mbak Yul (1997). Alasan pemilihan dua sinetron ini adalah karena Tuyul dan Mbak Yul sebagai wakil dari sinetron-sinetron lain yang menampilkan penyandang dwarfisme sebagai sosok Tuyul atau sosok bukan manusia. Sedangkan Si Kembar mewakili presentasi dwarfisme dalam peran sebagai manusia. Selain itu, kedua sinetron ini juga yang paling populer dari semua sinetron yang menampilkan penyandang dwarfisme. Kemudian dilakukan pencatatan, pemilahan, dan analisis menggunakan qualitative content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada misrepresentasi dalam menampilkan penyandang dwarfisme di sinetron, berakar dari persepsi kita tentang tubuh dan juga mitos yang berkembang di Indonesia dan ideologi media yang terkait erat dengan rating. Misrepresentasi ini pun memengaruhi kehidupan penyandang dwarfisme di kehidupan nyata: perlakuan negatif dari orang-orang dan minimnya tempat bagi mereka di ruang publik. Tulisan ini menjadi sebuah ajakan bagi masyarakat Indonesia untuk memikirkan ulang bagaimana cara kita memahami dan juga merepresentasikan penyandang dwarfisme dalam media.
Little people or people with dwarfism are always presented through "bad" roles or as a joke in various Indonesian television channels. Most soap operas present the figure of dwarfism in the form of 'tuyul' because of the same body size, as Jin dan Jun (1996), Tuyul Millenium (2017), Tuyul dan Mbak Yul (1997), Disini Ada Tuyul (2014), Aladdin (2012), Jenderal Kancil (2013), and Aladin dan Alakadam (2016). In other soap operas, they are described as stupid and/or evil, for example in Si Kembar (2004) and Kembar (2016). So far there has been no activism movement that cares about the way little people are displayed in the media, nor has there been any study that has paid attention to the bad roles imposed on these disabled groups. We are too accustomed to the dwarf view on Indonesian television and consider it to be just fine. Through this paper, the author wants to show that there is a misrepresentation of persons with dwarfism on our television, which affects their lives in real life. In Indonesia, research on people with dwarfism is still very minimal, both from health and social perspective. So far we have been too accustomed to the sight of dwarves on Indonesian television and taken it for granted. Researchers collected data by watching 40 episodes from two soap operas; 20 episodes from the Si Kembar (2004) and 20 episodes from Tuyul and Mbak Yul (1997). The reason for choosing these two soap operas is because Tuyul and Mbak Yul is representative of other soap operas that feature people with dwarfism as Tuyul or non-human figures. Meanwhile, Si Kembar represents a presentation of dwarfism in the role of a human. Besides, these two soap operas are also the most popular of all soap operas featuring people with dwarfism. Then the researcher does the recording, sorting, and analysis using qualitative content analysis. The results show that there are misrepresentations in presenting people with dwarfism in soap operas, rooted in our perceptions of the body as well as the myths that develop in Indonesia and media ideology which is closely related to ratings. This misrepresentation also affects the lives of people with dwarfism in real life: the negative treatment from people and the lack of space for them in public. This paper is an invitation for the Indonesian people to rethink how we understand and also represent people with dwarfism in the media.
Kata Kunci : Dwarfisme, Misrepresentasi, Disabilitas, Sinetron, Stigma