POLITIK EKSPRESI DALAM PUISI-PUISI GOENAWAN MOHAMAD 1963-2010

RINA ZULIANA, Dr. Aprinus Salam, M.Hum

2020 | Tesis | MAGISTER SASTRA

Politik ekspresi dalam prosedur kiritk sastra pada umumnya dipahami sebagai bentuk tindakan politik subjek pengarang mengekspresikan subjek-subjek dalam karya sastra untuk melampaui tatanan dan hierarki sosialnya. Diskursus politik ekspresi ditemukan dalam beberapa puisi Goenawan Mohamad yang berjudul Parikesit, Menjelang Pembakaran Sinta, Persetubuhan Kunti, dan Gandari. Penelitian ini mengeksplorasi politik ekspresi dengan menempatkan narasi pakem pewayangan sebagai police dari puisi-puisi tersebut. Narasi pakem tidaklah ditempatkan sebagai teks hiprogamatik, tetapi sebagai hierarki ruang kultural yang mendistribusikan subjek-subjek pewayangan ke dalam partisi peran, waktu, dan ruang kultural. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan strategi pembacaan historis dan diskursif. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan sosiologi sastra postmarxis dengan perspektif teori Jacques Ranciere untuk mengetahui gerak emansipasi subjek melalui prosedur distribution of the sensible. Prosedur ini mengidentifikasi adanya pertemuan antara dua bentuk politik, yakni police sebagai praktik kekuasaan dan politics dipahami sebagai polis atau ruang bersama. Distribution of the sensible puisi-puisi Goenawan Mohamad dilatarbelakangi oleh kuasa rezim etik Jawa yang berpengaruh terhadap terbentuknya tatanan dan hierarki simbolik pewayangan Jawa. Dengan demikian, subjek didistribusikan berdasarkan karakterisasi simboliknya. Dalam konteks ini, Goenawan Mohamad diposisikan sebagai agen migrasi yang bertindak mengekspresikan subjek-subjek pewayangan untuk melampaui hierarki kulturalnya. Tujuan politik ekspresi Goenawan Mohamad adalah menciptakan ruang-ruang kesetaraan yang lebih cair dan dinamis sebagai the political. Dalam ruang ini, subjek-subjek pewayangan diekspresikan secara adil melalui jalur disensus untuk mewujudkan kesetaraan kelas dan gender. Sebagai pengarang laki-laki, Goenawan cukup berhasil menempuh jalur demokrasi dan kesetaraan dengan menyuarakan posisi subjek-subjek perempuan untuk menginterupsi hierarki kulturalnya dalam pakem pewayangan Jawa.

The politics of expression in literary procedures generally tends to be applied as a form of subject as political action, in this context, refer to the author that expresses the textual subjects in literary works to break their social order and hierarcy. The discourse politics of expression is found in Goenawan Mohamad poems entitled Parikesit, Menjelang Pembakaran Sinta, Persetubuhan Kunti, and Gandari. This research attemps to explore the politics of expression through by puppet norms narration as the police of these poems. The standard narrative is not placed as a hyprogamatic text, but as a hierarchy of cultural spaces which is distributing puppet subjects into role, time, and space by cultural partitions. The method used in this research is descriptive qualitative method with historical and discursive reading strategies. Through the postmarxist literary sociology approach, this study utilizes Jacques Ranciere theory to determine the subject emancipation motion through the distribution of the sensible procedure. This procedure can be identifying two forms of political concepts, both police is a practice of power and politics is understood in contrast to the police. Politics is returned to the original meaning as a polis or shared space. The distribution of the sensible of Goenawan Mohamads poems is motivated by the power of the Javanese ethic regime which influencing the Javanese puppets symbolic order and hierarchy. In order to, the distribution subjects based on their symbolic characterization. In this context, Goenawan Mohamad is a migration agent who acts to express puppet subjects beyond his cultural hierarchy. The aim of Goenawan Mohamad political expression is to create equality spaces. In this space, puppet subjects are expressed fairly, through the way of dissensus to achieve class and gender equality. As a male author, Goenawan Mohamad is quite successful in pursuing the democracy and equality way by voicing the position of female subjects to interupt their cultural hierarchy in the Javanese wayang structure.

Kata Kunci : The Politics of Expression, Distribution of The Sensible, Subject of Politics, Equality Spaces, Goenawan Mohamad