Laporkan Masalah

Exploring The Low Membership of Informal Workers In Indonesia's Employment Social Security

RIZA GUNTUR PRAKOSO, Dr. Wawan Mas'udi

2019 | Tesis | MAGISTER SOSIOLOGI

Lahirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014 telah membawa perubahan dari sistem yang terfragmentasi menjadi sistem yang lebih terpadu dalam lingkup sistem perlindungan sosial Indonesia. Walaupun demikian, SJSN masih memiliki dua penyedia jaminan sosial yang dikelola secara terpisah walaupun memiliki nama awalan yang sama. SJSN masih belum dapat melindungi mayoritas pekerja informal yang tercermin dari rendahnya inklusi pekerja informal setelah hampir lima tahun berdirinya BPJS. Kasus ini sangat menonjol dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan. Di BPJS Ketenagakerjaan, kurang dari 2,5 persen atau sekitar 1,7 juta anggota pekerja informal berpartisipasi pada akhir 2017. Sehingga riset ini berusaha mengeksplorasi seluk-beluk pengaturan kelembagaan SJSN melalui penelitian lapangan untuk mengungkap mengapa partisipasi pekerja informal dalam jaminan sosial ketenagakerjaan dalam BPJS Ketenagakerjaan sangat rendah. Peserta dari 10 sub-kategori pekerja informal dari berbagai latar belakang berdasarkan karakteristik demografis pekerja informal di Indonesia telah diwawancarai. Empat masalah terungkap dalam studi ini: rendahnya literasi publik tentang BPJS Ketenagakerjaan, pembatasan skema iuran, hubungan kerja tanpa dokumen, dan lemahnya kolaborasi dengan pemangku kepentingan potensial untuk menyalurkan pendaftaran keanggotaan. Rendahnya literasi publik tentang BPJS Ketenagakerjaan dapat dibagi menjadi tiga kategori: kesadaran terhadap merek; kelayakan dan hak; dan, proses bisnis dan layanan. Perhatian pemerintah yang tidak seimbang terhadap BPJS Kesehatan telah mempengaruhi kesadaran pekerja informal atas merek BPJS Ketenagakerjaan sampai-sampai mereka hanya menganggap "BPJS adalah BPJS Kesehatan". Dengan lebih dari separuh pekerja informal di Indonesia menjadi penerima manfaat dalam program bantuan sosial, hanya tersedianya program beriuran ini telah membuat pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan dalam situasi yang canggung di mana penerima manfaat program bantuan sosial harus membayar iuran padahal mereka dikategorikan sebagai rakyat miskin atau paling miskin. Dengan lebih dari 50 persen pekerja informal tercakup dalam program bantuan sosial (Rastra), skema alternatif untuk pekerja informal sangat diperlukan. Terlihat jelas selama kerja lapangan bahwa partisipasi berdasarkan kontribusi bulanan tidak akan berhasil, karena secara umum, pekerja informal memiliki pendapatan tidak teratur sementara pemberi kerja dari kegiatan informal memiliki kondisi keuangan yang tidak stabil dan kurangnya manajemen yang tepat. BPJS Ketenagakerjaan menanggapi situasi seperti itu dengan meluncurkan inisiatif baru masing-masing yang terlepas dari organisasi pemerintah manapun untuk mengatasi keterbatasan skema iuran, hubungan kerja tanpa dokumen, dan kesulitan untuk berkolaborasi dengan pemangku kepentingan potensial lainnya. Dengan strategi serupa yang digunakan oleh BPJS Kesehatan, pemerintah direkomendasikan untuk masuk dan membangun kolaborasi terpadu yang diharapkan lebih efisien dan efektif.

The birth of the National Social Security System or Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) in 2014 had brought a shift from a fragmented system to a more unified system within Indonesia's social protection system. Despite being an effort to reduce the fragmentation, SJSN was still cluttered in many ways with two social security providers administered separately with the same prefix. SJSN still could not cover the majority of informal workers reflected by low inclusion of informal workers, even after almost five years of BPJS' debut. The case was particularly stood out in the case of BPJS Labour. In BPJS Labour, less than 2.5 per cent or about 1.7 million members of the informal workers participated at the end of 2017. Thus, this study attempted to explore the intricacies of the institutional arrangement of SJSN through fieldwork to reveal why the participation of informal workers in employment social security in BPJS Labour was very low. Participants from 10 sub-categories of informal workers from various backgrounds based on the demographic characteristics of informal workers in Indonesia had been interviewed. Four issues were revealed in this study: low public literacy on BPJS Labour, limitation of the contributory scheme, undocumented employment relation, and weak collaboration with potential stakeholders to channel membership registration. The low public literacy on BPJS Labour could be divided into three categories: brand awareness; eligibility and entitlement; and, business and service process. Unbalanced attention of the government to BPJS Health had affected informal workers' brand awareness BPJS Labour to the point that the public only recognised "BPJS is BPJS Health". With more than half of informal workers in Indonesia became beneficiaries in social assistance programs, the contributory-only program had set the government and BPJS Labour in an awkward situation where the beneficiaries of social assistance program(s) had to contribute after they had been categorised as poor or the poorest. With more than 50 per cent of informal workers covered in social assistance programs, alternative schemes for informal workers were needed. It was noticeable during the fieldwork that participation based on monthly contribution wouldn't work since generally, informal workers had irregular incomes while employers of informal activity had unstable financial condition and lacked proper management. BPJS Labour responded such situation by launching new initiatives independent from any governmental organisations to overcome the limitation of contributory memberships, the undocumented employment relation, and the difficulty to collaborate with other potential stakeholders. With a similar strategy employed by BPJS Health, it was recommended for the government to step in for a more efficient and effective collaboration through a unified direction.

Kata Kunci : pekerja informal, SJSN, BPJS Ketenagakerjaan, partisipasi rendah

  1. S2-2019-419190-abstract.pdf  
  2. S2-2019-419190-bibliography.pdf  
  3. S2-2019-419190-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2019-419190-title.pdf