Makna Konsumsi Pakaian Bekas Impor Bagi Mahasiswi UGM Yogyakarta

FIRMA AGUSTIN DWI A, Drs. Andreas Soeroso, M.S.

2018 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Di sebagian masyarakat saat ini mencuat gaya hidup alternatif dalam penggunaan pakaian. Fenomena yang hadir di tengah masyarakat saat ini adalah kemunculan pakaian bekas impor. Namun apa yang perlu di garis bawahi kemudian yaitu bahwa penggunaan pakaian bekas impor telah banyak mengalami perubahan. Jika awalnya memakai pakaian bekas menjadi sorotan dalam hal citra pakaian bekas yang negatif, dalam perkembangannya memakai pakaian bekas mencapai sisi lain dari fungsi berpakaian. Pakaian bekas impor semakin populer dengan kehadiran bazaar garage sale dan butik second. Tren ini semakin banyak pemintanya terutama di kalangan pelajar dan mahasiswi. Mahasiswi sebagai subjek dalam penelitian ini memiliki alasan tersendiri mengapa mereka memilih untuk mengkonsumsi pakaian bekas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan alasan apa yang melatarbelakangi mahasiswi dalam mengkonsumsi pakaian bekas impor serta mencoba menggambarkan pemahaman yang lebih dalam tentang peran dan makna baju bekas impor bagi mahasiswi dan orang lain yang melihatnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan beberapa tahapan proses penelitian yakni pengumpulan data lapangan, reduksi data, pemaparan hasil data, dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian. Peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi dalam pengambilan data. Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah lima orang yaitu mahasiswi dari studi ilmu sosio humaniora Universitas Gadjah Mada. Teknik pemilihan informan menggunakan purposive sampling dan teknik snowball. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan konsep Fashion sebagai Komunikasi dari Malcom Barnard dan Interaksionisme Simbolik oleh George Herbert Mead. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakaian bekas impor telah menjelma sebagai objek konsumsi yang dicari bukan hanya nilai gunanya saja tetapi karena pakaian bekas impor memiliki nilai tanda (simbol). Simbol tersebut adalah seperti merek atau model dalam pakaian-pakaian bekas impor beserta atribut penunjangnya yang dapat merepresentasikan gaya hidup kelas atas atau demi mengikuti fashion tertentu. Pakaian bekas impor dipilih karena faktor seperti harga yang murah, kualitas, merek, keunikannya, serta modelnya atas tren fashion tertentu. Lingkungan keluarga, teman sepergaulan, hingga media massa menjadi media yang berperan dalam mengenalkan pada informan atas konsumsi pakaian bekas impor. Masing-masing mahasiswi memiliki latar belakang dan pengalamannya tersendiri dalam konsumsi pakaian bekas impor. Disini digambarkan bahwa sesungguhnya pakaian dapat berbicara banyak tentang pemakainya. Pakaian bekas impor oleh mahasiswi dimaknai sebagai cara untuk menciptakan identitas dan gaya hidup yang ingin mereka sampaikan. Hal tersebut merupakan sebuah ekspresi dalam upaya aktualisasi diri di tengah interaksi dengan lingkungan sosialnya.

In some societies today there is an alternative lifestyle in the use of clothing. The phenomenon that is present in the community today is the emergence of imported used clothing. But what needs to be underlined later is that the use of used imported clothing has undergone many changes. If initially wearing used clothing is in the spotlight in terms of the image of negative used clothing, in its development used clothing reaches the other side of the dress function. Imported used clothes are increasingly popular with the presence of second-hand garage sale and boutique bazaars. This trend is getting more and more requesters, especially among college students. Students as subjects in this study have their own reasons why they choose to consume used clothing. The purpose of this study was to identify and describe the reasons behind students' consumption of imported used clothing and try to describe a deeper understanding of the role and meaning of imported used clothing for students and other people who saw it. The method used in this research is descriptive qualitative with several stages of the research process namely field data collection, data reduction, exposure to data results, and drawing conclusions from the results of the study. The researcher used observation, interview, library study, and documentation techniques in data retrieval. The informants in this study amounted to five people, namely students from the study of socio-humanities science, Gadjah Mada University. The informant selection technique used purposive sampling and snowball techniques. The data obtained were analyzed using the concept of "Fashion as Communication" from Malcolm Barnard and Symbolic Interactionism by George Herbert Mead. The results of the study show that used imported clothing has been transformed into an object of consumption that is sought not only for value but because imported used clothing has a sign (symbol) value. The symbol is like a brand or model in imported used clothing along with its supporting attributes that can represent an upscale lifestyle or to follow a certain fashion. Used used clothes are chosen because of factors such as low prices, quality, brand, uniqueness, and models for certain fashion trends. The family environment, friends as well as the mass media become media that play a role in introducing informants to the consumption of imported used clothing. Each student has his own background and experience in consuming imported used clothing. Here it is illustrated that in fact clothes can talk a lot about the wearer. Used clothing imported by students is interpreted as a way to create the identity and lifestyle they want to convey. This is an expression in the effort of self-actualization amid interaction with the social environment.

Kata Kunci : pakaian bekas impor, fashion, simbol, makna, identitas, aktualisasi diri, imported used clothing, fashion, symbols, meaning, identity, self-actualization