Laporkan Masalah

KELISANAN WAYANG POTEHI: PEMENTASAN DI KLENTENG TAY KAK SIE SEMARANG

ANTONIUS SUPARNO, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A,M.Phil ;Dr. GR. Lono Lastoro Simatupang, M.A

2018 | Disertasi | S3 Antropologi

Wayang Potehi merupakan tradisi lisan Hokkian, Cina yang dibawa masuk ke Indonesia dan diterima sebagai bagian dari akulturasi budaya. Wayang potehi diwariskan dari generasi ke generasi dan dipertahankan di beberapa wilayah, salah satunya di Pecinan Semarang hingga hari ini. Tumbuh di bawah pengaruh modernisasi, wayang potehi dikhawatirkan mengalami kemandekan atau bahkan kepunahan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai strategi untuk menanggulangi persoalan ini. Bertolak dari kegelisahan tersebut, penelitian ini mengangkat beberapa persoalan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya pelestarian wayang potehi. Pokok persoalan tersebut berkaitan dengan (1) karakteristik kelisanan wayang potehi, (2) fungsi tradisi lisan wayang potehi, dan (3) bentuk-bentuk pelestarian wayang potehi. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pecinan Semarang karena di tempat ini terdapat beberapa dalang senior yang mempunyai andil besar bagi keberlangsungan wayang potehi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan fungsional. Pendekatan struktural digunakan untuk mengurai berbagai unsur yang membangun pementasan wayang potehi, kelisanan, karakteristik kelisanan, dan pementasan. Pendekatan fungsional digunakan untuk menemukan berbagai fungsi yang dimiliki wayang potehi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka, pengamatan, dan wawancara. Teknik analisis data dilakukan dengan cara (1) mentranskripsikan data-data kelisanan, (2) mengelompokkan data-data tersebut sesuai dengan sifat data yang ada dalam masalah penelitian, (3) data yang telah dikelompokkan, kemudian dianalisis menggunakan paradigma struktural dan fungsional. Hasil dari penelitian ini adalah (1) wayang potehi memiliki 7 karakteristik kelisanan dan tidak dapat dilepaskan dari pementasan; (2) Pementasan wayang potehi menggunakan lebih dari satu bahasa; (3) wayang potehi memiliki beragam fungsi (ritual, hiburan, pendidikan, sosial, dan ekonomi). Faktor ekonomi jarang dibahas pada penelitian lain, padahal faktor inilah yang menjadi persoalan bagi para dalang sebagai tonggak keberlangsungan wayang potehi hari ini; (4) fungsi ekonomi bertentangan dengan fungsi ritual; (5) Ada beragam cara untuk mewariskan wayang potehi, yaitu melalui, (a) pelestarian langsung dari dalang senior kepada dalang muda, (b) pelestarian dalam lingkungan keluarga, (c) pelestarian dalam komunitas (paguyuban), (d) festival dan pelatihan wayang potehi di Provinsi Jawa Tengah, (e) keberpihakan pemerintah, (f) kaderisasi dan peningkatan profesionalisme dalang, (g) inovasi konten maupun tema, dan (h) melakukan kolaborasi dengan media populer.

Potehi puppet is a Hokkien oral tradition from China brought to Indonesia and accepted as part of cultural acculturation. Potehi puppet is passed from generation to generation and preserved in some areas so far. One of them is in Pecinan, Semarang. Growing up under the influence of modernization, potehi puppet is feared to get stagnancy or even extinction. So, various strategies are needed to solve this problem. Departed from the agitation, this research raises some problems expected to give contribution in accordance with potehi puppet preservation. The problems are (1) the characteristic of potehi puppet orality, (2) the function of potehi puppet oral tradition, (3) form of preservation of potehi puppet. The location of research is in Pecinan, Semarang, because there are some senior potehi puppeteers having big role for Potehi puppet preservation in Indonesia. This research uses structural approach and functional approach. The structural approach is used to analyze various elements constructing potehi puppet performance, orality, characteristic of orality, and performance. Meanwhile, the functional approach is used to find various functions held by potehi puppet. The method used in this research is descriptive-qualitative method. The data is collected by literature review, observation, and interview. Meanwhile, the techniques used to analyze the data are (1) to transcribe oral data, (2) to categorize the data according to the nature of it in the problem of research, (3) to analyze categorized data using anthropology and structural paradigm. The results of this research are (1) potehi puppet has 7 characteristic of orality and can not be separated from performance; (2) performance of potehi puppet using more than one language, (3) potehi puppet has ritual function, entertainment function, education function, social function, and economical function. The economical function is seldom to analyze in other researches, whereas it is the problem faced by the puppeteers as the poles of potehi puppet preservation so far; ; (4) economic function is opposed to ritual function; (5) the strategies to pass down potehi puppet are (a) direct preservation from senior puppeteer to the junior one, (b) preservation in family circle, (c) preservation in community, (d) the festival and training of potehi puppet in province of Central Java, (e) the government�s alignment, (f) regeneration and enhancement of puppeteer professionalism, (g) innovation of content and theme, and (h) collaboration with popular media.

Kata Kunci : ds: Inheritance, Orality, Preservation, Performance, Tradition

  1. S3-2018-309463-abstract.pdf  
  2. S3-2018-309463-bibliography.pdf  
  3. S3-2018-309463-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2018-309463-title.pdf