KONTEKSTUALISASI MUSIK IBADAH LITURGI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP) DI YOGYAKARTA
EZRA DEARDO PURBA, Prof. Dr. Victor Ganap, M.Ed ; Dr. Samsul Maarif, M.A
2017 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaKontektualisasi, konteks kebudayaan dan agama yang tradisional serta modern di satu pihak yang menjadikan hal penting untuk perlu terlaksana dalam konteksnya. Secara sederhana kontekstualisasi dapat diartikan sebagai usaha menemukan harga diri, jati diri serta bentuk lama diciptakan kedalam bentuk yang baru dimana konteksnya berada. Konteks seperti kebudayaan dimana berada untuk menghayati harga diri, jati diri sebagai budaya sendiri serta perpaduan dengan bentuk musikalisasi iringan yang berbeda dari pada sebelumnya. Bahwa musik gereja ialah musik yang dipakai dalam peribadahan gereja atau musik khusus dari umat sebagai suatu persekutuan gereja. Musik gereja secara umum sebagai musik liturgi dan musik rohani. Di dalam ibadah, nyanyian liturgi jelas berguna ataupun bertujuan untuk memuliakan Allah dan menguduskan umat. Musik menjadi sesuatu yang penting dan berfungsi dalam proses ritual religi, tapi di setiap zamannya akan terjadi transformasi bentuk, hal ini jelas terlihat dalam perkembangan sejarah musik gereja, yaitu mulai dari abad pertengahan, ke zaman renaissance, barok, klasik, romantik, impresioniseme, modern, dan postmodern. Sehingga di masa sekarang terjadilah kontekstualisasi musik dalam peribadatan. Calvinis adalah ajaran di gereja GBKP, calvin pada dasarnya dalam peribadatan gereja adalah mengedepankan keheningan/ tenang, tapi pada konteks sekarang hal tersebut bertransformasi ke bentuk musik yang lebih kreatif yaitu musikalisasi musik tradisonal Karo mulai masuk ke dalam ibadah liturgi gereja serta jenis bentuk lainnya yaitu musikal orchestra, ansamble, brass section, string section, band, big band juga menjadi musik iringan nyanyian dalam ibadah liturgi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Yogyakarta, sama halnya seperti perubahan musik gereja dari setiap zamannya. Kontekstualisasi musik ibadah liturgi Gereja GBKP di Yogyakarta ini berpengaruh pada bentuk musikalisasi iringan nyanyian liturgi, melodi lagu, pentatonik, menggunakan idiom melodi musik tradisi Karo serta berkolaborasi dengan jenis musik lainnya. Pada masa awal agama Protestan, muncul pandangan misionaris Eropah tentang iman yang berpusat pada Alkitab, dengan harapan tidak pada adat perdesaan Karo yang berpusat pada pemujaan leluhur, mantra gaib, dan menggerakkan dunia roh melalui tari dan musik. Karena musik tradisi dianggap sebagai hujatan pada Tuhan, seperti instrumen gong, gendang, alat musik tiup sarune dan semuanya dikaitkan dengan sumber kekuatan gaib. Tapi musik tradisi Karo ini juga merupakan musik agama, bagi suku orang Karo. Sehingga musik tradisi Karo dapat juga berguna sebagai mana mestinya pada konteks ibadah liturgi Gereja, terlihat transformasi, kegunaan (fungsi), makna, esensi dari musik tradisi Karo tersebut di dalam ibadah liturgi gereja. Hal ini menjadi dasar untuk meneliti sejarah awalnya kontekstualiasi musik ibadah liturgi gereja GBKP, proses kontekstuasliasinya, apa dampak perubahan makna dan bentuk di dalam musik ibadah liturgi di gereja GBKP.
Contextualization, traditional and modern cultural and religion context become one of the essential things to be done based on the context. Contextualization can be interpreted as an attempt to find self-esteem, identity and old form created into the new one as the context it self. Cultural context is to live up self-esteem and identity as their own culture and blend of musical accompaniment that is different than before. Church music is a music used in worship or particular music of the community of the church. It is generally as a liturgical and spiritual musics. In worship, liturgical chants are obviously beneficial or intended to glorify God and sanctify the people. Music is an important thing and serves in the religious ritual process, altough there will be a transformation in every era and it is clearly known that in the historical development of church music starting from the middle ages, to the time of renaissance, baroque, classical, romantic, modern, and postmodern. Thus, contextualization of music in worship happens in this day. Calvinist is the teachings in Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). It initially puts silence or quietness in worship, but nowadays, it transforms to be more creative music, which is musicalization of traditional Karo's music is included in liturgical worship and others, such as: orchestra, ensemble, brass section, string section, band, and big band turning into musical accompaniment in liturgical worship in Karo Batak Protestant Church (GBKP), Yogyakarta, as well as the transformation of church music in every era. Contextualization of liturgical worship music in GBKP, Yogyakarta influences the musicalization form of the liturgical accompaniment, melody, pentatonic song using the idiom of Karo's culture music melody and collaborating with anoher kinds of musics. In the early of the Protestant religion, there is opinion of European missionaries about faith centered on the Bible, instead of Karo's custom centered on ancestor worship, magical spells, and the spirit world existence through dance and music. It is because traditional music is considered as a blasphemy to God, like musical instruments: gongs, gendang, sarune (wind instrument) and everything related to the source of magical power. In contrast, Karo's traditional music is also a religious music for Karos. As a result, Karo's traditional music is useful as it is, according to the context of liturgical worship of the church; visible transformation; functions; meaning; and the essence of Karo's traditional music in liturgical worship of the church. Those are as the background to do the research of the early history of contextualization, the process of contextualization, and the impact of language change and form of liturgical worship music in GBKP.
Kata Kunci : Kontekstualisasi, musik, ibadah liturgi