HABITUS "SYMPHONY KERONTJONG MOEDA" : RELASI AGEN, MODAL DAN ARENA DALAM PERTUNJUKAN DI YOGYAKARTA
AKWILLA INNOCENTIA, Dr. G.R. Lono Lastoro Simatupang, M.A.
2017 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYAPertunjukan musik keroncong pada perkembangannya yang dinilai mengalami staknasi oleh karena masih menyajikan sajian lawasnya sehingga anggapan musik orang tua masih melekat pada musik keroncong. Symphony Kerontjong Moeda hadir sebagai pertunjukan orkestra-keroncong yang bertujuan melestarikan musik keroncong agar masyarakat terutama kaum muda kembali menyukai musik populer ini. Berdiri sejak tahun 2009, Symphony Kerontjong Moeda mencoba menawarkan solusi yang lebih baik untuk kemajuan musik keroncong terutama di kota Yogyakarta. Upaya-upaya yang dilakukan selama enam kali pementasan di tiap tahunnya menjadi pertanyaan bagaimana dinamika yang terjadi di dalamnya selama karirnya. Symphony Kerontjong Moeda dianalisa dengan melihat habitus dan modal setiap agen yang terlibat di dalamnya, diteliti secara diakronis oleh karena masing-masing pertunjukan memiliki perjalanan karir yang berbeda dari awal hingga pertunjukan ke enam. Perjalanan pementasan Symphony Kerontjong Moeda menjadi unik oleh karena pergantian keterlibatan relasi antara agen yang satu dengan yang lainnya yang sama-sama berusaha memperjuangkan modal yang dapat diterapkan ke dalam pertunjukan. Dalam perjalanan karirnya, setiap agen bernegosiasi dengan habitus dan modal yang dimilikinya untuk menawarkan pertunjukan orkestra-keroncong yang sesuai dengan kepemilikan modal masing-masing agen. Meski para agen yang terlibat memiliki kemiripan habitus namun tetap menghasilkan praktik yang berbeda pada setiap pementasannya. Perubahan struktur di dalam arena ini akan terus berubah seturut dengan perubahan habitus dan modal agen yang paling mendominasi di dalam arena tersebut.
Kroncong music performance in its development was though to get stuck because it is still presenting its old-origin performance, therefore the opinion about Kroncong that considered as old-people(semicolon)s music is still exist. Symphony Kerontjong Moeda presents as orchestra-kroncong performance which has its main goal to conserve Kroncong music so that people especially youth people begin to love and appreciate this popular music. Established since 2009, Symphony Kerontjong Moeda tried to offer the better solutions for Kroncong(semicolon)s progress in Yogyakarta. Its efforts which is conducted for six time performances in each year become a question (panda petik dua)how is its dynamic which happened during its career.(tanda petik dua) Symphony Kerontjong Moeda is analysed by looking at the habitus and the capital of each agent who is involved in it, was researched diachronically wherefore each performance has different story with different agents and different struggle either from the beginning to its latest performance (sixth performance). The story of Symphony Kerontjong Moeda becomes unique because its relation between agents one to another who were struggling for their ideas which can be applied in the performance. In its career, every agent was trying to negotiate with habitus and capital which they have to offer kind of orchestra-kroncong performance in accordance with their capital and interests. Eventhough the agents who are involved have similarity in habitus, they generate different practice in each performance. Agen changes that happened in the field will keep changing due to the changes of the habitus and capital of the agent who could dominate the most in the field.
Kata Kunci : habitus, modal, agen, arena, pertunjukan orkestra-keroncong / habitus, capital, agents, field, orchestra-kroncong performance.