FRAGMENTASI POLITIK EMANSIPASI DAN PEMBANGUNAN TAMBANG DI JEMBER (Diskursus Subaltern dalam Film Dokumenter Para Harimau Yang Menolak Punah)
DIEN VIDIA ROSA, Prof. Dr. Heru Nugroho
2016 | Tesis | S2 SosiologiFilm dokumenter Jember membangun narasi subjek Jember yang dinamis dalam diskursus pembangunan wilayah. Subjek dihadirkan dan bermunculan dalam kompleksitas relasi yang membentuk alternitas dirinya. Subaltern kemudian dilihat sebagai fragmentasi identitas yang berkelindan melalui refraksi visual. Pembentukan gagasan mengenai subaltern ditelusuri melalui jejak diskursus yang berkontestasi membuka ruang interpretasi pemaknaan. Film dokumenter Para Harimau Yang Menolak Punah membingkai kompleksitas diskursus subaltern dalam isu pembangunan yang sarat dengan persoalan pemosisian dan politik identitas. Hal tersebut ditranslasikan dalam ruang interseksi sumber daya ekonomi dan ekologis. Penelitian ini dimaksudkan sebagai upaya analitik dekonstruksi pada visualitas subaltern dalam diskursus pembangunan tambang di Jember dan upaya eksplorasi ruang ketiga subaltern dalam politik emansipatorisnya. Bergerak melalui pendekatan sosiologi visual, penelitian ini menggunakan metode semiotik film Chistian Metz yang dielaborasi dengan pembacaan dekonstruksi Derrida untuk menemukan jukstaposisi maupun teks yang tersembunyi. Subaltern, dalam pembahasan penelitian dijelaskan berada dalam pertarungan akses dan pembangunan tambang dan ekologis. Posisi subaltern kemudian menjadi kompleks dan cair yang memunculkan Islam sebagai penanda yang inheren dalam carut marut kepentingan subjek. Sementara itu, subaltern kerap membangun ruang ketiga untuk dirinya yang dapat dibaca sebagai negosiasi melalui taktik sekaligus paradoksnya yang mengalir dalam insureksi maupun pengkhianatan.
Jember documentary film built a dynamic narrative subject in the discourse of regional development. Subject presented and emerged in the complexity of relationships that formed himself alternity. Subaltern then seen as the fragmentation of identity intertwined through visual refraction. The idea formation of subaltern investigated through discourses trace that contested to open space for interpretation of meaning. The documentary film Para Harimau Yang Menolak Punah (The Tiger Who Refused Extinct) framed subaltern discourse complexity in development issues which loaded with subject positioning and politics of identity. It is translated into intersection space of economic resources and ecological. This study is intended as an analytical deconstruction attempt in the visuality of subaltern discourses in Jember mine development and an exploration effort in the third space of subaltern politics emansipatoric. Moving through visual sociological approach, this study used film semiotic method from Chistian Metz elaborated by the reading of Derrida's deconstruction to find juxtaposition and hidden text. Subaltern in the discussion of the research was explained in access contestation and mine development and ecological. Subaltern position then became complex and fluid that turned up Islam as inherent signifier in the overlapped subject interests. Meanwhile, subaltern often developed a third space for himself which can be read as tactic negotiation and paradox all at once which flowed in insurrection and betrayal.
Kata Kunci : diskursus (discourse), fragmentasi (fragmentation), kontestasi (contestation), politik identitas (politics of identity), subaltern (subaltern)