Konsumsi Kosmetik (Skin) Terhadap Status dan Modal Pemain DOTA2
SHAQUILLE KITO NAJIB, R Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si.
2022 | Skripsi | S1 SOSIOLOGIDOTA2 merupakan salah satu bagian dari industri permainan yang mengalami dampak positif dalam beberapa tahun ini. Sebagai permainan yang gratis, DOTA2 memanfaatkan kosmetik (atau yang kerap disebut skin) sebagai salah satu bentuk konten permainan untuk mencari keuntungan. Pemain sebagai konsumen secara aktif membeli dan menggunakan skin yang dijual, sebagaimana dalam setiap agenda tahunan dilakukan banyak skin baru dirilis. Berbagai penelitian yang dilakukan di banyak permainan telah mengungkapkan berbagai macam motivasi yang mendorong seorang pemain untuk membeli dan menggunakan skin terlepas dari permainannya yang gratis. Namun sangat sedikit yang diketahui tentang hal-hal yang berkaitan pada saat sebuah skin digunakan dalam permainan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu dinamika pemain DOTA2 satu dengan yang lainnya sebagai sesama pengguna skin. Etnografi digital digunakan untuk memahami persepsi pemain dan bagaimana mereka menghadapi apa yang dipersepsikan, sebuah partisipasi langsung dibutuhkan. Wawancara semi-terstruktur digunakan untuk memenuhi gap informasi. Dengan meneliti sebuah komunitas DOTA2 yang aktif, didapati bahwa setiap informan memiliki pandangannya masing-masing terhadap bagaimana mereka menggunakan skin serta kesadaran mereka terhadap eksistensi modal dalam memberikan mereka akses terhadap konten permainan DOTA2. Adapun tindakan yang terobservasi menunjukkan favoritisme terhadap pengguna skin. Dengan demikian skin dalam permainan DOTA2 merupakan bagian dari konsumsi sehari-hari para pemainnya, namun disaat yang bersamaan menjadi terbatas karena dibutuhkannya modal untuk mengakses konten tersebut.
DOTA2 is one part of the gaming industry that has experienced a positive impact in recent years. As a free-to-play game, DOTA2 utilises cosmetics (often called skins) as a form of game content for profit. Players as consumers actively buy and use skins that are sold, as new skins are released every year. Various studies conducted in many games have revealed a wide variety of motivations that drive a player to buy and use skins regardless of the game being free. However, very little is known about what happens when a skin is used in the game. This study aims to explore the dynamics of DOTA2 players with each other as fellow skin users. Digital ethnography is used to understand players' perceptions and how they deal with what is perceived, hence the need for direct participation. Semi-structured interviews were used to fulfil information gaps. By researching an active DOTA2 community, it was found that each informant has their own views on how they use skins and their awareness of the existence of capital in giving them access to DOTA2 game content. The actions observed showed favouritism towards skin users. Thus, skins in the DOTA2 game are part of the players' daily consumption, but at the same time become limited due to the need for capital to access the content.
Kata Kunci : DOTA2, MOBA, skin, kosmetik, konsumsi, etnografi digital