TRADISI DAN KREASI: STUDI KASUS JARAN KEPANG PAPAT DAN KUDA LUMPING DI MANTRAN WETAN, NGABLAK, MAGELANG
BRIGITTA ENGLA, Dr. G.R. Lono Lastoro Simatupang, M.A.
2016 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYAStudi ini dilakukan terhadap dua buah kesenian di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Ngablak, Magelang, yaitu Jaran Kepang Papat dan Kuda Lumping. Jaran Kepang Papat merupakan sebuah kesenian yang penyajiannya berkaitan dengan ritual. Berjalannya waktu, para pemuda dusun menciptakan sebuah bentuk tari kreasi baru yang lebih atraktif tetapi masih menggunakan atribut kuda kepang yaitu Kuda Lumping. Dari sini muncul pertanyaan-pertanyaan pendukung sebagai awal penelitian ini, bagaimana kehadiran Jaran Kepang Papat dan Kuda Lumping di Dusun Mantran Wetan? Bagaimana persamaan dan perbedaan dari kedua tarian tersebut? Lebih lanjut, keberadaan seni pertunjukan yang menggunakan atribut kuda kepang telah mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, disusunlah pertanyaan berikut, bagaimana sikap warga terhadap Jaran Kepang Papat dan Kuda Lumping dapat membantu pemahaman kita tentang pelestarian seni tradisi sebagai warisan budaya? Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, pengamatan terlibat, serta studi pustaka. Penelitian berlangsung pada tahun 2015 hingga awal tahun 2016. Informan dalam studi ini adalah warga yang terlibat dalam masing-masing kesenian, anak-anak muda, serta warga yang tidak ikut terlibat dalam kedua kesenian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana sikap warga menghidupi dua buah kesenian yang memiliki karakteristiknya masing-masing. Hasil dari studi ini ditemukan bahwa warga Mantran Wetan memiliki keunikan terhadap seni yang berangkat dari seni tradisinya. Warga mampu mempertahankan seni tradisinya Jaran Kepang Papat tanpa harus menggantinya dengan Kuda Lumping. Jaran Kepang Papat tetap dihidupkan dengan segala ketentuannya. Di sisi lainnya, Kuda Lumping digunakan sebagai wadah untuk merespon dinamika perkembangan seni saat ini.
This study observed two kinds of performing art in Mantran Wetan, Girirejo Village, Ngablak, Magelang, which are Jaran Kepang Papat and Kuda Lumping. Jaran Kepang Papat was a performing art that related to ritual. As the time passed, teenagers in the village created a new kind of dance which was more attractive but still used kuda kepang as a property named Kuda Lumping. This study poses several questions, how did Jaran Kepang Papat and Kuda Lumping come into being? What are the differences and similarities of those dances? As performing arts using kuda kepang as property had become rare lately, this study also question, how could the attitude of people in Mantran Wetan toward Jaran Kepang Papat and Kuda Lumping help our understanding about preservation of traditional performance as a cultural heritage? The study employed the method of interview, participatory observation and document study. The research was conducted in 2015 until middle of 2016. The informants were people who were active in Jaran Kepang Papat and Kuda Lumping performance art as well as teenagers and people who did not participated in both of performing arts. The aim of this study was to find out how the people practice two kinds of performing art that had different characteristics from each other. The study found that people in Mantran Wetan had created unique performance arts that come from their tradition. They were able to maintain Jaran Kepang Papat as their performing art without replacing it with Kuda Lumping. Jaran Kepang Papat still existed with all of its provisions. On the other hand, Kuda Lumping was created to respond to the dynamic of performing arts.
Kata Kunci : Jaran Kepang Papat, Kuda Lumping, seni tradisi, pelestarian