Cultural Center Sebagai Sarana Konservasi Budaya Sumatera Utara dengan Pendekatan Pada Dalihan Natolu
NIDYA PUTRI DOHARTA, Dr. Ir. Djoko Wijono M.Arch
2016 | Skripsi | S1 ARSITEKTURSumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beberapa kebudayaan baik itu yang asli daerah maupun dari pendatang, yang kemudian menjadikan Sumatera Utara sebagai provinsi yang multietnis. Etnis asli yang berasal dari Sumatera Utara sendiri adalah Batak, Nias dan Melayu. Batak sebagai suku asli dan merupakan citra dari Sumatera Utara sendiri masih terdiri dari beberapa sub-suku yaitu Toba, Karo, Mandaling, Simalungun, Angkola dan Pakpak. Keberagaman Etnis tersebut menghasilkan keberagaman budaya, dan keberagaman budaya menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan yang berpotensi untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata. Kebudayaan sendiri sedikit demi sedikit semakin menghilang dan mulai tergeser disebabkan oleh kurangnya kesadaran pada generasi muda dan globalisasi, kurangnya wadah untuk mengenal budaya dan untuk melestarikan budaya itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah wadah khusus yang dapat menampung fungsi untuk menjaga budaya, mengenalkan budaya sekaligus untuk menjadikan budaya sebagai unsur pariwisata. Cultural center merupakan sebuah wadah untuk menampung fungsi-fungsi tersebut, dimana semua fungsi dapat diwujudkan berdasar pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Kegiatan menjaga, melestarikan dan mengenalkan kebudayaan tersebut merupakan sebuah kegiatan konservasi kebudayaan, dan cultural center berfungsi sebagai sarana konservasi dalam hal ini sebagai sarana konservasi kebudayaan Sumatera utara. Cultural center sebagai sarana konservasi Kebudayaan Sumatera Utara ini terletak di Kecamatan Simanido, Kabupaten Samosir, Pulau Samosir Provinsi Sumatera Utara. Pulau Samosir yang terletak di tengan Danau Toba masih kental akan kebudayaannya dimana danau Toba sendiri merupakan asal dari suku Batak. Selain kebudayaan juga Pulau Samosir memiliki potensi pariwisata yang tinggi dilihat dari alamnya. Sebagai wadah dan sarana konservasi budaya, cultural center dirancang dengan menggunakan pendekatan pada Dalihan Natolu. Dalihan natolu sendiri merupakan filosofi kehidupan masyarakat Batak Toba dan beberapa sub suku Batak lainnya. Dengan menggunakan Dalihan Natolu sebagai dasar utama dalam merancang cultural Center diharapkan cultural center dapat mencerminkan kebudayaan baik dalam bentuk fisik dan pengalaman arsitekturnya, juga sebagai sarana menjaga dan menerapkan bentuk kebudayaan yang telah ada kedalam arsitektur masa sekarang sebagai perkenalan kepada orang yang berasal dari luar.
North Sumatra is one of the provinces in Indonesia which has several cultures that come from its native as well as from newcomers, which then makes the province of North Sumatra as multiethnic province. The original ethnicity from the North Sumatra is Batak, Nias and Malay. Batak as indigenous and the image of the North Sumatra consists of several sub-tribes, Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Angkola and Pakpak. Ethnic diversity produces cultural diversity, and diversity of cultures produces cultural forms that have the potential to be served as a tourist attraction. Culture itself gradually vanishes and begins to change, caused by the lack of awareness in the younger generation and globalization, lack of will to know the culture and to conserve the culture itself. Therefore it takes a special place that can accommodate the preservation of culture, introduces the culture as well as to make culture as an element of tourism. Cultural center is a place to hold such functions, in which all functions can be realized based on the past, present and future. Activity to keep, preserve and introduce the culture is conservation of culture activities, and cultural center is served as a mean of conservation in this case as a mean of cultural conservation of North Sumatra. Cultural center as North Sumatra�s Cultural Conservation is located in District Simanido, Samosir, Samosir Island North Sumatra Province. Samosir Island is still strong for their culture and Toba Lake itself is the origin of the Batak tribe. Besides culture, Samosir Island also has a high tourism potential for its view. As a facility for cultural conservation, Cultural Center is designed using the Dalihan Natolu approach. Dalihan Natolu itself is a philosophy of Batak Toba and the other sub-tribes of Batak. By using Dalihan Natolu as the primary basis in design, the cultural center is expected to reflect the culture both in physical form and experience of architecture, as well as a mean to maintain and implement existing cultural forms into present architecture and as an introduction to people who come from outside.
Kata Kunci : Cultural Center, Dalihan Natolu, Sumatera Utara, Danau Toba, Samosir