Dari Ekspatriat Barat Sampai Hippies: Pariwisata Bali 1920-1970an

EKA NINGTYAS, Dr. Farabi Fakih M.Phil

2016 | Tesis | S2 Ilmu Sejarah

Turisme Hippies yang berkembang di Bali pada tahun 1968 hingga akhir 1970an merupakan hasil dari hubungan kosmopolit antara turis asing yang membawa ide-ide hippies dan lokal Bali. Ini menunjukkan bahwa turisme Bali merupakan fenomena kosmopolitanisme. Bali sebagai produk konsumsi adalah produk dari kosmopolitanisme yang dibentuk dari hubungan global-lokal. Fenomena kosmopolitanisme dalam turisme Bali dimulai sejak tahun 1920an, ditandai dengan kedatangan gelombang ekspatriat asing ke Bali. Mereka terpikat oleh eksotisme Timur ide-ide orientalisme. Hal ini ditunjukkan dalam catatan perjalanan mereka maupun beberapa tulisan pada zaman itu. Kedatangan turis yang membawa ide-ide hippies menunjukkan bahwa kosmopolitanisme dalam pariwisata Bali menampilkan sifat subversif kepada negara. Selama periode kolonial, Belanda memberlakukan kebijakan pembatasan hubungan antara ekspatriat dan penduduk lokal. Bagi mereka, kosmopolitanisme dianggap menjadi kendaraan bagi modernitas yang tidak sesuai dengan kebijakan kolonial. Sementara itu dalam konteks Indonesia, pemerintah Orde Baru, membatasi jumlah hippies yang datang ke Bali. Negara beranggapan bahwa turisme hippies berpotensi membawa pengaruh buruk pada masyrakat lokal. Tesis ini menunjukkan bahwa turisme hippies menciptakan hubungan pribadi yang tidak dapat dilihat dalam turisme lain. Hal ini menyebabkan muncul agen-agen yang mampu membaca kesempatan ekonomi dari turisme hippies. Hal ini memiliki konsekuensi logis yang jelas, banyak bisnis berkembang di Bali antara turis dan penduduk lokal seperti akomodasi, restoran, art shop, dan art gallery

Hippy tourism in Bali during 1968 to 1970s is an effect of cosmopolitan relations between international tourist, who brought the idea of hippies, and the locals in Bali. It shows that tourism in Bali is a cosmoplitan phenomenon. Bali, as a product to be consumed, is a product of cosmopolitanism built by global-local relationship. This tendency started in 1920s, and was marked by the wave of expats to Bali. They were lured by the orientalist concept of Eastern exoticism. This is shown in their travel notes and some texts during that era. The tourist, informed by hippy ideas shows that cosmpolitanism has shaped recreating Bali as a comsumptive project. Cosmpolitanism in Bali's tourism displays a subversive trait to the state. During the colonial periode, Dutch colonial restricted relation between expats and locals. For them, cosmpolitanism was regarded as a vehicle for modernism that was not suitable with colonial policies. Meanwhile, during New Order Era the government, limit the number of hippies comes to Bali. The state thought that hippy tourism potentially influence local in a negative manner. This study shows that hippy tourism creates personal relations that can not be seen in other forms of tourism. This led to the flow of agents that followed the economical side of hippies tourism in Bali. The consequences are clear, many business fluorished in Bali, like restaurants, art shops, between the tourists and the locals.

Kata Kunci : cosmpolitanism, hippies, tourism, Bali, subversive, colonialism, orientalism