Mural sebagai Medium Kritik Sosial Seniman (Studi Kasus "Jogja Asat")
MEILA RISKIA FITRI, Prof. Dr. Heru Nugroho
2015 | Tesis | S2 SosiologiMural adalah lukisan di dinding dan biasanya dapat ditemui di dinding luar ruang, terutama yang menghadap atau bisa dilihat dari jalan. Mural menjadi salah satu medium penyampai aspirasi, khususnya yang berisikan kritik sosial. Kegelisahan, kekecewaan, dan amarah dituangkan oleh seniman melalui karya seni jalanan ini. Hal ini sejalan dengan estetika marxis yang mengatakan bahwa karya seni bisa sangat tergantung dari lingkungannya, baik dari isi maupun bentuk. Yogyakarta sebagai "ruang" memiliki karakteristik yang berbeda dari kota lain karena praktik kebudayan masyarakat setempat yang juga dekat dengan ekspresi seni. Kasus kekeringan yang terjadi di Yogyakarta menjadi momentum bagi banyak seniman untuk membuat karya mural, seperti yang bertajuk "Jogja Asat". Penelitian ditujukan untuk menjelaskan perkembangan mural sebagai medium kritik sosial dan keterhubungan mural dengan gerakan sosial melalui studi kasus Jogja Asat. Penelitian ini menunjukkan bagaimana mural direpresentasikan sebagai alat perlawanan. Dengan menggunakan metode etnografi visual, penelitian ini menggunakan rekaman visual sebagai data dan informasi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi, wawancara, observasi, dan studi pustaka. Jenis data dibedakan menjadi data primer dan sekunder. Data primer berupa dokumentasi mural yang ditemui di lapangan, serta hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder dari studi pustaka maupun artikel dari media social yang dapat mendukung penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mural digunakan sebagai medium kritik sosial berkaitan dengan gerakan seni rupa baru yang bermula pada tahun 70-an dimana kelompok seniman muda melawan dominasi dan hegemoni kelompok seniman tua di masa Orde Baru. Kedekatan mural dengan publik dimanfaatkan sebagai medium kritik dengan harapan isu yang diangkat dapat sampai kepada masyarakat yang melihat mural tersebut. Mural yang berkembang menjadi gerakan sosial sebagaimana yang nampak pada mural "Jogja Asat" juga berakar dari tradisi perlawanan para seniman terhadap tatanan sosial, politik dan ekonomi yang mengabaikan partisipasi masyarakat. Gerakan ini dilakukan oleh sekelompok warga masyarakat yang menamakan diri mereka sebagai Warga Berdaya. Seniman turut ambil bagian dalam gerakan dengan membuat karya mural sebagaimana yang berlokasi di Jembatan Kewek Yogyakarta. Mural yang ditampilkan itu memuat kritik sosial karena digunakan sebagai alat perlawanan untuk melawan dominasi maupun hegemoni atas pembangunan hotel-hotel yang massif namun minim kontrol dari masyarakat sehingga kekeringan, seperti yang dialami warga Miliran. Selain itu, praktik menghuni ruang yang dilakukan para seniman dengan medium mural dapat dilihat sebagai upaya perebutan kuasa simbolik atas ruang karena menyempitnya ruang berekspresi bagi masyarakat.
Mural is a painting on the wall and generally can be found on outside wall, especially the wall that face the streets or can be seen from the streets. Mural is one of medium to deliver aspiratios, specially that contain of social ciriticism. Restlessness, disappoinment, and angry are shown by artists through that works of street art. It is in line with marxist aesthethics which is say that work of art can be highly dependent on the environment, both in content and form. Yogyakarta as a "space" have different characteristics from other city because cultural practices of local communities close to the artistic expression too. The case of drought that occured in the city become momentum for artists to make mural, like mural titled "Jogja Asat". This research is intended to explain the expansion of mural as medium of social ciriticism and connectedness murals with social movements through case study of "Jogja Asat". It also shows how mural can be represented as a tool of resistance. Using visual etnography method, the research use visual record as data and information. Data collection techniques done with documentations, interviews, observations, and literature review. Data types can be divided into primary and secondary. Primary data are documentations of mural that found in the field research, also interviews and observations. And secondary data were obtained from literature review and articel from social media that can support the research. The result showed that mural is used as medium of social criticism linked to gerakan seni rupa baru (GSRB) that start from 70s when young artists are against domination and hegemony of old artists in the New Order. Because of its proximity to public, mural is used as medium of ciritcism with hope that the issue that was raised can be up to the public who see that mural. Mural that develop into social movements as seen in "Jogja Asat" mural also rooted in the tradition of the artists resistance against the social, politic, and economic order that ignoring public participation. This movement is done by a group of citizen that named them self as Warga Berdaya. Artists also taking part of the movement with making mural as their work of art as located at Jembatan Kewek Yogyakarta. That shown mural loads of social criticism because it is used as tool of resistance to against domination and hegemony of the massive construction of hotels but less control from community so that drought could happen. It is like experienced by Miliran community. Beside that, practices of inhabit space that done by artists can be seen as effort of symbolic power struggle of space caused by narrowing the space of expression for public.
Kata Kunci : Mural, Kritik Sosial, Perlawanan