Bangkitnya Modal Sosial di Yogyakarta Studi Tentang Proses Aktifasi Modal Sosial oleh Warga Berdaya sebagai Respon atas Permasalahan Tata Ruang di Yogyakarta
TASHA NASTITI WARIS, Nur Azizah,S.IP,MSc.
2015 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)Hasil riset FISIPOL UGM tahun 2001 yang bekerjasama dengan Kantor Eks Menteri Negara Masalah-Masalah Kemasyarakatan tentang dinamika modal sosial di Yogyakarta menyimpulkan bahwa selama ini elemen yang menjaga kestabilitasan modal sosial di Yogyakarta ialah kultur Jawa dan kekuatan Kraton (Sultan Hamengku Buwono IX). Selain itu, riset tersebut juga menyatakan bahwa dengan meningkatnya heterogenitas etnis pendatang yang disertai penolakan terhadap nilai-nilai etnis mayoritas (Jawa) berpotensi menurunkan modal sosial karena berpeluang menciptakan konflik. Namun, pernyataan tersebut terbantahkan dengan fenomena dipenghujung tahun 2012 karena ketika itu terdapat kelompok yang terdiri dari komunitas- komunitas urban bernama Warga Berdaya, yang justru memantik potensi modal sosial melalui aksi kolektif merawat kota. Oleh karena itu, rumusan masalah “Bagaimana proses aktifasi modal sosial oleh Warga Berdaya sebagai respon atas permasalahan tata ruang di Yogyakarta?â€, dipilih untuk menggali dinamika kelompok komunitas urban mengaktifkan modal sosial lebih jauh. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah kualitatif studi kasus dengan teknik pengumpulan data; wawancara mendalam, observasi dan studi literatur. Konsep besar yang digunakan dalam penelitian ialah modal sosial ala Putnam dan mass-self communication pada Castells. Pada penerapannya, teori modal sosial Putnam akan digunakan untuk menjawab proses aktifasi modal sosial secara langsung; melalui tatap muka/ asosiasi (perkumpulan). Sedangkan teori Castells akan digunakan untuk menjawab proses aktifasi modal sosial secara tidak langsung; melalui jaringan internet. Secara garis besar, temuan yang didapatkan ialah; Pertama, modal sosial pada Warga Berdaya teraktifasi dari jaringan, norma dan kepercayaan serta dipantik oleh sebuah momentum. Modal sosial ini diperkuat melalui jaringan sosial media (internet) yang memfasilitasi komunikasi antar penggerak Warga Berdaya meskipun tidak dapat bertemu secara langsung. Kedua, modal sosial masyarakat luas diaktifasi oleh Warga Berdaya secara langsung (tatap muka) melalui beberapa cara seperti koneksi pribadi, aksi Warga Berdaya dan forum antar komunitas. Selain itu, jejaring sosial media di internet seperti: youtube, twitter, facebook, dan wordpress juga digunakan sebagai sarana aktifasi modal sosial secara lebih luas. Kesimpulan dari penelitian ini ialah bahwa modal sosial yang diaktifasi oleh Warga Berdaya dilakukan melalui dua cara yakni secara langsung; tatap muka/ asosiasi (perkumpulan) dan tidak langsung; jejaring internet. Aktifasi modal sosial secara langsung berperan primer, sedangkan aktifasi secara tidak langsung berperan komplementer.
Research result of Faculty of Social and Political Science, Gadjah Mada University (FISIPOL UGM) cooperate with the Office of Former Minister of State for Social Affairs (Kantor Eks Menteri Negara Masalah-Masalah Kemasyarakatan) in 2001 about the dynamics of social capital in Yogyakarta, concluded that during this time the elements that keep social capital stability in Yogyakarta are Javanese culture and the strength of Palace (Keraton and Sultan Hamengku Buwono IX). Furthermore, it also stated that by the increasing of ethnic heterogeneity of immigrants which followed by greatest ethnic values (Java) rejection; potentially reduce social capital as likely creating conflict. However, such conclusion was refuted by the phenomenon in the end of 2012. At that time, there were groups of urban communities named “Warga Berdayaâ€-empowered citizen- which ignite the potential of social capital society through collective action; persevering city. Thus, research question “How does the process of social capital activation by Warga Berdaya as a response of spatial planning problem in Yogyakarta?†is chosen to explore the dynamics of urban communities (Warga Berdaya) in activating social capital further. Approach being used is qualitative; case study, with in-depth interviews, observation and study literature as data collecting techniques. Theories being used as a framework for the phenomenon are Social Capital by Putnam and Mass-self Communication by Castells. Social Capital is used to elaborate direct activation process of social capital (through face to face/ association). Meanwhile Mass-self Communication is used to elaborate indirect activation process of social capital (through internet network (social media)). Broadly speaking, the findings obtained are: first, social capital on Warga Berdaya was activated from networks, norms, and trust as well as triggered by a momentum. Such social capital is also strengthened by internet network which successfully facilitates communication among Warga Berdaya activists. Second, social capital on society was activated through some ways; personal connections, Warga Berdaya activities, and inter-community forum. In addition, social media in internet network such youtube, twitter, facebook, wordpress were also used as ways to activate the spirit of social capital broadly. In brief, social capital which was being activated by Warga Berdaya done through two ways; direct (through face-to-face/ association) and indirect (through internet networks: social media). Direct activation holds primary role while indirect activation holds complementary role
Kata Kunci : Modal Sosial, Warga Berdaya, Aktifasi, Yogyakarta