Motif hias alas-alasan pada batik dalam ritual tingalan jumenengan dan perkawinan di Keraton Kasunanan Surakarta :: Kajian bentuk, fungsi dan makna
GUNTUR, Promotor Prof. Dr. R.M. Soedarsono
2010 | Disertasi | S3 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaMotif bias alas-alasan merupakan motif yang merepresentasikan fenomena alas atau gunung. Motif bias yang unik dan karakteristik karena berbeda dengan tradisi penggam.baran batik pada umumnya dan batik keraton pada khususnya. Pemahaman terhadap eksistensi motif tersebut meniscayakan suatu pendekatan yang bersifat komprehensif. Suatu pendekatan yang memungkinkan diperolehnya gambaran utuh tentang keberadaannya dari perspektif historis, estetis, dan semiotik. · Perspektif historis memberi pemaham.an bahwa motif bias alas-alasan berkait erat dengan cikal-bakal keberadaan batik Jawa pada umumnya dan batik keraton pada khususnya. Eksistensi motif yang juga dilandasi oleh pemahaman atau pandangan orang Jawa tentang realitas alas dan gunung. Pandangan. yang memiliki akar historis berkait dengan eksistensi keraton sebagai pusat kekuasaan politik. Rajutan antara pandangan mitis dan historis menempatkan alas dan gunung sebagai sumber kreasi estetik yang tennanifestasi ke dalam motif hias alas-alas an. Kajian dari perspektif estetis menunjukkan bahwa penggambaran fenomena alas atau gunung direpresentasikan melalui figur berbentuk binatang dan pohon. Elemen-elemen tersebut digambarkan secara sederhana melalui garis tunggal dengan warna emas (perada) sebagai aksentuasinya. Sistem pengorganisasian elemen bersifat simetris dan tertata dalam lajur horizontal dengan menyisakan bidang tengah berbentuk belah ketupat tetap berwarna putih, warna asal kain. Pada ujung kain terdapat hiasan gurdha. Orkestrasi seluruh elemen dikerangkakan oleh elemen berbentuk kawung y.ang menjadi pembingkainya. Elemen yang diekspresikan melalui kuning (perada emas) pada kain berwarna latar biru tua (bangun tula.Jq dengan tetap mempertahankan warna putih pada bidang tengah kain (blumbangan) dikenal sebagai Dodot Bangun tulak Alas-alasan Pinarada Emas. Sementara elemen yang sama diekspresikan melalui kuning (perada emas) pada kain berwarna latar hijau (gadhung) dengan bidang tengah kain ( blumbangan) berwama putih dikenal sebagai Dodot Gadhung Melathi Alas-alasan Pinarada Emas. Dua jenis dodot yang selalu digunakan oleh para penari Bedhaya Ketawang dalam ritual jumenengan danfatau tingalan jumenengan serta perkawinan di lingkungan Keraton Surakarta. Kedudukan yang menempatkan motif bias alas-alasan sebagai benda pusaka di satu sisi dan oleh karenanya sangat disakralkan. Kedudukan dan fungsi yang menjaganya tetap bertahan dan tidak mengalami perubahan hingga kini. Melalui peristiwa penting itu pula motif tersebut selalu dihadirkan kembali setiap penobatan raja, ulang tahun raja atau setiap upacara perkawinan di lingkungan Keraton Surakarta diselenggarakan. Demikianlah melalui motif itu, pesan yang disampaikan selalu diulang untuk rnenjadi pengingat dan panduan dalam rnenjalankan kekuasaan bagi raja dan menjalani kehidupan bagi sepasang mernpelai. Secara semiotik, motif bias alas-alasan dalam ritual tingalan jumenengan merupakan representasi dari kekuasaan, kewibawaan, kemewahan, kehidupan dan kesuburan, serta perlindungan. Dalam konteks perkawinan motif hias alas-alasan sebagai representasi dari "raja", gumelaring jagad, harapan, perlindungan, dan kesuburan.
Alas-alasan ornament motif is a motif representing the phenomenon of alas (forest) or gunung (mountain). The motif is unique and characteristic because it is different from traditional batik in general and the court batik in particular. A comprehensive approach is a necessity to understand the existence of the motif. This kind of approach enables us to get a complete description of its existence from historical, aesthetic, and semiotic perspectives. A historical perspective of study shows that alas-alasan ornament motif is closely related to the first of Javanese batik in general and the court batik in particular. The motif is based on the Javanese understanding or viewpoint of a forest or a mountain in reality. This viewpoint which has a historical root is related to the existence of the court as the center of political power. The mystic and historical viewpoints are intertwined making forests and mountains as the aesthetic source of creation manifested into alas-alasan ornament motif. An aesthetic perspective of study shows that the description of the phenomenon of forests or mountains is represented through the figure in the shape of animals or trees. The elements are depicted modestly by a single line using golden colour (perada) as its accentuation. The organizing system of the elements is symmetric in nature and arranged in horizontal rows, leaving a white lozengeshaped space in the centre, the original colour of the cloth. Gurdha ornament is found at the tip of the cloth. The orchestration of the whole elements is framed by an element in the form of kawung which becomes its frame. The element expressed by yellow (perada emas) on the cloth having a dark blue (bangun tulalq background and the central space of it is kept white (blumbangan) is called .Dodot Bangun Tulak Alasalasan Pinarada Emas. While the same element expressed by yellow (perada emas) on the cloth having a green (gadhung) background and the central space of it is white is called Dodot Gadhung Melathi Alas-alasan Pinarada Emas. Those two kinds of dodot are always worn by Bedhaya Ketawang dancers in ritual occasions such as the coronation of the king and/ or the coronation anniversary and wedding ceremonies in the court of Surakarta. It is a rank that makes alas-alasan ornament motif as an inheritance and that is why it is made sacred. It is the rank and function that maintain it so that it does not change until now. The motif is always present at the coronation of the king, the Icing's anniversary and wedding ceremonies in the court of Surakarta. Through the motif, the message given is always repeated as a reminder and a guidance for a king to run his power and for the newlyweds to live their lives
Kata Kunci : Motif batik,Tingalan Jumenengan,Perkawinan,Keraton Kasunanan Surakarta