Laporkan Masalah

Resistensi budak pada masa kolonial :: Sebuah kajian poskolonial terhadap Novel Surapati dan Robert Anak Surapati karya Abdoel Moeis

YASA, I Nyoman, Prof. Dr. C. Soebakdi Soemanto, S.U

2010 | Tesis | S2 Ilmu Sastra

Penelitian ini dilakukan berdasar pada masalah budak dan perbudakan di Indonesia dalam karya sastra dan dilakukan dengan menggunakan teknik deksonstruksi ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan (1) relasi antara penjajah dan terjajah yang terdapat pada Novel Surapati dan Robert Anak Surapati (SdRAS), (2) resistensi budak terhadap kaum majikan, dan (3) sifat novel SdRAS dalam perspektif poskolonial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa relasi antara penjajah dengan terjajah, yakni antara Belanda dengan pribumi di Indonesia (Hindia Belanda) adalah relasi yang tidak setara. Belanda mendominasi pribumi. Pendominasian Belanda terhadap pribumi diperlihatkan stereotip-stereotip kebinatangan oleh pihak Belanda kepada pribumi, dan pendiskriminasian warna kulit oleh kolonial. Belanda memandang dirinya lebih beradab daripada pribumi karena Belanda memiliki warna kulit putih, sedangkan pribumi memiliki kulit hitam, atau bukan kulit putih. Pandangan Belanda itu terkonstruksi dalam pikiran dan perilaku mereka sehingga stereotip-stereotip bahwa pribumi itu terbelakang, lamban atau malas, dan seperti binatang (kera atau beruk), muncul atau berkembang. Akibat pendominasian (pendiskriminasian, rasisme, dan marjinalisasi) ini membuat masyarakat pribumi melakukan resistensi. Resistensi yang dilakukan oleh budak/pribumi dalam bentuk mimikri dan mockery yang memperolok-olok kolonial Belanda dalam upaya meruntuhkan kekuasaannya. Adanya mimikri dan mockery itu menunjukkan perilaku budak/pribumi yang hybrid sehingga wacana yang dibangun dalam novel SdRAS merupakan wacana ambigu. Oleh karena itu, dalam perspektif poskolonial, novel SdRAS ini dapat dikatakan memiliki sifat yang mendua/ambigu. Pada satu sisi, ia mewacanakan perlawanan, akan tetapi pada sisi yang lain, ia terhegemoni oleh wacana kolonial.

This research is conducted based on the problem of slavery found in Indonesian literary texts. Using a deconsructive technique, this research intends to show (1) the relations between the colonizer and colonized people found in the novel Surapati and Robert Anak Surapati (SdRAS), (2) the resistance of slaves to his masters, (3) the characteristics of SdRAS novels according to postcolonial perspectives. The result of this research shows unequal relations between the colonizer, Dutch, and colonized people, native Indonesian. These unequal relations can be found through Dutch’s expression by stereotyping Indonesian as animals, and by referring to their skin color. The Dutch characters in the novel viewed themselves more civilized than those indigenous characters, and this categorization was formulated based on skin colors. This point of view constructed the colonizer’s mind and behaviors that impacted to the emergence of negative depictions of native Indonesians as left behind, slow, lazy people, and other animal likes such as monkey. Such negative depictions and domination (discrimination, racism, and marginalization) led Indonesian slaves into resistance in the form of mimicry and mockery by mocking Dutch colonizers. These were performed as an effort to abolish their powerful position. Mimicry and Mockery, however, reveals the hybrid attitude of colonized Indonesians which, at the same time, shows that ambiguity of the discourse constructed in the novels. Therefore, according the postcolonial approach, the novels SdRAS can be characterized as ambiguous novels. These novels show their resistance to the dominant on the one hand. They are also hegemonized by colonial discourse on the other hand.

Kata Kunci : Resistensi,Budak,Surapati dan Robert Anak Surapati,Poskolonial,Resistance, Slave Surapati and Robert Anak Surapati, Postcolonial

  1. S2-FIB-2010-INyomanYasa-Abstract.pdf  
  2. S2-FIB-2010-INyomanYasa-Bibliography.pdf  
  3. S2-FIB-2010-INyomanYasa-Tableofcontent.pdf  
  4. S2-FIB-2010-INyomanYasa-Title.pdf