Laporkan Masalah

Pengembangan electronic government di Indonesia :: Study kasus SISFONAS 2010

ROSADI, Teddy, Dr. Samodra Wibawa

2009 | Tesis | S2 Magister Administrasi Publik

Electronic government telah mendapatkan perhatian banyak dari berbagai pihak pada beberapa tahun belakang ini. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK/ICT), terutama internet, dianggap sebagai penggerak utama dibelakang pengembangan e-government. Indonesia, seperti negara-negara lainnya, bisa mengambil keuntungan dari munculnya e-government ini, keuntungan-keuntungan seperti: 1. menimbulkan suatu dukungan terhadap munculnya perubahan pada sebuah pemerintahan yang lebih demokratis, 2. memfasilitasi suatu komunikasi antara pemerintah daerah dan pusat, 3. untuk meningkatkan transparansi, kontrol dan akuntabilitas menuju implementasi pada pengembangan tata pemerintahan yang baik, dan 4. untuk memungkinkan transformasi menuju abad masyarakat informasi. Namun, penelitian-penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa tingkat adaptasi pengelolaan dari e-government walaupun meningkat pada banyak negara tapi menghadapi kendala yang beragam pada masing-masingnya. Pada umumnya negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mendapatkan banyak kendala dalam menerapkan e-government dibandingkan dengan negara-negara maju. Untuk mengembangkan Electronic government dikeluarkanlah Instruksi Presiden No. 3/2003 yang memuat mengenai kebijakan nasional dan strategi pengembangan e-government di Indonesia, yang dimulai pada bulan Juli tahun 2003. Namun sebelum munculnya instruksi tersebut, pemerintah daerah telah mengambil inisiatif untuk mengembangkan e-government tanpa ada arahan yang jelas dari otoritas pemerintah pusat. Tidak adanya budaya dan organisasi pengembangannya yang baik, kurangnya perhatian pada fasilitas finansial yang menunjang, dan rendahnya pemahaman akan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi halangan-halangan untuk implementasi dari e-government. Namun beberapa inisitif pengembangan yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah daerah dan swasta berupaya untuk mengatasi halangan-halangan tersebut. Mengubah manajemenisasi untuk meningkatkan budaya dan organisasi pengembangan e-government hanya bisa dilakukan dengan kepemimpinan yang kuat. Perubahan budaya dan organisasional kadang lebih sulit dibandingkan dengan perubahan teknologi yang muncul. Dalam menghadapi masalah finansial dari pengembangan e-government, kerjasama dengan pihak ketiga, yaitu swasa, melalui “mutualisme simbiosis” atau kerjasama yang saling menguntungkan, serta efisiensi didalam alokasi penggunaan dana adalah sebagian dari strategi untuk mengatasi halangan-halangan tersebut.Pengembangan pengetahuan dan keahlian dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi harus ditingkatkan dengan beragam program pengembangan. Kurangnya keahlian dan pengetahuan internal dari pegawai pemerintahan didalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bisa didukung oleh pihak eksternal yang ahli, seperi praktisi-praktisi IT dan akamedisi. Program-Program untuk meningkatkan kesadaran dan keahlian dari masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi juga harus di desain dengan baik. Pegawai-pegawai pemerintah tidak hanya menjadi aktor atau pemain di dalam tujuan ini, ikut sertanya beragam aktor eksternal, seperti sekolah-sekolah, universitas-universitas dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat merupakan suatu hal yang esensial. Pada tingkat nasional dan daerah, program-program untuk meningkatkan infrastruktur dan aksesbilitas pengembangan TIK sangatlah penting untuk memperluas cakupan akan penggunaan layanan dari e-government, tanpa hal ini, hanya sebagian kecil dari masyarakat yang akan mendapatkan keuntungan dari pengembangan e-government dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah mengglobal selama ini.

Electronic government (e-government) has accepted a considerable attention in last few years. Development of information and communication technology (ICT), especially the Internet, is considered as main driver behind egovernment initiatives. Indonesia, like other countries, can take advantages of e-government initiatives, those advantages such as: 1. to support the government change towards a democratic governance practices; 2. to facilitate communication between central and local governments; 3. to improve transparency, control, and accountability towards implementation good corporate governance; and 4. to enable transformation towards information society era. But previous research found that adoption of e-government increased in most countries but at the same time the rate of adoption varied from country to country. Generally, developing counties, includes Indonesia, is lagging in e-government adoption compared to developed countries. To foster the development of e-government, Presidential Instruction No. 3/2003, which contains national policy and strategy pertaining e-government development in Indonesia was introduced on July 2003. However, before the introduction of the instruction, local governments have taken initiatives to develop e-government without any guideline from the central authority. Organizational and cultural inertia, financial constraints, and low ICT penetration, lack of ICT skills are of identified obstacles of e-government implementation. However, some government offices have proven to eliminate degree of the obstacles with several initiatives. Change management to unfreeze organizational and cultural inertia can only be done with a strong leadership. The organizational and cultural changes often are more difficult than technological changes. To cope with financial constraints, partnership with third parties through “mutualism symbiosis” and efficiency in budget allocation are among the strategies. ICT skills and knowledge among government employees should be improved through various programs. Lack of internal skilled-personnel may also be supplemented by involving external experts, such as ICT practitioners or academicians. Programs to increase awareness and skills of public to use ICT should also be well-designed. Government offices cannot be a single fighter in this regards. Involvement of external actors, such as schools, universities, and non-government organizations are then essential. In national level as well as in local level, programs to increase capacity ICT infrastructure and accessibility are important to broaden coverage of the services offered by e-government. Without this, only a handful of citizens who will get benefits from e-government and hence digital divide will widen.

Kata Kunci : Electronic government,Pemerintah pusat,Pemerintah daerah, Electronic government, (Central) Government, Local Government

  1. S2-ISP-2009-THESIS-TEDDY_ROSADI-Abstract.pdf  
  2. S2-ISP-2009-THESIS-TEDDY_ROSADI-Bibliography.pdf  
  3. S2-ISP-2009-THESIS-TEDDY_ROSADI-Tableofcontent.pdf  
  4. S2-ISP-2009-THESIS-TEDDY_ROSADI-Title.pdf