PILIHAN TIPE NARATIF DAN KONSEKUENSI IDEOLOGISNYA: NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER PRESPEKTIF DIALOGISME BAKHTINIAN

Esty Pratiwi Lubarman, Prof. Dr. Faruk, S.U.

2025 | Tesis | S2 Sastra

Pramoedya Ananta Toer merupakan sastrawan paling berpengaruh dalam sejarah sastra indonesia. Dalam perjalanan kepengarangannya, ia menggunakan karya-karyanya sebagai alat perjuangan untuk membebaskan dari segala penindasan. Ia memiliki kekuatan dalam setiap narasinya, beberapa penelitian yang membahas karya-karya Pram bahwa kekuatan naratif yang digunakan oleh Pram membuktikan bahwa karya-karyanya sebagai senjata untuk perjuangan kebenaran dan keadilan. Dalam perkembangan kesusastraannya dan posisinya sebagai sastrawan mengantarkan Pram pada polemik yang cukup menonjol dalam sejarah sastra dan kebudayaan Indonesia di sekitar tahun 50-an hingga 60-an. Salah satu karya yang lahir di era tersebut yaitu novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan, dalam fase lahirnya novel tersebut kedekatannya dengan Lekra semakin menunjukkan posisi ideologisnya. Dalam berbagai pendapat novel ini mengindikasikan adanya kesamaan aktivitas politik yang saat itu diusung oleh PKI dan  LEKRA yaitu “turba” (turun ke bawah) atau bersatu dengan rakyat di desa-desa akan tetapi kesepakatannya pada Soekarno saat itu untuk mengusung ide gotong royong menjadi ide dominan yang muncul di dalam novel. Dalam bentuknya, Novel memiliki bobot seperti drama yang menekankan pada dialog dan tindakan tokoh, hal ini yang kemudian dilihat sebagai masalah yang muncul kemudian dalam bentuknya sebagai novel. Penelitian ini menggunakan prespektif dialogisme Bakhtin, untuk menjawab pilihan tipe naratif dan konteks sosial historis yang mempengaruhi pilihan naratif tersebut dan konsekuensi ideologisnya. Dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan, campuran anatara monologisme dan dialogisme nampak dalam bentuknya melalui hubungan antara tokoh dan posisi narator. Suara dan kesadaran Ranta yang membawa nilai persatuan menarik semua kesadaran tokoh dalam suara yang sama. Pilihan tipe naratif tersebut memunculkan konsekuensi ideologis yang dipengaruhi oleh konteks sosial historis Indonesia paska kemerdekaan dan posisi Pram saat itu yang memiliki kedekatan dengan Lekra. Pilihan tipe naratif tersebut dari ideologi yang muncul kemudian yaitu antara komunisme dan nasionalisme.

 

Kata Kunci: Pramoedya Ananta Toer, Novel, Dialogisme, Bakhtin. 

Pramoedya Ananta Toer is the most influential literary figure in the history of Indonesian literature. Throughout his writing career, he used his works as a tool of struggle to liberate people from all forms of oppression. He possessed a powerful force in each of his narratives, and several studies on Pramoedya's works have shown that the narrative power he employed proves his works were a weapon for the struggle for truth and justice. His literary development and his position as an author led him into a prominent polemic in the history of Indonesian literature and culture around the 1950s and 60s. One of the works born in that era is the novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan. The phase in which this novel was created, his closeness to Lekra increasingly demonstrated his ideological position. Various opinions suggest that this novel indicates a similarity to the political activities promoted by the PKI and LEKRA at that time, namely "turba" (turun ke bawah) or uniting with the people in the villages. However, his alignment with Soekarno at the time to promote the idea of Gotong Royong became the dominant idea that emerged in the novel. In its form, the novel carries the weight of a drama, emphasizing the characters' dialogue and actions, which is subsequently seen as a formal problem for the novel. This research uses Bakhtin's perspective of dialogism to address the choice of narrative type, the socio-historical context that influenced this choice, and its ideological consequences. In the novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan, a mixture of monologism and dialogism is apparent in its form through the relationship between the characters and the narrator's position. The voice and consciousness of the character Ranta, who carries the value of unity, pulls all the other characters' consciousness into the same voice. This choice of narrative type gives rise to ideological consequences influenced by the post-independence socio-historical context of Indonesia and Pramoedya's position at the time, given his closeness to Lekra. The choice of narrative type results in an emerging ideology that lies between communism and nationalism.

Keywoard: Pramoedya Ananta Toer, Novel, Dialogisme, Bakhtin. 

Kata Kunci : Pramoedya Ananta Toer, Novel, Dialogisme, Bakhtin