Laporkan Masalah

Kooptasi Musik Hip-Hop: Proses Depolitisasi dan Deradikalisme Negara dalam Merespon Gerakan Nasionalisme Papua Melalui Papua Youth Creative Hub (PYCH)

Risky Hernandez Suripatty, Dr. Nanang Indra Kurniawan, S.IP., M.P.A.

2025 | Skripsi | ILMU PEMERINTAHAN

Kooptasi terhadap ekspresi budaya, khususnya musik hip-hop, merupakan strategi kontemporer negara dalam merespons dinamika politik identitas, seperti yang terjadi di Papua. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana negara memanfaatkan Papua Youth Creative Hub (PYCH) sebagai medium kultural untuk mendepolitisasi ekspresi seni dan mengarahkan narasi nasionalisme Papua ke dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi, serta studi literatur kritis terhadap kebijakan negara. Analisis dilakukan menggunakan kerangka teori hegemoni budaya Antonio Gramsci dan konsep non-decision making dari Steven Lukes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PYCH beroperasi tidak hanya sebagai ruang kreatif bagi generasi muda Papua, tetapi juga sebagai instrumen hegemonik negara yang secara sistematis membingkai ulang ekspresi musik hip-hop agar selaras dengan visi pembangunan nasional. Kooptasi ini tidak bersifat koersif secara langsung, tetapi bekerja secara simbolik melalui mekanisme seleksi narasi, pengawasan konten, dan pembingkaian identitas kultural Papua ke dalam versi nasionalisme yang lebih dapat diterima. Implikasinya, musik hip-hop yang sebelumnya menjadi medium kritik sosial dan artikulasi masyarakat Papua kini berisiko mengalami depolitisasi, kehilangan karakter reflektifnya terhadap realitas sosial, dan terjebak dalam euforia simbolik pembangunan.

Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis terhadap studi tentang kooptasi budaya dalam kerangka negara-bangsa, serta menawarkan perspektif kritis atas praktik deradikalisasi berbasis budaya yang diklaim inklusif namun menyisakan problem representasi dan otonomi ekspresi lokal. Dengan demikian, temuan ini memperlihatkan bahwa proyek integrasi Papua tidak hanya berlangsung di ranah struktural dan politik, melainkan dijalankan secara intensif di wilayah simbolik dan budaya melalui kooptasi seni sebagai instrumen kontrol sosial.


 


 

The cooptation of cultural expressions, particularly hip-hop music, has emerged as a contemporary state strategy in responding to identity politics, as exemplified in the case of Papua. This study aims to analyze how the Indonesian government utilizes the Papua Youth Creative Hub (PYCH) as a cultural medium to depoliticize artistic expression and redirect the narrative of Papuan nationalism into the framework of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI). Employing a qualitative case study approach, data collection was conducted through observation, documentation, and critical literature review of government policy. The analysis applies Antonio Gramsci’s theory of cultural hegemony and Steven Lukes’ concept of non-decision making.

Findings reveal that PYCH functions not merely as a creative space for Papuan youth, but also as a hegemonic instrument that systematically reframes hip-hop expression to align with the state's developmental agenda. This form of cooptation operates not through overt coercion, but through symbolic mechanisms such as narrative selection, content regulation, and the reshaping of Papuan cultural identity into a more nationally palatable version. As a result, hip-hop once a medium for social critique and a channel for articulating the collective experiences of Papuans now faces the risk of depoliticization, losing its reflective capacity in addressing social realities, and becoming absorbed into a symbolic euphoria of development.

The study offers a theoretical contribution to the discourse on cultural co-optation in the context of the nation-state, while also providing a critical perspective on cultural-based deradicalization practices that are claimed to be inclusive but often leave unresolved issues of representation and local expressive autonomy. Thus, this study shows that the integration of Papua is not limited to structural and political realms, but is also deeply embedded in symbolic and cultural domains through the co-optation of art as an instrument of social control.

Kata Kunci : kooptasi, musik hip-hop, depolitisasi, Papua Youth Creative Hub, deradikalisasi

  1. S1-2025-479651-abstract.pdf  
  2. S1-2025-479651-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-479651-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-479651-title.pdf