PERAN CIVIL SOCIETY DALAM MENGISI KESENJANGAN FUNGSI DASAR NEGARA Studi Kasus Peran Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah sebagai Representasi Civil Society dalam Pemenuhan Hak Pendidikan Anak-anak Imigran Tanpa Dokumen dari Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia
EMIRA AZZAHRA, Dr. rer.pol. Mada Sukmajati, M.PP.
2025 | Skripsi | ILMU PEMERINTAHAN
Kesenjangan pendidikan anak-anak imigran tanpa dokumen dari Indonesia di Malaysia muncul manakala mereka tidak mendapatkan akses layanan pendidikan dengan mudah akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Malaysia. Kondisi tersebut diperkeruh dengan terbatasnya peran pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan warganya yang berada di luar negeri, terutama persoalan pendidikan anak-anak imigran tanpa dokumen dari Indonesia di Malaysia. Akibatnya, hak pendidikan mereka tidak dapat terpenuhi karena mereka tidak bisa mendapatkan akses untuk bersekolah sebagaimana mestinya. Hal tersebut memunculkan respon dari kalangan civil society untuk berperan mengisi kesenjangan pendidikan akibat terbatasnya negara dalam menjalankan fungsinya di luar negeri. Muhammadiyah menjadi salah satu contoh organisasi masyarakat sipil (CSO) yang turut merespon permasalahan pendidikan melalui hadirnya Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah. Hal tersebut lantas memunculkan pertanyaan tentang peran Muhammadiyah dan Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah sebagai representasi civil society dalam mengisi kesenjangan pendidikan sebagai upaya pemenuhan hak pendidikan anak-anak imigran tanpa dokumen dari Indonesia di Malaysia. Untuk memudahkan dalam mencari jawaban atas rumusan masalah, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Analisis lebih mendalam dilakukan dengan menggunakan kerangka konsep civil society oleh Alexis de Tocqueville dan konsep relasi antara institusi formal dan institusi informal oleh Helmke dan Levitsky. Penelitian ini menunjukkan bahwa, adanya solidaritas, kepedulian, dan kesukarelaan yang terbangun di tengah masyarakat menjadi motor penggerak bagi Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah untuk menjalankan peran sosialnya. Sebagai representasi civil society, Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah mampu berperan mengisi (melengkapi) adanya celah kosong peran pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan layanan pendidikan untuk anak-anak imigran tanpa dokumen dari Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia. Pun, relasi saling melengkapi terbentuk antara Muhammadiyah dan pemerintah Indonesia dalam mengupayakan pemenuhan hak pendidikan anak-anak Indonesia. Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah yang dihadirkan dan dikelola oleh Muhammadiyah mampu menjadi bahan refleksi bagi pemerintah Indonesia untuk lebih meningkatkan perannya dalam menangani persoalan isu pendidikan anak-anak Indonesia. Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah turut menjadi bukti bahwa kelompok civil society mampu bergerak melewati batas sosial dan spasial (wilayah) dalam merespon isu global sebagai maksud mengupayakan pemenuhan hak dasar dan kesejahteraan mereka yang terpinggirkan.
The educational gap of undocumented immigrant children from Indonesia in Malaysia arises when they do not get easy access to educational services due to policies issued by the Malaysian government. This condition is exacerbated by the limited role of the Indonesian government in dealing with the problems of its citizens abroad, especially the issue of education for undocumented immigrant children from Indonesia in Malaysia. As a result, their right to education cannot be fulfilled because they cannot get an access to go to school properly. This has given rise a response from civil society to play a role in filling the educational gap due to the state's limitations in carrying out its functions abroad. Muhammadiyah serves as an example of a civil society organization (CSO) that has responded to educational problems through the presence of the Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah. This raises a question about the role of the Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah as a representative of civil society in addressing the educational gap as part of efforts to fulfill the educational rights of undocumented Indonesian immigrant children in Malaysia. To facilitate answering the research question, this study adopts a qualitative research method with a case study approach. The analysis is grounded in the civil society framework by Alexis de Tocqueville and the theory of formal–informal institutional relations by Helmke and Levitsky. The findings indicate that solidarity, concern, and volunteerism embedded within the community are key factors enabling the Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah to fulfill its social role. As a representation of civil society, the Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah plays a complementary role in addressing the gaps left by the Indonesian government in providing educational services for undocumented Indonesian immigrant children in Kuala Lumpur, Malaysia. Furthermore, a complementary relationship is established between Muhammadiyah and the Indonesian government in their shared efforts to fulfill the educational rights of these children. The Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah, presented and managed by Muhammadiyah, serves as a reflection for the Indonesian government to further The Sanggar Bimbingan Muhammadiyah also serves as evidence that civil society groups can transcend social and spatial (regional) boundaries in responding to global issues, as part of their efforts to fulfill the basic rights and welfare of marginalized communities.
Kata Kunci : civil society, Sanggar Bimbingan (belajar) Muhammadiyah, complementary, kesenjangan pendidikan, anak imigran tanpa dokumen dari Indonesia, Malaysia, pemerintah Indonesia