Propaganda Digital Selama Pilpres 2024 di Indonesia (Analisis Jaringan Komunikasi Propaganda Digital Selama Pemilihan Presiden Tahun 2024)
Buyung Pambudi, Promotor: Prof. Nunung Prajarto, M.A., Ph.D.; Ko-Promotor: Dr. Budi Irawanto, S.I.P, MA.
2025 | Disertasi | DOKTOR ILMU KOMUNIKASI
Propaganda politik menggunakan teknologi digital yang terjadi selama pemilihan presiden di Indonesia merupakan peristiwa komunikasi yang layak untuk diteliti. Penggunaan teknologi digital dalam propaganda politik mengalami peningkatan saat pemilu, khususnya pemillihan presiden. Indonesia telah menggelar pemilihan presiden secara langsung sejak tahun 2004. Pemilihan presiden yang rutin dilaksanakan lima tahun sekali tentu memunculkan peristiwa komunikasi, dalam hal ini komunikasi politik. Sulit untuk dipungkiri, perkembangan teknologi digital memiliki kontribusi penting dalam perkembangan propaganda politik. Penggunaan teknologi digital dalam propaganda politik di Indonesia baru terlihat pada pemilihan presiden tahun 2014 dan semakin tampak jelas pada pemilihan presiden tahun 2019. Berbeda dengan kampanye, propaganda digital tidak sekadar upaya penyampaian pesan-pesan positif agar calon yang diusung mampu menarik simpati masyarakat. Kampanye bersifat terbatas serta dibatasi regulasi yang jelas, sedangkan propaganda digital seolah tidak terbatas bahkan sangat mungkin melampaui regulasi. Lebih dari itu, pesan-pesan propaganda digital disebarkan secara luas dan cepat ke pengguna media sosial. Sehingga efek yang timbul cukup luas serta dalam, terutama pada masyarakat yang terhubung dengan media sosial. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif melalui penggalian data yang bersumber di media sosial X. Data yang dikumpulkan berupa data perbincangan topik-topik tertentu yang relevan dengan pilpres 2024 menggunakan NodeXL. Data yang berhasil digali kemudian dianalisis menggunakan analisis jaringan komunikasi dalam tiga tingkatan, yaitu level analisis struktur jaringan, kelompok jaringan, dan aktor. Selain itu, penelitian ini juga mengumpulkan data berupa pesan-pesan propaganda yang tersebar di X selama pilpres tahun 2024. Data berupa pesan dikumpulkan dengan metode dokumentasi kemudian dipilah ke dalam kategori pesan persuasif dan manipulatif. Pesan persuasif dapat berupa kampanye dan seruan untuk menyukseskan pemilihan presiden. Sedangkan pesan manipualtif berupa disinformasi, malinformasi, dan misinformasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilihan presiden tahun 2024 terlibat dalam propaganda digital di X. Hal ini dapat dilihat dari akun-akun pribadi para kandidat yang aktif dihubungi atau menghungi akun lain dalam perbincangan di X. Selama pemilihan presiden tahun 2024 setidaknya terdapat lima teknik propaganda yang dominan digunakan, yaitu name calling, plain folks, penggunaan semua bentuk persuasi (using all forms of persuations), kata-kata yang berhamburan (loaded words), dan propaganda integrasi. Sementara itu, pesan propaganda yang dominan disebarkan melalui media sosial X adalah pesan disinformasi. Seluruh kandidat mengalami terpaan berupa pesan-pesan propaganda di X. Pesan propaganda dapat berupa kalimat naratif, video, audio, gambar, dan hasil dari kecerdasan buatan.
Political propaganda using digital technology that occurred during the presidential election in Indonesia is a communication event worthy of research. The use of digital technology in political propaganda has increased during elections, especially presidential elections. Indonesia has held direct presidential elections since 2004. The presidential election that is routinely held every five years certainly raises communication events, in this case political communication. It is hard to deny that the development of digital technology has an important contribution to the development of political propaganda. The use of digital technology in political propaganda in Indonesia was only seen in the 2014 presidential election and became more apparent in the 2019 presidential election. Unlike campaigns, digital propaganda is not just an effort to convey positive messages so that the candidates carried are able to attract public sympathy. Campaigns are limited and restricted by clear regulations, while digital propaganda seems unlimited and may even exceed regulations. Moreover, digital propaganda messages are spread widely and quickly to social media users. So that the effects that arise are quite broad and deep, especially in communities connected to social media. This research was conducted using a qualitative method through data mining sourced on social media X. The data collected is in the form of data on conversations on certain topics relevant to the 2024 presidential election using NodeXL. Data in the form of messages were collected using the documentation method and then sorted into the categories of persuasive and manipulative messages. Persuasive messages can be in the form of campaigns and calls for the success of the presidential election. While manipulative messages are in the form of disinformation, malinformation, and misinformation. The results showed that three pairs of presidential and vice presidential candidates in the 2024 presidential election were involved in digital propaganda in X. This can be seen from the accounts of the presidential and vice presidential candidates. This can be seen from the candidates' personal accounts that are actively contacted or contact other accounts in conversations on X. During the 2024 presidential election there were at least five dominant propaganda techniques used, namely name calling, plain folks, using all forms of persuasion, loaded words, and integration propaganda. Meanwhile, the dominant propaganda message spread through social media X is disinformation. All candidates experienced exposure in the form of propaganda messages on X. Propaganda messages can be in the form of narrative sentences, video, audio, images, and the results of artificial intelligence.
Kata Kunci : Propaganda digital, X, komunikasi politik, pesan propaganda.