Laporkan Masalah

KAJIAN ARKEOLOGIS TERHADAP HASIL REVITALISASI BENTENG KARANG BOLONG CILACAP BERDASARKAN PEDOMAN REVITALISASI CAGAR BUDAYA TAHUN 2013

TIFFANI MIRZA BERLIANTI, Andi Putranto, S.S., M.Sc.

2025 | Skripsi | ARKEOLOGI

    Benteng Karang Bolong dibangun oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebagai sarana pertahanan strategis karena lokasinya yang tersembunyi di dalam bukit dengan jarak pandang luas. Benteng ini telah melewati berbagai periode sejarah, mulai dari masa Hindia Belanda, pendudukan Jepang, hingga akhirnya dikelola secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Dalam perkembangannya, masyarakat melakukan revitalisasi Benteng Karang Bolong secara spontan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan mendukung kegiatan pariwisata guna menarik lebih banyak pengunjung. Namun, kesesuaian pelaksanaan revitalisasi dengan Pedoman Revitalisasi Cagar Budaya Tahun 2013 yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, masih belum diketahui secara pasti.

    Untuk mengetahui proses pelaksanaan revitalisasi, tingkat kesesuaiannya dengan pedoman, bentuk pemanfaatan, serta pengaruhnya terhadap nilai penting Benteng Karang Bolong, digunakan beberapa metode penelitian. Tahap pertama adalah pengumpulan data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur dari jurnal, laporan penelitian, buku, catatan sejarah, dokumentasi masa lalu, foto lama, dan sumber tertulis lainnya. Tahap kedua meliputi observasi lapangan dan wawancara guna memperoleh informasi langsung dari pihak terkait. Setelah data terkumpul, dilakukan proses identifikasi, analisis, serta interpretasi data. Seluruh tahapan tersebut bertujuan untuk mengetahui proses dan pengaruh revitalisasi terhadap nilai penting benteng sehingga dapat dilakukan evaluasi pelaksanaan serta pemberian rekomendasi yang sesuai.

    Karang Bolong Fort was constructed by the Dutch East Indies colonial government as a strategic defense structure due to its concealed location within a hill and its wide field of view. Over time, the fort has undergone various historical transitions, from the Dutch colonial era to the Japanese occupation and, ultimately, official management by the Indonesian government. In recent years, the local community has initiated spontaneous revitalization efforts to accommodate tourist needs and support tourism activities, aiming to attract more visitors. However, the extent to which these revitalization efforts align with Pedoman Revitalisasi Cagar Budaya Tahun 2013—issued by Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman—remains unclear.

    To assess the revitalization process, its compliance with the guidelines, its forms of utilization, and its impact on the fortress’s historical significance, several research methods were employed. The first stage involved secondary data collection through a literature review of academic journals, research reports, books, historical records, past documentation, old photographs, and other written sources. The second stage included field observations and interviews to obtain firsthand information from relevant stakeholders. Once the data were gathered, they were subjected to identification, analysis, and interpretation. These steps aimed to examine the revitalization process and its impact on the fortress’s historical value, enabling an evaluation of its implementation and the formulation of appropriate recommendations.

Kata Kunci : Revitalisasi, Nilai Penting, Pedoman Cagar Budaya, Benteng Karang Bolong

  1. S1-2025-462987-abstract.pdf  
  2. S1-2025-462987-bibliography.pdf  
  3. S1-2025-462987-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2025-462987-title.pdf