Laporkan Masalah

ANALISIS ELASTISITAS PERMINTAAN MINUMAN BERPEMANIS DI INDONESIA

Dian Utaminingsih, Sugar Sweetened beverages, own price elasticity, cross price elasticity, income elasticity, cross section data

2025 | Tesis | S2 Magister Ek.Pembangunan

Permintaan terhadap minuman berpemanis di Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Data dari Kemenkes menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan tertinggi di Asia Pasifik. Temuan dari studi terdahulu juga menunjukkan bahwa konsumsi minuman berpemanis secara rutin memberikan dampak yang signifikan terhadap prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas serta menjadi penyebab dari terjadinya penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, dimana diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis penyumbang tingginya angka kematian di Indonesia. Diabetes melitus diantaranya dapat disebabkan melalui pola makan yang tidak sehat seperti minuman berpemanis yang dikonsumsi secara berlebih. Sebagai langkah untuk mengendalikan tingginya aangka kematian karena penyakit tidak menular, maka pemerintah memiliki wacana untuk menerapkan pajak pada minuman berpemanis untuk mengurangi konsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respon permintaan minuman berpemanis pada rumah tangga terhadap perubahan harga melalui analisis elastisitas harga sendiri, harga silang dan pendapatan. Penelitian ini menggunakan model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) dengan data cross section publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu data Susenas periode Maret 2021 dan harga eceran atau konsumen perdesaan tahun 2021 untuk 34 provinsi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman berpemanis di Indonesia bersifat elastis, sehingga ketika terjadi kenaikan harga karena pengenaan pajak, maka konsumsi atau permintaan minuman berpemanis akan berkurang. Selain itu minuman berpemanis juga memiliki hubungan substitusi dengan makanan pokok berbasis biji-bijian dan umbi-umbian, buah dan sayur, makanan kering, bumbu, dan minuman lainnya (susu cair dan teh), dan komplementer terhadap komoditas yang mengandung protein seperti daging. Minuman berpemanis juga tergolong dalambarang normal, dimana ketika pendapatan rumah meningkat maka konsumsi minuman berpemanis juga akan meningkat.


The demand for sugar-sweetened beverages in Indonesia has increased significantly in recent decades. Data from the Ministry of Health shows that Indonesia has the highest consumption of sugar-sweetened beverages in Asia Pacific. Findings from previous studies also show that regular consumption of sugar-sweetened beverages has a significant impact on the prevalence of overweight and obesity and is a cause of non-communicable diseases such as diabetes mellitus, where diabetes mellitus is one of the chronic diseases that contribute to high mortality rates in Indonesia. Diabetes mellitus can be caused through unhealthy diets such as sugar-sweetened beverages that are consumed in excess. As a step to control the high mortality rate due to non-communicable diseases, the government has a discourse to apply taxes on sugar-sweetened beverages to reduce their consumption. This study aims to analyze the demand response of sugar-sweetened beverages in households to price changes through the analysis of own price elasticity, cross price and income. This study uses the Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS) model with cross section data published by Badan Pusat Statistik (BPS), namely Susenas data for the March 2021 period and retail or rural consumer prices in 2021 for 34 provinces in Indonesia. The results showed that sugar-sweetened beverages in Indonesia are elastic, so that when there is a price increase due to tax imposition, the consumption or demand for sugar-sweetened beverages will decrease. In addition, sugar-sweetened beverages also have a substitution relationship with grain and staple foods, fruits and vegetables, dried foods, seasonings, and other beverages (liquid milk and tea), and complementary to protein-containing commodities such as meat. Sugar-sweetened beverages are also classified as normal goods, where when household income increases, the consumption of sugar-sweetened beverages will also increase.



Kata Kunci : Minuman berpemanis, elastisitas harga sendiri, elastisitas harga silang, elastisitas pendapatan, data cross section

  1. S2-2025-485865-abstract.pdf  
  2. S2-2025-485865-bibliography.pdf  
  3. S2-2025-485865-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2025-485865-title.pdf