Pengaruh Daerah dan Risk Attitude Terhadap New Technology Anxiety dan Intensitas Penggunaan Mobile Payment Melalui Qris di Umkm
MUHAMMAD ACHYA HABIBI DALIMUNTHE, Ir.Fitri Trapsilawati, S.T., Ph.D., IPM. ASEAN.Eng.
2024 | Tesis | S2 Teknik Industri
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor geografis (Bima dan Yogyakarta) dan sikap terhadap risiko (Risk Attitude) terhadap tingkat kecemasan terhadap teknologi baru (New Technology Anxiety) serta intensitas penggunaan pembayaran digital berbasis QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di kalangan UMKM. QRIS sebagai standar pembayaran nasional di Indonesia telah menjadi alat penting dalam digitalisasi transaksi, tetapi implementasinya dihadapkan pada tantangan geografis dan psikologis, seperti perbedaan sikap terhadap risiko dan kecemasan teknologi. Penelitian ini mendalami interaksi kedua faktor tersebut untuk memberikan wawasan mendalam mengenai adopsi QRIS.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis kuesioner yang dirancang untuk mengukur kecemasan teknologi, sikap terhadap risiko, dan perilaku penggunaan QRIS. Responden penelitian adalah 957 pemilik atau pengelola UMKM yang berlokasi di Bima dan Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui snowball sampling dengan kuesioner online. Analisis statistik dilakukan menggunakan metode Two-Way ANOVA, Kruskal-Wallis Test, dan Mann Whitney U Test, untuk mengidentifikasi efek utama dan interaksi antara lokasi geografis dan Risk Attitude terhadap dua variabel dependen: tingkat new technology anxiety dan intensitas penggunaan QRIS. Selain itu, skenario berbasis eksperimen digunakan untuk mengeksplorasi lebih dalam pola perilaku merchant dalam konteks yang dimanipulasi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam tingkat kecemasan teknologi dan intensitas penggunaan QRIS antara merchant di Bima dan Yogyakarta, di mana merchant di Yogyakarta memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dan intensitas penggunaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Bima. Merchant di Yogyakarta yang memiliki sikap risk-loving (menyukai risiko) menunjukkan intensitas penggunaan QRIS tertinggi, sementara merchant di Bima yang risk-averse (menghindari risiko) memiliki tingkat kecemasan teknologi tertinggi dan intensitas penggunaan QRIS terendah. Sikap terhadap risiko juga berpengaruh signifikan secara independen, dengan merchant yang risk-loving lebih sering menggunakan QRIS dibandingkan yang risk-averse. Interaksi antara lokasi geografis dan Risk Attitude terbukti signifikan berdasarkan analisis ANOVA, mengindikasikan bahwa efek gabungan kedua faktor ini secara substansial memengaruhi perilaku dan kecemasan teknologi merchant. Temuan ini menyoroti pentingnya pengembangan strategi berbasis lokasi dan profil psikologis, seperti pelatihan teknologi untuk mengurangi kecemasan teknologi di wilayah dengan risiko tinggi dan insentif khusus bagi merchant dengan sikap risk-averse untuk meningkatkan penggunaan QRIS.
This study aims to analyze the impact of geographical factors (Bima and Yogyakarta) and risk attitude on new technology anxiety and the intensity of QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) digital payment usage among MSMEs. As the national payment standard in Indonesia, QRIS has become a vital tool in digitizing transactions. However, its implementation faces geographical and psychological challenges, such as differences in risk attitudes and technology anxiety. This research delves into the interaction between these factors to provide deeper insights into QRIS adoption.
This study adopted a quantitative approach using a questionnaire designed to measure technology anxiety, risk attitude, and QRIS usage behavior. The respondents comprised 957 MSME owners or managers based in Bima and Yogyakarta. Data were collected through snowball sampling via an online questionnaire. Statistical analysis was performed using Two-Way ANOVA, Kruskal-Wallis Test, and Mann-Whitney U Test to identify the main effects and interactions between geographical location and risk attitude on two dependent variables: levels of new technology anxiety and QRIS usage intensity. Furthermore, scenario-based experiments were employed to delve deeper into merchant behavior patterns under manipulated conditions.
The study results revealed significant differences in technology anxiety and QRIS usage intensity between merchants in Bima and Yogyakarta. Merchants in Yogyakarta exhibited lower levels of technology anxiety and higher QRIS usage intensity compared to those in Bima. Merchants in Yogyakarta with a risk-loving attitude demonstrated the highest QRIS usage intensity, whereas merchants in Bima with a risk-averse attitude displayed the highest levels of technology anxiety and the lowest QRIS usage intensity. Risk attitude also had a significant independent effect, with risk-loving merchants using QRIS more frequently than their risk-averse counterparts. The interaction between geographical location and risk attitude was found to be significant based on ANOVA analysis, indicating that the combined effects of these factors substantially influence merchants' behavior and technology anxiety. These findings highlight the importance of developing location- and psychology-based strategies, such as technology training to reduce anxiety in high-risk areas and targeted incentives for risk-averse merchants to enhance QRIS adoption.
Kata Kunci : QRIS, new technology anxiety, Risk attitude, UMKM, teknologi pembayaran digital, adopsi teknologi, perilaku pengguna.