IDENTIFYING BARRIERS AND ENABLERS FOR SCALING-UP DRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS TREATMENT MONITORING MOBILE APPLICATION: AN IMPLEMENTATION RESEARCH
Aulia Shafira, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., PhD; Prof. dr. Ari N Probandari, MPH., PhD
2025 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Latar belakang: Tuberkulosis resistan obat (TB-RO) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan. Pemantauan pengobatan penting untuk memastikan kepatuhan pasien dan meningkatkan hasil pengobatan. WHO merekomendasikan intervensi kesehatan digital untuk strategi End TB demi mendukung kepatuhan pengobatan tuberkulosis. Tuberculosis Monitoring (TOMO) adalah aplikasi mobile yang mendukung pemantauan pengobatan TB. TOMO telah diperkenalkan di rumah sakit rujukan TB di Surakarta, Indonesia, sejak tahun 2021. Perluasan implementasi TOMO akan meningkatkan cakupan wilayah dan jumlah pasien yang mendapat manfaat dari aplikasi ini. Studi ini mengeksplorasi hambatan dan pendukung untuk memperluas implementasi TOMO.
Tujuan: Untuk mengeksplorasi hambatan dan pendukung untuk memperluas implementasi aplikasi mobile pemantauan pengobatan tuberkulosis resistan obat, TOMO.
Metode: Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis data kuantitatif yang mendukung dilakukan di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret hingga Agustus 2024. Data sekunder dari dinas kesehatan dan aplikasi TOMO dikumpulkan dan dianalisis secara kuantitatif. Wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD) yang melibatkan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pasien TB-RO dan keluarganya dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif. Semua wawancara direkam, ditranskrip verbatim, dan dianalisis menggunakan analisis tematik.
Hasil: Hanya separuh dari pengguna TOMO yang menunjukkan kepatuhan yang tinggi (>80% minum obat dilaporkan) terhadap laporan asupan obat harian di aplikasi TOMO, dengan data yang hilang sekitar 17?ri total sampel. Hasil keseluruhan dari penilaian skalabilitas menunjukkan dominasi domain yang dianggap sebagai faktor simplifikasi, dibandingkan dengan faktor netral dan faktor yang menyulitkan. Hasilnya menunjukkan kredibilitas, relevansi, testability, dan aspek-aspek tertentu dari transferability dianggap sebagai domain yang menguntungkan untuk skalabilitas implementasi TOMO. Hambatan untuk meningkatkan implementasi TOMO termasuk masalah teknis, masalah privasi dan keamanan data, peningkatan beban persepsi kerja, dan aksesibilitas terhadap perangkat seluler dan koneksi internet.
Kesimpulan: Penggunaan aplikasi mobile seperti TOMO merupakan pilihan yang dapat diterima untuk mendukung pemantauan pengobatan pasien tuberkulosis jarak jauh. Penggunaan aplikasi mobile sebagai pengganti terapi yang diobservasi secara langsung harus didasarkan pada preferensi dan kebutuhan pasien. Penelitian lebih lanjut harus berfokus pada memaksimalkan manfaat potensial dari intervensi kesehatan digital dalam meningkatkan manajemen tuberkulosis, terutama tuberkulosis yang resistan terhadap obat.
Background: Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) continues to be a significant problem in public health. Treatment monitoring is crucial to ensuring patient adherence and improving patient outcomes. WHO recommended digital health interventions for the End TB strategy to support tuberculosis treatment adherence. Tuberculosis Monitoring (TOMO) is a mobile application that supports TB treatment monitoring. TOMO has been introduced in TB referral hospitals in Surakarta, Indonesia, since 2021. The scale-up of TOMO implementation would increase the coverage area and the number of patients who benefit from the application. This study explores the barriers and enablers for scaling up TOMO implementation.
Objectives: To explore the barriers and enablers for scaling up drug-resistant tuberculosis treatment monitoring mobile application, TOMO, implementation.
Method: A qualitative study with supporting quantitative data analysis was conducted in the Central Java Province from March to August 2024. Secondary data from the health offices and Tuberculosis Monitoring (TOMO) application was collected and analyzed quantitatively. In-depth interviews (IDI) and focused group discussions (FGD) involving the Ministry of Health, health offices, hospitals, public health centers, DR-TB patients and their caretakers were performed to collect qualitative data. All interviews were audio-recorded, transcribed verbatim, and analyzed using thematic analysis.
Results: Only half of the TOMO users exhibit high compliance (>80% drugs intake reported) to daily medication intake report in the TOMO application, with missing data in around 17% of total sample. The overall result of scalability assessment shows a dominance of the domains perceived as simplifying factors, compared to neutral and complicating factors. The result suggests credibility, relevancy, testability, and certain aspects of transferability considered as favorable domains for the scalability of the TOMO implementation. Barriers to scale up TOMO implementation include technical issues, privacy and data security issues, increased load of work perception, and accessibility to smartphone and internet connection.
Conclusion: The use of mobile application such as TOMO is an acceptable option to support remote tuberculosis patient treatment monitoring. The use of mobile application instead of direct observed therapy should be based on patient preference and needs. Further studies should focus on maximizing the potential benefits of digital health intervention in improving tuberculosis management, particularly drug-resistant tuberculosis.
Kata Kunci : drug-resistant tuberculosis, mobile application, scale-up, barriers, enablers